Happy reading!
satu hal yang membuat yeji jatuh cinta kepada sang suami adalah hidung mancung nya yang begitu indah serta sepaket mata yang tersenyum layaknya bulan sabit dan menghilang seperti miliknya.
Seperti sekarang, yeji tengah berbaring miring menyaksikan suaminya yang tengah duduk di ranjang dengan laptop di pangkuannya sementara mulutnya tengah berbincang dengan seseorang di telepon.
"Oke kak, maaf Jeno ganggu malam malam tapi Jeno butuh bantuan kakak. Salam ya buat suami sama anak kakak" tutup Jeno
Yeji masih menatap wajah jeno, meneliti ekspresi yang ditampakkan oleh pria tampan yang sekarang tengah memakai kacamata miliknya. Jemarinya mengetik cepat. Alisnya sesekali mengerut sementara bibirnya maju sedikit.
Menyadari ada yang menatapnya sedari tadi, Jeno menoleh. "Kenapa, sayang? Butuh sesuatu?" Ujar Jeno sambil mengacak rambut yeji. Yeji menggelengkan kepalanya. Pipinya yang sekarang semakin chubby pun terhimpit.
"Engga. Cuma mau liat kamu aja" jawab yeji jujur sebelum memejamkan matanya sembari menikmati usapan dari Jeno.
"Ini gemes banget sih pipinya, aku gigit ya?" Yeji menyingkir begitu Jeno hendak meraih pipinya. Menepis pelan wajah tampan suaminya. "Ngga boleh gigit gigit" jeno hanya tertawa terbahak-bahak.
Ia kemudian kembali duduk di tempatnya lengkap dengan laptop miliknya. Walau tangan kirinya mengusap-usap rambut yeji yang masih berbaring miring menghadap dirinya.
"mas"
"Hm?"
"aku mau diet ah habis melahirkan" ujar yeji tiba tiba.
"tumben kamu mau diet, perasaan dari dulu kamu anti banget sama yang namanya diet" jawab Jeno. Yeji memajukan bibir nya.
"Gimana ngga diet, ini aku naik hampir dua puluh lima kilo, gendut banget sumpah kaya apa. Kotak kotak diperutku udah hilang, Jen" ujar yeji mengeluh mengenai berat badannya yang naik sebanyak 24 kilogram, ketika dia berjalan rasanya aneh sekali. Bahkan kotak pada perutnya akibat olahraga pun sudah menghilang entah kemana digantikan perutnya yang buncit.
"jangan diet ah, yang. Kamu lagi menyusui. Olahraga aja. Nanti aku ajakin kamu olahraga sampai mampus asal jangan diet ngurangin makan. Kasihan mereka nanti" Jeno menolak ujaran yeji untuk diet. Karena istrinya jika sudah melakukan diet, pasti akan sangat ketat dan berakhir dia juga kena korban untuk makan sayur. Jeno tidak suka sayur, sungguh apalagi tomat dan wortel, baginya itu sama seperti makanan kelinci.
"kaya kamu mau, kan kamu sibuk" Jeno hanya tertawa kecil "iya, besok besok aku sering-sering di rumah deh"
Yeji hanya mengangkat bahu. Mau Jeno ada di rumah tau tidak, asalkan yeji tahu Jeno pergi kemana, yeji tidak mempermasalahkan. Paling jauh juga ke klub malam bersama Jaemin.
"Kamu lagi ngapain sih? Sibuk banget dari tadi. Nyalain laptop, nelpon orang, matiin lagi. Gitu aja terus" Jeno hanya tertawa menanggapi pertanyaan yeji.
"Lagi nyari orang tapi ngga ketemu. Aku pusing" keluh Jeno. Yeji mengerutkan keningnya kemudian bangkit dari tidurannya dan mendekati Jeno. Kepalanya ia sandarkan di bahu suaminya, menyaksikan deretan huruf yang tertulis di laptop milik suaminya.
"Aku ngga paham itu apa" komentarnya begitu melihat huruf huruf pada laptop jeno. Jeno hanya tertawa. "Iya, kamu ngga harus paham engga papa kok sayang. Bukan kewajiban kamu" yeji hanya berkedip kemudian menyengir.
"Itu, buku apa?" Ujar yeji sambil menunjuk sebuah buku di sisi Jeno.
"Oh ini. Diary nya bubu. Mau liat?" Jeno menawarkan. Yeji menatap Jeno ragu. Mau bagaimanapun ini sama seperti membongkar rahasia keluarga Jeno.
"Boleh?" Tanya yeji ragu. Jeno tersenyum, menganggukkan kepalanya kemudian memberikan diary tersebut kepada istirahat.
"kenapa engga? Kamu istri aku,kok. Bukan orang asing bagi aku" yeji sedikit sangsi menatap Jeno namun tangannya tetap menarik buku yang Jeno berikan. "Jangan protes kalau nanti aku banyak tanya, ya!" Jeno tertawa kemudian mengecup kening sang istri. "Iya"
Dengan bersandar pada dada Jeno yang sekarang sudah menutup laptopnya, yeji membuka pelan buku bersampul tebal itu.
"Ini kak jaehyun? Lucu banget lesung pipinya" puji yeji saat melihat foto kecil jaehyun. Jeno hanya menarik yeji ke pelukannya lebih erat. Mengecup puncak kepalanya, emosinya benar benar campur aduk ketika buku itu dibaca, dan satu satunya orang yang bisa meredakan emosinya ya orang yang sekarang berada dalam pelukannya.
"mata kamu hilang" yeji berujar. Jeno hanya berdehem. Apalagi ketika yeji sudah terdiam dalam bacaannya.
"sayang, ini ngga apa apa aku baca ini?" Yeji berkata hati hati saat sudah membaca bagian bagian sensitif. Jeno yang sudah mengeraskan rahang nya hanya menganggukkan kepalanya. "Ngga apa-apa. Biar kamu tahu sebenarnya apa yang sedang aku lakuin" walau Jeno tengah menahan emosinya, tangannya masih mengusap lembut perut yeji dan sesekali mencium kepala sang istri.
Yeji membaca buku itu dengan perlahan, mencoba mendalami apa yang tertulis dengan tulisan tangan dari kakak sulung dari suaminya hingga tanpa sadar air matanya ikut turun.
"Dia hebat" kalimat pertama yang keluar dari yeji begitu selesai membaca. Ia cepat-cepat menghapus air matanya. Jeno tersenyum tipis. "Yes. He is"
"Aku ngga bisa ngebayangin anak sekecil itu udah ngalamin pelecehan. It hurts, mas. Itu pasti sakit banget dan bikin trauma" ujar yeji.
"itu yang ngebuat aku ngga mau punya anak, sayang. Aku takut. Aku takut kaya bajingan itu. Aku takut suatu saat nanti aku nyakitin anak anak. Aku ngga mau sampai itu terjadi" Jeno mengutarakan ketakutannya selama ini. Rasa takutnya kepada anak bukan karena dia akan bertindak nantinya, tapi bayang bayang masa lalu membuatnya ketakutan. Padahal dia sendiri tidak seperti itu.
Yeji kemudian memeluk suaminya erat.
"Maaf, maafin aku" Jeno berbisik kepada yeji, ucapan mandul bukan lagi kata yang asing bagi keduanya karena tidak memiliki anak. Jeno merasa bersalah karena yeji harus mendengarkan omongan orang yang terlampau tajam. Ini semua salah Jeno.
"Hei, jangan minta maaf. Aku ngerti kok. Aku juga ngga mau buru-buru punya anak kan waktu itu? Aku juga takut ngga bisa didik anak kita nantinya, apalagi aku masih suka marah marah dan ngambekan ngga jelas. Jadi bukan salah kamu, kok. Lagipula sebentar lagi mereka bakal lahir di dunia. Ngga ada yang perlu disalahkan" ujar yeji mengusap usap punggung Jeno yang memeluknya erat. Wajah Jeno bersembunyi di leher yeji. Dalam hati ia mengucapkan syukur bahwa Tuhan menciptakan yeji sebagai istrinya.
"Oh iya, kamu udah sampai mana? Udah selesai pekerjaannya?" Tanya yeji. Jeno mengangguk.
"Udah, jasadnya udah bisa dimakamin lagi. Hasil nya besok keluar dan tinggal jaemin yang harus berburu nanti" ujar Jeno. Yeji mengangguk kemudian memberikan buku itu kembali kepada Jeno. Namun belum sempat buku itu kembali kepada pemiliknya, selembar kertas terjauh.
"eh?" Jeno menoleh begitu sebuah foto yang terjatuh. Foto tersebut sudah usang dimakan rayap. Dengan taeyong dan seorang pria yang tidak terlihat wajahnya karena bagian tersebut sudah terpotong. Tulisan pada belakangnya adalah 'selamat wisuda, kakak. Besok tahun depan taeyong yang pake almamater yang sama kaya kakak'
Jeno terdiam sebentar menatap istrinya yang kebingungan membolak balik foto yang tidak ia sadari semenjak membuka buku itu. Jeno tersentak kaget sebelum beranjak memeluk sang istri lebih erat dan menciumi seluruh wajahnya.
"Makasih sayang, makasih banget" ujar Jeno sambil mencium wajah yeji yang menatap Jeno bingung.
"makasih? Iya sama sama" ujarnya kebingungan.
"Aku sayang banget sama kamu, makasih" ujar Jeno. Yeji yang tidak tahu apa apa hanya menganggukkan kepalanya polos. "Iya, aku juga sayang sama kamu"
dug
Mereka berdua saling pandang. Jeno tersenyum.
"iya, papa juga sayang kalian juga"
========================================
Terima kasih telah membaca, jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYALS
Fanfiction; royals means belonging or connected to a king or queen or a member of their family Menceritakan 4 bersaudara yang berhasil menjalankan hidup mereka sampai di titik dimana mereka bertemu dengan masa lalu. Masa kelam yang membuat mereka kehilangan...