"Misteri begitu pekat tetapi takdir seperti membukanya dikit demi dikit" Eline Herzone.
***
'
Aku hanya butuh udara segar.'
Reytasya yang dduduk di belakang menatap adiknya memicing. Ah, gadis nakal. Apa yang akan Eline perbuat? Belum puaskah gadis itu melihat Brian terluka? Jangan-jangan Eline berniat mengadu domba bangsa fampir dan serigala? Reytasya menggeleng cepat. Bukan, pasti bukan. Sekejam-kejamnya Eline, gadis itu tetaplah fampir. Adiknya tak akan mampu melibatkan orang yang tak bersalah, bukan?
'Jangan perhatikan aku begitu! Aku hanya ingin mencari udara segar, tidak ada niat lain."
Reytasya mendengus. Tak ada gunanya dia memperingati gadis nakal itu! Adiknya akan tetap melakukan apapun yang gadis itu inginkan.
Eline menunduk sopan. Dia mengabaikan tatapan tak suka dosen perontosnya. Dosen itu terlalu menjengkelkan dan membosankan. Wajah pria itu saja sangat tak enak di pandang. Bagaimana Eline akan betah berlama-lama? "Maaf Mr. Saya ingin buang air kecil. Bisakah Mr. Mengizinkan saya untuk ke-toilet?"
"Saya tidak mengizinkan." Pria perontos itu menjawab tegas.
Eline mengangkat wajah. Dengan berani gadis itu menatap tepat di mata sang dosen.
Semua orang yang melihat itu hanya mampu menelan salifa. Rasanya mereka ingin sekali mengatai Eline, berteriak-teriak dasar gadis bodoh, tak memiliki perasaan, dan perkataan kasar lainnya. Tetapi tak ada yang berani dengan gadis itu, bersitatap dengannya saja membuat kaki gemetar. Bagi mereka Eline lulus dengan tepat waktu atau tidak bukanlah masalah dan sepertinya mereka malah akan bersyukur atas itu. Tetapi ada satu masalah yang akan berimbas pada semua orang. Dosen tua yang selalu saja dibuat marah dengan Eline memiliki tingkat keadilan tinggi, maka dari itu satu orang yang salah, semuanya terkena hukuman. Mungkin bagi dua bersaudara itu tugas membuat makalah berdasarkan analisa dan observasi bukanlah hal yang sulit, kakak beradik itu lebih berminat mengapresiasi mahasiswi beasiswa ketimbang mengerjakannya sendiri..
"Tetapi saya sudah ingin buang air kecil Mr." Eline melemparkan tatapan protes. Bagaimana bisa tua bangka di hadapannya begitu tega?
Dosen berkepala prontos tetap menggeleng. Dia terlalu sering dibohongi Eline, mahasiswi yang namanya selalu menjadi perbincangan saat rapat.
"Ya sudah jika Mr. Tidak mengizinkan saya, saya akan tetap ketoilet." Eline memutuskan. Dia buru-buru membalikan tubuh dan melangkah keluar.
Dosen berkepala perontos menggebrak meja. Semua orang kompak tertunduk takut terkecuali salah satu mahasiswi yang duduk di barisan belakang. Ya, siapa lagi orang yang lancang selain kakak-beradik itu? Sang kakak hanya menatap malas dosen yang sedang mengamuk akibat ulah adiknya.
Dosen prontositu terus berceloteh, memberi nasehat, dan kadang-kadang sedikit memaki. Tampak begitu kesal dengan sikap Eline yang tak ada sopan santunnya sama sekali. Siapa yang tak akan darah tinggi menghadapi mahasiswi seperti Eline? Kalau ada sepertinya hanya orang tak waras!
****
Eline menghela nafas dengan kaki yang melangkah santay menghampiri bangku panjang di sisi taman. Gadis itu meletakan bokongnya ringan berharap dalam hati semoga tak akan ada yang mengganggunya di sini. Alex? Ah, sepertinya dia belum bertemu pria itu. Terakhir mereka bertemu memberikan kesan yang tak mengenakan.
Eh. Memangnya sejak kapan Eline memberikan kesan yang mengenakan untuk pria itu? Pertemuan mereka selalu saja tak enak diingat. Apakah Alex senang mengingatnya? Sepertinya tidak!
"Permisi."
Eline mengerjap saat sepasang kaki yang dibalut sepatu sport sedang menghadap kearahnya. Entah dorongan dari mana rasanya dia ingin sekali melihat wajah dari si pemilik suara bass yang belum lama menyapa indra pendengarannya. Eline mengangkat wajah. Jaket berbulu yang tampak hangat membalut tubuh besar itu. Dia semakin menaikan pandangan, tersenyum ramah saat senyum hangat pria tampan menyambut. Eline terpaku beberapa detik. Rasanya dia ingin sekali membelai wajah itu menikmati betapa indah ciptaan sang dewi.
"Bisakah saya duduk di samping nona?"
Untuk pertama kali setelah beberapa ratus tahun Eline menunjukan senyum ramahnya pada orang asing. Dia menggeser tubuhnya mempersilahkan pria asing itu untuk duduk.
"Maaf jika saya boleh tahu, apa yang nona lakukan di sini?"
Eline merasa ada yang tak wajar dari tubuhnya. Suara indah itu, ingin sekali dia mendengarnya kembali. Ah, sepertinya kepala sialan ini juga ingin menoleh, menatap wajah tampan pria di sampingnya lamat-lamat.
"Apakah kehadiran saya mengganggu?"
Eline menoleh, tak sengaja maniknya bertubrukan dengan manik pria di sampingnya. Dia tertegun melihat manik merah yang sempat hadir walau sebentar. Eline yakin dia tak salah liat. Manik merah itu begitu familiar tetapi dia lupa pernah melihatnya dimana.
"Apakah nona baik-baik saja?"
Eline tersenyum canggung. "Aku baik-baik saja." Dia masih tersenyum, sedikit merasa aneh dengan reaksi tubuhnya.
"Apa ada yang salah?" Pria itu bertanya dengan alis berkerut bingung.
Eline menutup mulutnya dengan telapak tangan. Apakah mentari begitu dekat? Ah, itu sangat indah. "Apakah itu benar-benar warna rambutmu?"
Pria asing itu terkekeh. Begitu menyenangkan terdengar di telinga Eline. "Ya. Dari kecil rambutku memang memiliki warna yang khas."
Eline menatap pria di hadapannya antusias, tak sadar maniknya berubah membuat pria asing itu tersenyum misterius. "Bagaimana rambutmu bisa seindah itu?" Dia bertanya dengan mata yang berbinar seolah baru saja mendapatkan mainan..
"Apakah nona menginginkan warna rambut seperti saya?" Pria itu menampilkan raut sedih ketika mendapatkan anggukan semangat Sang Ametis. "Tetapi entah mengapa saya tidak menyukai warna itu."
Eline mencebik kesal. Dia tak menyukai perkataan pria asing di hadapannya. "Kau tahu? Warna rambutmu itu sangat indah. Seperti mentari di musim semi dan menghangatkan seperti sinar rembulan."
Pria itu mengulum senyum. "Nona bisa saja."
***
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...