"Aku sudah terbiasa sendiri, bertahan dengan kedua tangan. Tetapi kau hadir seolah, kau dapat menyembuhkan lara." Eline Herzone.
*****
Alex membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan Eline. "Benci dan cinta itu beda tipis Amour!" Alex menatap gadisnya lamat-lamat, mematri setiap jengkal pahatan maha karya Sang Dewi Afrodite.
Eline merasakan mual yang tak terkira. Dia membenci tatapan memuja pria di hadapannya! Di mata Eline tatapan itu sangat menjijikan membuat perutnya bergejolak. Dia tak suka di tatap begitu! Tetapi adakah pria di dataran Alaska yang tak akan menatap Eline begitu?
"Sungguh kau adalah duplikat Dewi Kecantikan." Alex kembali memuji. Sepertinya dia akan gila jika terus memandangi wajah gadisnya.
"Tutup mulut sialanmu itu bodoh!" Eline melemparkan tatapan tajam. Kesabarannya benar-benar diuji!
Alex menyeringai merasa suara Eline begitu menggoda. Maniknya jatuh menatap bibir ranum sang gadis, menyapu permukaannya, merasakan jika tangan Alex menyentuh bibir itu. Dia menggeram, merasakan sesuatu yang mendesak di bawah! Hasrat prianya selalu bangkit ketika melihat Eline marah. Oh, Dewi Bulan! Siksaan macam apa ini? "Bisakah sedikit saja kau mengasihaniku?"
Eline memicingkan mata. "Memangnya orang sepertimu pantas dikasihani?" Dia mencibir.
Alex tak menjawab. Dia menegakan tubuh sambil mengacak rambut prustasi.
"Morning!" Reytasya berseru hangat. Gadis itu berjalan berlenggak-lenggok melangkah masuk menghampiri ke-dua orang yang sedang menatapnya. "Apakah pagimu bahagia?" Reytasya bertanya pada Alex. Putra Emmy itu terlihat acak-acakan dengan kantung mata percis panda.
"Aku membutuhkan adikmu." Alex menjawab lesu. Manik coklat itu menatap malas Reytasya.
Eline mengalihkan pandangan ke-arah segerombolan orang yang berdiri di luar, seperti orang yang menguping, dan seperti para pengecut. Ah! Manusia.
Reytasya berdiri di antara Eline dan Alex. Dia menyunggingkan senyum mengejek. "Jadilah kekasihku! Aku akan memuaskanmu setiap saat." Reytasya memberi tawaran.
"Sepertinya kau sudah gila!" Alex menggeleng tak habis pikir dan berjalan keluar.
Tepat ketika Alex keluar, segerombolan orang yang berdiri di depan kelas langsung berhambur masuk.
Eline dan Reytasya kompak menoleh ke-arah orang-orang itu. Mereka berdua melemparkan tatapan mencemooh. Orang-orang yang ditatap begitu hanya mampu diam dan seolah-olah tak mengetahui. Kakak beradik yang memiliki kecantikan tak dapat dinalar, sama-sama membenci makhluk yang tak memiliki kekuatan tetapi begitu tamak. Bagi mereka dan bangsanya, makhluk seperti itu hanya akan merepotkan.
"Priamu tampak menyedihkan," Reytasya menatap Eline yang tak bereaksi apa-apa. Dia mendengus dan berjalan ke-arah belakang, melewati sang adik begitu saja.
Sepeninggal Reytasya Diam-diam Eline berjalan keluar kelas. Dia tak tertarik mengikuti matkul pagi ini. Kaki-kakinya melangkah begitu ringan.
Brian yang baru keluar dari toilet melihat keberadaan Eline. Gadis itu berjalan di lorong kampus dengan santay seolah tak akan ada dosen yang memergoki. Rencananya hari ini dia tak akan membolos tetapi melihat Eline yang berjalan seorang diri membuat Brian mengubah arah. Dia mengikuti gadis itu secara terang-terangan, Tak seperti kemarin-kemarin. "Mau kemana?"
Eline melirik malas pria di sampingnya. "Kau tidak menguntitku?"
Brian terkekeh. Dia memelankan langkah menyamai langkah Eline. "Kau selalu tahu ketika aku mengikutimu. Lalu untuk apa lagi aku melakukan itu?" Brian menatap wajah Eline dari samping. "Ternyata lebih menyenangkan berjalan di sisimu."
Eline berdecak malas. "Aku tak membutuhkanmu!" Eline berkata ketus. Dia mempercepat langkah, malas sekali jika harus berbicara lebih lama dengan pria di sampingnya.
Brian terkekeh kembali, merasa lucu dengan tingkah Eline. "Tetapi aku membutuhkanmu."
"Aku sedang tak ingin menolong orang." Eline menjawab. Dia berbelok dan pria di sampingnya juga ikut berbelok.
"Tak usah menolongku. Cukup biarkan aku berada di sisimu."
Hampir saja Eline mengeluarkan isi dari dalam perutnya. Dia alergi dengan kata-kata semacam itu! "Jangan mengikutiku!"
"Aku ingin mengikutimu."
Eline melotot, menghentikan langkah tepat di persimpangan. "Aku ingin ke-toilet. Apa kau juga ingin mengikutiku?"
"Lawan bicaramu itu di samping, bukan di depan." Brian merasa keberatan, mengabaikan pertanyaan gadis itu.
Eline mendengus. Sekarang, pria gila itu berdiri tepat di hadapannya. "Kau menghalangi pandanganku." Eline memperotes.
Brian tersenyum geli, tak perlu menunduk untuk menatap wajah masam Eline. "Kau cukup tinggi ternyata."
Eline menatap tajam pria di hadapannya. "Mengapa kau selalu menjawab hal yang tidak kutanyakan?"
Brian mengangkat pundak acuh. "Mengapa kau selalu terlihat tidak menyukai kehadiranku?" Brian menatap manik hitam di hadapannya, mencoba menyelami seberapa dalam dan kelam si pemiliknya.
"Aku membenci semua pria! Aku tidak menyukai kehadiran pria di sisiku! Jadi, tolong jangan pernah berdiri di sisiku!"
Brian menyeringai dengan mata yang memicing membentuk bulan sabit. "Ah! Membenci pria? Lalu mengapa kau bisa berpacaran dengan Alex?"
Eline mengetatkan rahang, merasa sudah berada di ambang kesabaran. "Berhenti! Sebelum aku benar-benar marah!" Eline memperingati.
Brian tergelak. "Memangnya kau bisa marah?"
Tangan Eline terangkat, siap memberikan pelajaran pada pria gila di hadapannya, tetapi urung karena kehadiran seseorang.
Brian semakin tergelak.
Eline tak perlu menoleh. Dia tahu siapa orang yang berani menahannya! Selalu saja memperingati, menggagalkan segala kemarahan Eline. Tetapi, terkadang orang itu sendiri yang memancingnya.
Alex melemparkan tatapan peringatan kepada pria di hadapannya. Serigala itu mengusik miliknya dan dia tak suka! Tetapi melihat manik violet gadisnya, dia harus berbuat sesuatu. "Hentikan Amour!" Alex berbisik lembut.
Eline menyentak tangannya yang di genggam Alex.
"Romantis sekali." Brian berkomentar.
"Dasar pria-pria bodoh!" Eline mendengus dan berlalu pergi.
Alex melipat tangan. Dia tak suka ada bangsa serigala yang bermain-main dengan miliknya. Sampai kapanpun Eline hanya miliknya! Ya, miliknya. "Ada urusan apa kau dengan Eline?"
Brian mengangkat alis dengan Senyum yang tak pernah luntur. "Bukan urusanmu!"
****
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...