Happy reading!
"butuh istirahat, sayang? Kayanya kamu kecapean deh. Duduk dulu deh bentar, kasian baby nya" ujar Jeno sambil menarik koper milik mereka berdua sementara yeji disampingnya hanya membawa sebuah sketchbook. Kalau ditanya apakah barang bawaan mereka hanya itu saja? Jawabannya tidak. Barang bawaan sang istri sudah datang dari kemarin sebelum mereka berada di Paris bersama dengan beberapa staff yang Yeji bawa. Total ada enam orang yang berangkat termasuk jeno yang sekarang benar benar mendapatkan waktu libur dan menemani istrinya yang akan dengan bangga memamerkan karya nya nanti.
Hari ini, hari kamis menurut waktu Perancis, tepat kedatangan mereka berdua ke negeri tempat menara Eiffel berada. Sebenarnya bukan kali ini saja mereka berdua mengunjungi negera ini. Terakhir kali mereka pergi ke paris saat mereka sedang bulan madu, dan mereka akhirnya kembali ke kota di negara Perancis ini dengan membawa bayi dalam kandungan yeji. Dan lebih beruntung Charles de Gaulle belum cukup ramai hari ini, padahal biasanya bandara ini cukup ramai dengan orang orang yang hendak berpergian.
"Boleh, deh" ujar yeji sambil berjalan mencari tempat duduk terdekat. Pegal juga rasanya berdiri cukup lama. Apalagi dia sekarang membawa dua nyawa pada tubuhnya. Kakinya menjadi gampang sakit sekarang.
"Acaranya masih dua hari lagi, kan, yang?" Ujar jeno sambil membantu yeji untuk duduk. Walaupun dia belum hamil tua, tapi perutnya memang sudah besar. Harap dimaklumi. Ada dua jeno junior di dalam sana.
"Iya. Masih santai. Masih bisa istirahat buat hari ini" ujar yeji sambil meminum air mineral yang selalu ia bawa. Ia gampang haus belakangan jadi mau tidak mau ia selalu membawa air mineral di tasnya.
"Aku mau beli roti sama kopi, kamu mau nitip apa?" Tanya jeno. Yeji terdiam sebentar. "Apa aja deh, aku juga bingung mau minum apa. Tapi roti nya aku dua ya? Laper soalnya" jeno tersenyum menyipitkan matanya. Ia lantas mengacak rambut sang istri. "Yaudah, tunggu sini ya? Jangan kemana mana. Kalau ada sesuatu atau butuh sesuatu telpon aja. Ngga aku silent kok handphone nya" ujar jeno. Yeji hanya bisa mengangguk membiarkan suaminya mencari sarapan sementara dirinya mencari sarapan untuk mereka berdua sementara dirinya menunggu di kursi sambil mengingat apa saja yang kurang dari barang barangnya.
Jeno lantas berjalan mengelilingi bandara, mencoba mencari toko roti dan tentu saja Starbucks guna membeli kopi. Bandara ini sangat luas sehingga cukup sulit ia menemukan tempat yang ia cari. Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang fasih dan sedikit bisa berbahasa Perancis, akhirnya jeno menemukan dimana Starbucks berada tentu saja setelah melihat penanda arah.
Setelah sampai di Starbucks karena niat Jeno ingin membeli kopi terlebih dahulu karena tentu saja ia haus dan mungkin ia akan membeli roti yang masih panas dan baru saja keluar dari oven saja.
Sepertinya akan sangat nikmat."One Vanilla sweet cream cold brew and one americano, please" ujar jeno memesan dengan bahasa Inggris yang fasih. Ia kemudian memainkan ponsel miliknya sembari menunggu pesanan miliknya. Ia sesekali mengetuk-ngetuk kakinya seirama dengan musik yang ia dengar. Suasana Starbucks hanya terdapat beberapa orang dengan tas besar duduk dan mengobrol dengan seru sepertinya. Jeno sendiri tidak terlalu paham obrolan mereka, ia hanya mengerti sedikit kosa kata bahasa Perancis. Dia belum sempat belajar bahasa, dia hanya sesekali menengok ketika Yeji ikut kelas bahasa ketika kuliah dulu. Tapi memang otaknya diatas rata-rata sehingga kata kata yang Yeji pakai untuk hafalan malah terserap ke otaknya. Entah ini berkah atau apa, Jeno rasanya harus bersyukur memiliki ingatan yang kuat.
Jeno mengetuk ngetuk lantai dengan sepatunya saat berdiri menunggu. "Ah" ujarnya kemudian mengeluarkan lembaran dollar yang berasal dari dompetnya, beruntung Starbucks di bandara masih bisa menerima pembayaran dengan dollar karena uangnya berada di dompet yeji.
Setelah mendapat kopi untuknya serta minuman untuk yeji, Jeno kemudian mencari toko roti terdekat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatnya membeli kopi.
Aroma khas roti yang baru matang pun menyambut indera penciuman milik jeno. Rasanya sangat nikmat berada di tempat ini.
"selamat pagi, saya ingin memesan ini dua ini satu ini satu" ujarnya sembari menunjuk roti yang masih mengeluarkan asap.
"Apa boleh aku membayar menggunakan dollar?" Tanya Jeno yang diangguki kasir tempat roti. Jeno mengeluarkan beberapa lembar uang dari sakunya kembali kemudian membawa rotinya keluar setelah mengucapkan terima kasih tentu saja.
Mata Jeno menangkap sesuatu atau seseorang yang tidak asing di matanya. Orang itu nampak tengah melakukan telepon dengan seseorang. Cepat cepat Jeno berlari menghadang.
"halo kak seulgi, aku Jeno adiknya kak taeyong. Apa boleh aku minta waktu kak seulgi?" seulgi yang sedang menelepon menoleh kepada Jeno yang menahan tangannya. Seulgi tidak berkata apapun selain mengeluarkan sebuah kertas dari tas miliknya. Menulis sesuatu di sana.
"Hubungi aku nanti, aku sedang terburu buru—baik tuan" ujarnya sembari meninggalkan Jeno dan berlari menuju mobil meninggalkan selembar kertas berisi nomor ponsel miliknya. Jeno mengangkat bahu kemudian memasukkan nomor itu ke saku kemudian kembali ke yeji. Istrinya pasti sudah menunggu lama.
"Lama ya? Maaf tadi ketemu orang dulu", ujar Jeno sembari duduk di samping yeji yang sedang menggambar. Sebuah hiruk pikuk Charles de Gaulle terpampang pada sketchbook sang istri. Gambar corat-coret dari sang istri yang bahkan Jeno akui sangat bagus bisa tercipta hanya dalam kurun waktu kurang dari dua puluh menit. Yeji menoleh kemudian menutup sketchbook miliknya.
"Ngga apa apa. Makasih ya" ujar yeji sambil mengambil roti miliknya. Ia memakannya dengan lahap. Mulutnya tidak berhenti mengunyah, tangan kanan memegang roti, tangan kiri memegang minuman, sementara kepalanya ia sandarkan ke bahu sang suami.
"masih laper? Nih punya aku dimakan lagi" ujar Jeno menawarkan roti miliknya. Yeji menggeleng.
"Masih ada kok" ujarnya dengan pipi menggembung karena mengunyah roti. Jeno mencubit pipi yeji gemas. Pipi istrinya itu sekarang seperti moci, bahkan Jeno pernah menggigit pipi yeji saking gemasnya.
"Jangan gemes gemes kenapa yang jadi orang" keluh Jeno melihat yeji. Ya bagaimana ya, yeji diam saja sudah membuat Jeno gemas. Harap dimaklumi, Jeno bucinnya memang bukan main.
"aku diem aja perasaan. Tapi emang aku gemas dari lahir" Jeno tertawa melihat kepercayaan diri sang istri.
"Coba kamu bilang gitu di depan hyunjin" tantang Jeno, yeji menggeleng. Abangnya pasti langsung mual mual melihat kepercayaan dirinya yang sangat tinggi.
"hyunjin mah jelek" jeno kembali terbahak ketika sahabatnya dinistakan oleh istrinya.
"Iya, hyunjin emang jelek. Terus yang ganteng siapa?"
"Jaemin" wajah Jeno langsung masam ketika Yeji dengan polosnya menjawab nama yang anti Jeno dengar.
"Kok jaemin. Terus aku apa? Aku ngga ganteng emang?" Yeji menggeleng.
"Lebih ganteng jaemin sih. Kan aku mau sama kamu soalnya isi dompetnya lebih tebel aja. Jadi aku terima kamu" Jeno terbahak mendengar alasan sang istri yang Jeno akui setengah bohong setengah jujur. Bohong kalau jaemin lebih ganteng, karena yeji pernah mengatakan kalau dia lebih tampan dari setan pecinta americano itu sebelum yeji terbutakan oleh pelet jaemin, jujur karena memang benar juga yeji menikahi dirinya karena isi dompet.
"Dih matre" cibir Jeno
"Ngga matre, mas. Realistis" Jeno hanya tertawa sambil mengacak rambut yeji gemas. Toh mau matre pun ya silakan, Jeno bekerja untuk istrinya juga. Malah bagus kalau uangnya dihabiskan oleh sang istri selagi istrinya masih bisa menyisihkan untuk ditabung demi masa depan.
"udah yuk, kamu harus minum vitamin. Kasian dedeknya" ujar Jeno sembari menggandeng tangan sang istri dan berjalan menuju taksi yang mereka pesan untuk menuju hotel dan beristirahat
=======================================
Terimakasih telah membaca, jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYALS
Fanfiction; royals means belonging or connected to a king or queen or a member of their family Menceritakan 4 bersaudara yang berhasil menjalankan hidup mereka sampai di titik dimana mereka bertemu dengan masa lalu. Masa kelam yang membuat mereka kehilangan...