Bab 79

96 7 0
                                    

'Untuk sesuatu yang datang dan pergi. Aku kira, dia, si kecil yang akan hadir sebagai pengganti lara mampu membawamu kembali'

****

Detik, menit, jam hingga hari sudah terlewat namun tanda-tanda asap akan mereda belum juga terlihat.

Sedangkan keadaan di sekitar percis tanah terkutuk. Apapun yang melintas di daerah yang terkena ledakan seketika terpanggang dan berubah menjadi asap hitam. Udara yang tercemar semakin meluas dan memberi dampak penyakit mematikan.

Titik pusat dunia bawah yang disebut Ibu Kota Asarlot berubah menjadi kota mati. Sebagian gedung yang dulunya berfungsi sebagai tempat pemerintahan rubuh, puing-puing materialnya berserakan memenuhi jalan.

Permukiman penduduk yang berada tidak jauh dari Ibu Kota juga terlihat lengang. Rumah-rumah bernuansa moderen masih berdiri kokoh, membisu, menyimpan jutaan misteri yang terjadi beberapa hari lalu.

Lalu dimana, kah? Para penduduk elit milik dunia bawah? Apa mereka juga ikut lenyap?

****

Ketika jutaan orang memilih menghindar dari asap yang seolah menyanyikan lagu kematian, sesosok nenek tua bertubuh bungkuk malah berjalan tersook-sook mendekati tempat perkara.

Tempat yang tidak seorang pun tahu apa yang telah terjadi, siapa pelakunya, dan bagaimana orang-orang dapat lenyap dengan sekejap.

Entah apa misi nenek tua itu sampai dia rela berjalan beribu-ribu meter sendirian, tanpa beristirahat, tanpa mengeluh, dan tanpa menggunakan kekuatan. Ya, semua dilakukan dengan tangan kosong dan tenaga seadanya. Meskipun begitu, ada binar kesungguhan di dalam manik hitam yang menyorot layu.

Gemerincing lonceng dari gandul di kepala tengkorak berbunyi mengisi lengang. Semakin lemah ayunan sang nenek tua, semakin lemah pula bunyi yang terdengar.

Desir angin yang datang secara misterius menerbangkan sepotong kain usang. Semerbak harum yang berasal dari kain putih itu menarik perhatian nenek tua.

Untuk beberapa saat dia terdiam kaku, menatap tajam kain putih yang teronggok membisu tepat beberapa langkah di bawah kaki-nya.

"Siapa yang mengirim-nya untukku?"

Suara nenek tua itu terdengar kaget. Tetapi dia terlihat mantap saat berjalan mendekati kain yang seolah menari-nari bersama semilir angin malam.

"Aku harap apapun yang terjadi akan membawa kebaikan di masa depan." Perkataan itu seperti janji yang terlontar dari bibir sang pendamai. Sebuah gumaman tidak jelas, dilontarkan dengan intonasi biasa, dan seperti harapan kebanyakan orang. Lalu apakah itu akan menjamin nasib dunia bawah esok? Atau hanya sebuah perkataan biasa dari nenek tua yang lemah?

****

Beberapa jam telah berlalu dan akhirnya nenek tua sampai di tempat yang ditujunya.

Asap pekat yang terus mengepul menyebarkan bau tidak sedap. Asap itu menutup wilayah yang dahulunya adalah tempat berdiri kastil megah Asarlot.

Air bening yang mengalir membasahi pipi keriput nenek tua menetes. Cairan itu mengenai tanah hitam yang gersang di bawah, menimbulkan reaksi kecil yang tidak disadari sang nenek.

"Aku kira semesta tidak akan sekejam itu padamu."

Dahulu nenek tua itu memang bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang wanita yang dipercaya Dewa untuk segala keistimewaan. Melihat, berkunjung, bahkan menjalin sebuah hubungan dengan raja terdahulu tidak pernah terlintas sedikitpun.

Dia sudah bahagia hidup di wilayahnya dengan damai dan dengan segala rumor mengerikan. Tetapi semua mulai berubah, saat seorang pria muda yang tampan datang dengan mengemis.

Bermurah hati, menolong orang yang membutuhkan bukanlah sifat aslinya. Tetapi, pria itu terlalu keras kepala.

Ribuan hewan yang hidup di bawah perlindungannya harus mati dengan mengenaskan. Marah? Seharusnya dia marah! Tetapi nyatanya beribu-ribu tahun lalu, tanpa sengaja atau tidak. Dia sudah terikat dengan gadis yang sayangnya, memiliki hidup menyedihkan.

Dan sekarang. Dia datang, melanggar segala sumpah dan janji di masa lalu.

Nenek tua dengan manik hitamnya melangkah mantap, masuk ke-dalam kungkungan asap hitam, membiarkan tubuh rentanya tertelan kegelapan.

1

2

3

Tidak ada yang terjadi. Semua berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Langit yang terus menggelap tanpa bulan, tanpa bintang, tanpa apapun yang dapat memberikan cahaya.

Keadaan masih sama, hening, dingin, dan menyeramkan. Kesunyian ini terlalu aneh. Tetapi tidak ada seorang pun yang datang setelah nenek tua.

Entah bagaimana nasip nenek tua. Selamat atau tidak, tubuh tua itu belum terlihat kembali setelah hari yang cukup panjang kemarin.

Tetapi percikan api terlihat dari tengah-tengah asap yang berubah putih. Bau harum bunga lili tercium samar.

Sepuluh detik. Hanya sepuluh detik sebelum semuanya kembali seperti biasa.

Asap kembali hitam, percikan api kecil yang sempat hadir lenyap, bau tidak sedap mengisi penuh udara di sekitar seolah ada jutaan mayat hewan yang membusuk di dalam sana.

Hari demi hari sudah berganti. Semua terlewat dengan hening. Tidak ada perubahan atau keajaiban sekecil apapun.

Duaaar!

Ledakan yang sangat keras terdengar. Seolah gunung yang meletus, larfa panas mengalir, menutup tanah gersang, membuatnya terlihat merah menyala.

Uap-nya  panas sekali, menggolak, seolah berteriak 'mangsa! mangsa!'

Sepanjang mata memandang hanya terlihat wwarna merah. Asap yang sempat mengungkung lenyap tidak bersisa.

Duaaar!
Duaaar!

Duaaar!

***

Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang