Seorang perempuan terduduk di lantai dengan napas yang memburu. Matanya menatap puas ke alat treadmill yang berdiri indah di depan jendela kaca yang menghadap langsung ke arah kolam renang rumahnya. Seperti kebiasaannya setiap pagi, sebelum bekerja dia akan selalu menyempatkan diri untuk olahraga.
Namanya adalah Olivia Daniswara. Perempuan berusia dua puluh dua tahun yang berprofesi sebagai seorang guru di salah satu SMA swasta di kotanya. Kehidupan perempuan itu sungguh beruntung. Dia terlahir di tengah keluarga yang berkecukupan dengan kedua orang tua yang sangat menyayangi dan memanjakannya. Tak hanya itu, Tuhan juga bermurah hati memberikannya anugerah berupa kecerdasan di atas rata-rata. Membuatnya bisa ikut dua kali akselerasi di masa SMP dan SMA-nya.
"Non, sarapannya udah siap."
Teriakan seorang wanita membuat Olivia mengalihkan pandangannya. Perempuan itu menatap badannya yang berkeringat sudah mengering. Lantas, perempuan itu bangkit. Berjalan ke arah ruang makan, Olivia tersenyum mendapati Mbok Warni —asisten rumah tangganya— tengah menata beberapa buah di atas piring.
"Mbok, sarapan sekalian, yuk!" ajak Olivia. Lihatlah, tak hanya cantik dan pandai, dia juga begitu baik.
"Nggak usah, Non. Nanti aja saya makannya. Wong saya masih harus bersih-bersih dulu," tolak Mbok Warni dengan dialeg jawa yang kental.
"Alah, itu bisa nanti aja, Mbok!" Olivia tak menerima penolakan dari Mbok Warni. Perempuan itu langsung menarik kursi di sebelahnya, mempersilakan Mbok Warni duduk di sana. Setelahnya, tangannya dengan terampil mengambilkan nasi di piring, menuangkan sayur, dan menaruh lauk di sana.
Mbok Warni merasa tak enak dengan perlakuan majikannya yang kelewat baik ini. Seumur-umur bekerja sebagai seorang pembantu, baru kali ini Mbok Warni diperlakukan seperti itu.
"Makasih ya, Non," katanya canggung.
"Sama-sama, Mbok. Ayo dimakan!"
Olivia menikmati sarapannya dengan nikmat. Di dalam hidupnya, dia selalu bersyukur dengan apa pun yang dia terima.
"Mbok, nanti malem nggak usah masak buat aku, ya! Aku mau pulang ke rumah Papa," ujar Olivia seraya mengelap bibirnya dengan tisu.
Mbok Warni mengangguk.
"Iya, Non."
"Ya udah, kalau gitu aku siap-siap dulu ya, Mbok! Mbok kalau capek istirahat aja, kerjaannya diselesaikan nanti," pesan Olivia seraya berjalan ke arah kamarnya.
Rumah besar dua lantai ini dia beli sendiri dengan uang hadiah lomba-lombanya selama sekolah. Tak hanya itu, dia juga menjual barang-barang yang orang tuanya belikan. Seperti jam tangan, tas, sepatu dan lain-lain milik brand terkenal. Tentu saja Olivia yang sederhana tak memerlukan barang-barang mahal seperti itu.
Memasuki kamarnya, Olivia disambut dengan segala sertifikat dan piala yang dia pajang di dinding dan lemari kaca di kamarnya. Itu adalah hasil dari perjuangannya semasa sekolah, hal yang membuat Olivia semangat untuk belajar lagi dan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Lovers
Romance𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ karena mencintaimu dengan cara biasa adalah ketidakmungkinan bagiku, maka biarkan aku mencintaimu dengan cara ngegas dan ngeyel. dito aulian adam-berondong lovers, 2022 - Sempurna. Itulah kata yang menggambarkan kehidup...