-royals

1.1K 174 9
                                    

Happy reading!


Jeno meminum bir miliknya yang entah keberapa kaleng sembari duduk melamun di ruang tengah. Lampu ruanga dimatikan, hanya ada cahaya lampu dari teras yang menerangi dirinya. Kakinya yang panjang ia luruskan di atas meja sementara dirinya sendiri sekarang tengah menatap kosong langit langit rumahnya. Besok, alat pada tubuh Mark akan dicabut. Yang berarti dia harus membiarkan Abang nya pergi untuk selama-lamanya. Meninggalkan seorang istri dan bayi laki laki yang belum genap satu tahun yang sedari kemarin merengek memanggil manggil nama ayahnya.

Jeno terdiam. Menenggak bir nya kembali kemudian menata kaleng tersebut hingga nampak berjejer. Sebuah pisau sudah berada di dekat kakinya bersama sepotong apel. Dia mengambil pisau tersebut kemudian memainkannya, memutar mutar benda tajam itu sembari menatapnya dalam keheningan.


Yeji tentu saja sudah tertidur. Ini pukul tiga pagi. Istrinya pasti kelelahan karena beraktivitas di siang hari.  Jeno kemudian menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tengah. Ia sekarang diam. Tidak menangis. Tidak berkata-kata.  Tapi tubuhnya berubah menjadi seperti mayat hidup malam ini. Wajahnya pucat, tatapannya kosong, botol bir dihadapannya, sementara benda tajam yang bisa melukai dirinya kapan saja sudah ia genggam erat di tangan.

Memikirkan bahwa dia kembali di tinggal oleh saudara laki-lakinya kembali membuat nya hampir gila. Ia mungkin terlihat diam. Tapi pikirannya melanglang buana entah kemana. Ketakutannya kembali hadir. Tidurnya tidak pernah nyenyak. Ia seperti merasa dikejar kejar oleh kematian. Dia seperti dibayang-bayangi oleh orang itu. Satu persatu keluarganya diambil. Orang orang baik dihilangkan nyawanya dengan cara cara terburuk yang pernah ada di dunia. Dihadapan matanya sendiri.

Jeno masih sangat ingat bathub penuh darah milik sang kakak sulung. Ia bahkan berlari lari walau kakinya masih sakit kemudian mendobrak pintu bersama jaehyun dengan keras. Dia melihat tubuh pucat itu sudah mulai tenggelam di dalam cairan merah dengan bau amis yang tajam tercium dengan jelas pada indera penciumannya. Lalu berefek tidak ada yang mau mendekati rumahnya entah tetangga ataupun teman temannya selain hyunjin, Eric, soobin, renjun, haechan, yangyang, jisung, chenle, ataupun jaemin. Jaemin bahkan sering menginap disini walau julukan 'rumah bekas bunuh diri' masih menjadi momok yang membayangi rumah dua lantai bahkan ada yang sampai sekarang memilih untuk bertamu di teras.
Alasan jaemin sering menginap disini, tentu saja karena jarak dari kampus nya lebih dekat daripada dari rumahnya. Jaemin dan Jeno berbeda kampus.


Setelah kematian sang sulung yang benar-benar tidak mereka duga, sekarang anak tengah keluarga ini akan diambil selanjutnya. Mark, pria ramah dengan sikap rendah hati yang selalu memikat semua orang harus meninggalkan dunia akibat kecelakaan dengan tragis. Tapi lebih tragis lagi, Jeno lah yang lagi lagi menyaksikan saudaranya yang bersimbah penuh dengan darah. Mark yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah keluar dari mulut, hidung, dan telinganya serta anggota tubuh yang lain. Jeno langsung tahu kalau Mark sudah parah, dia tidak bisa merespon apapun. Ketika Jeno mencubit jemarinya, pada umumnya jika masih ada kesadaran, tubuh akan merespon.walau hanya gerakan lemah. Tapi Mark tidak merespon sama sekali. Kesadaran dari abangnya langsung hilang di tempat.

Jeno tidak tahu apa yang salah dari dirinya sehingga tuhan memperlihatkan dua peristiwa mengerikan yang harus ia lihat dengan matanya sendiri. Dia bahkan hampir gila ketika insiden itu terputar dengan jelas saat dia tidur. Jeno ingin tidur dengan nyenyak, sungguh. Dia sudah lelah dibayang-bayangi kematian saudara-saudaranya. Semuanya terputar jelas di kepalanya. Trauma pasca kejadian pernah menjadi diagnosis utamanya ketika memeriksakan diri ke psikiater. Jeno tidak gila, hanya saja sedikit tidak waras karena melihat kematian orang orang terdekat nya.


Jeno tidak menyesal karena memutuskan untuk bekerja di bidang ini, padahal dia ingin sekali menjadi arsitek atau mungkin pilot. Awal mulanya ia menjadi dokter hanya untuk memuaskan rasa penasaran nya terhadap kematian. Namun dia malah melanjutkan spesialis nya di bidang forensik, mendalami kematian seseorang. Setidaknya dia sudah merasakan bagaimana stress nya keluarga yang ditinggalkan akibat kematian tidak wajar yang menimpa keluarga mereka. Jeno menjadi lebih tenang begitu bekerja di bidang ini. Dia bisa belajar berempati kepada sesama, dia belajar mengendalikan emosinya ketika berbicara, dia bisa membantu mereka yang kekurangan dana, dan dia bisa bekerja sepanjang malam melupakan mimpi buruknya demi membantu orang lain.

"MAS JENO SADAR!!" Jeno tersentak kaget saat yeji tiba tiba berteriak. Yeji menepis tangannya yang sedang memutar mutar gagang pisau hingga pisau itu terlempar jauh dari dirinya. Jeno berkedip. "yang?"

"Kamu kenapa hah? Kamu kepikiran buat pergi lagi?" Jeno berkedip-kedip ketika yeji berteriak sambil menangis. "Itu buat ngupas apel, yang" bisiknya pelan. Yeji buru-buru memeluk Jeno. Dia tahu itu. Tapi bagaimanapun juga kondisi psikis Jeno sedang tidak baik, dia bisa bertindak di luar batas tanpa sadar.

"Mas, sadar, mas" ujar yeji sambil memeluk Jeno. Jeno terdiam sejenak kemudian menjauhkan botol bir miliknya kemudian mengusap punggung istrinya yang bergetar karena menangis. "Maaf ya, bikin kamu takut lagi" bisik Jeno. Jeno menghapus air matanya.

"Udah ayo ke kamar" yeji menuntun Jeno kembalu ke kamar setelah memastikan pisau itu jauh dari pandangan mereka.

"Kamu kenapa sih mas? Ayo cerita" tanya yeji kepada suaminya.

"Jeno takut. Mereka ada di kepala Jeno" keluh Jeno begitu mereka merebahkan dirinya di ranjang. Pria itu berkata dengan tenang, mengadu layaknya anak kecil sembari menunjuk kepalanya. Yeji menggigit bibirnya dalam diam. Dia tidak tahu seberat apa pikiran Jeno sehingga membuat dirinya seperti ini. Dia memeluk Jeno lebih erat.

"darah, kematian, teriakan terus ada di sini. Rasanya mau pecah kepala Jeno denger mereka. Yeji, tolong usir. Jeno mau tidur tapi mereka terus ada. Jeno cape. Tapi mereka ngga mau pergi" yeji menutup matanya, membiarkan tangisnya kembali turun mendengar aduan suaminya. Tangis Jeno tidak ada. Dia bercerita seolah tidak ada apa apa pada dirinya.

"ngga apa-apa, yeji disini. Nanti biar yeji bantu usir. Jeno tidur aja" ujar yeji terbata. Jeno memeluk tubuh sang istri lebih erat, walau sedikit kesusahan karena perut besar sang istri. Yeji hanya menangis dalam diam. Tidak tega melihat suaminya seperti ini. 

"Yeji" bisik Jeno pelan. Yeji berdehem "iya?"

"Abang kalau mati, nanti masuk surga kan?" Yeji terdiam. Bingung harus menjawab apa.

"Abang tuh orang baik, ngga kaya Jeno, nakal. Abang ngga pernah kena marah sama orang orang di rumah. Abang selalu dapat pujian. Abang selalu bagi bagi buat Jeno sama adek. Abang juga sering beliin kita nasi sama tempe di warung depan malem malem waktu bubu sama kakak kerja. Abang selalu marahin Jeno kalau Jeno salah. Tapi Abang selalu ngga terima kalau ada orang orang yang marah sama Jeno. Abang sama Jeno deket banget, kita kemana mana bareng, Jeno nakal, Jeno jelek, tapi Abang orang baik. Orang orang selalu senang kalau ada Abang. Tapi Jeno sayang Abang, gimana dong? Abang kalau pulang pasti bawa coklat karena Jeno suka. Dia sering kena omel mama karena pulang telat padahal buat beliin Jeno coklat. Jadi, yeji, Abang kalau mati masuk surga kan? Dia bakal baik baik disana kan? Yeji, ayo jawab" yeji merapatkan bibirnya kembali, air matanya kembali turun begitu dengan deras. Jeno nya kembali terpuruk. Jeno nya kembali berada di posisi terendah. Tapi Jeno tidak menunjukkan hal itu di hadapan yang lain. Jeno memendamnya lagi. Membiarkan pikiran buruk memenuhi isi kepalanya setiap hari.

"Jeno juga orang baik" jawab yeji sebisanya. Dia bingung harus merespon apa, sungguh. Dia takut suaminya semakin terpuruk karena ucapannya.

"Jeno, udah malem. Tidur yuk, besok Jeno harus liat Abang" ujar yeji sambil mengusap usap rambut hitam milik jeno. Jeno mengangguk. "Iya, sebelum Abang mati"

Yeji terdiam, air matanya masih turun begitu jelas. Dia tidak tega melihat suaminya seperti ini. "Yeji, tolong usir mereka, ya. Jeno mau tidur, tapi mereka tidak mau diam" yeji terdiam namun memeluk Jeno lebih erat. Membiarkan Jeno nyaman pada pelukannya dan tertidur dengan lelap. Benar saja, tak butuh waktu lama Jeno terlelap karena tubuhnya yang benar benar kelelahan.  Yeji menghapus air mata yang sedari tadi tidak berhenti turun, ia kemudian mengecup kening Jeno yang sepertinya sudah pulas. Semoga mimpi mimpi buruknya tidak menghantui dirinya kembali.


"Yang kuat ya, Superman nya si kembar"


======================================

Terima kasih telah membaca, jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ❤️

ROYALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang