Bab 21

1.3K 81 25
                                    

"Pada awalnya semua terlihat baik-baik saja. Bahkan saya sempat terbuai pada kebahagiaan yang semu. Tetapi sekarang saya tahu, sejatinya kebahagiaan akan datang setelah kesakitan." Eline Herzone.

Di salah satu ruangan, di tempat ternyaman bagi Brian terlihat begitu kacau dengan buku yang berserakan dimana-mana. Sedangkan penghuninya masih sibuk berkutat dengan salah satu buku tebal di sudut ruangan. Titik yang paling berantakan diantara titik lainnya.

Brian mendesah merasa lelah. Kaca mata yang digunakan pria itu sudah turun sampai keujung hidung. Mengapa susah sekali mencari prihal Ametis? Semua buku yang ada di perpustakaan kediamannya sudah dia baca bahkan sampai berulang-ulang, tetapi satupum tak ada yang membahas tentang kekuatan Ametis ataupun keturunannya. "Eline." Gadis yang menawan ternyata adalah salah satu orang yang amat dikaguminya. Gadis yang terkenal dingin di kampus adalah salah satu pemegang kekuatan Ametis.

'Adik bodoh!'

Brian mendengus mendengar mindlink dari kakaknya. Sampai kapankah tua bangka itu tak mengusiknya?

'Di mana kau?'

'Aku sedang sibuk'

Steven hanya akan merepotkan Brian. Pria itu pasti akan berteriak-tteriak mengomentari kamarnya, hal yang tak disukai Brian.

'Ada yang ingin kukatakan.'

Baru saja maidling itu terdengar kakaknya sudah membuka pintu. Brian menatap malas Steven yang tanpa permisi masuk. Mengapa kakaknya itu sangat tak tahu sopan santun? Beratus-ratus tahun mengenyam bangku pendidikan tak membuat prilaku pria itu berubah! Apakah darah Rayon begitu mengalir deras di tubuh Steven?

Manik biru Steven menatap kearah meja di sudut ruangan. Di sana adiknya terduduk lesu dengan buku di atas pangkuan. Kondisi yang selalu dilihatnya saat bocah ingusan itu sedang mencari jawaban dari seonggok buku.

Brian menaikan satu alisnya merasa tersinggung dengan tatapan menilai kakaknya. Tangan pria itu tergerak menutup buku dengan sampul bergambar kerajaan kuno. Kerajaan dimana sang Ametis sekarang berasal.

Steven melangkah semakin masuk mengabaikan tatapan tak bersahabat adiknya. Dia berhenti di tengah-tengah ruangan dengan tatapan yang menyapu sekeliling. Buku-buku tebal tampak berserakan dimana-mana, di atas meja, di atas tempat tidur, bahkan di atas karpet yang dipijakinya penuh dengan buku dan buku. Berkali-kali Steven melihat keadaan seperti ini, tetapi entah mengapa rasanya selalu saja kaget dan tak habis pikir. "Kau itu mencari apa?" Steven bertanya. Dia membungkuk meraih buku di samping kakinya. "Kekuatan fampir?" Pria itu membaca judul buku di dalam genggamannya.

"Bisakah kau permisi terlebih dulu?" Brian bertanya ketus mengabaikan pertanyaan sang kakak. Tangan kanannya bergerak memijat pangkal hidung.

Steven melangkah mendekati adiknya. Manik biru itu memindai setiap buku yang tergeletak di atas meja.

"Sepertinya kau sangat penasaran dengan fampir?" Steven duduk di samping adiknya. "Adakah yang bisa kubantu?"

"Tidak ada. Jadi lebih baik kau keluar!" Brian menjawab cepat. Tangannya masih sibuk menekan-nekan pangkal hidung yang berdenyut sakit.

Steven mengangkat pundak acuh. Dia membuka sampul buku yang tergeletak manis dalam pangkuan. Sampul buku itu menampilkan penyihir legendaris yang sangat disegani di dunia imortal, penyihir berelemen angin yang berasal dari bangsa fampir.

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang