Bab 10

2.3K 112 22
                                    

"Jangan membuat semua tampak runyam! Aku sudah mengikhlaskannya, membiarkannya memilih kebahagiaan, tetapi mengapa takdir seperti memainkanku?" Reytasya Herzone.

****

Lagi-lagi semua mahasiswi yang melihat pemandangan itu hanya mampu menelan salifa. Mengapa mereka sangat tampan? Seolah-olah di datangkan Dewa dari tempat yang jauh. Patung Dewa ares tampak menjadi simbol kekuatan dan kegagahan dua pria di bawahnya.

Brian membiarkan hanya kaos dalam saja yang membalut tubuh. Sepertinya perkelahian kali ini akan menguras banyak tenaga.

Alex tersenyum senangmerasa mendapatkan mainan baru. Bayi serigala itu mengiyakan ajakannya secara tak langsung.

Brian mengambil inisiatif menyerang duluan, tetapi bukan Alex jika sulit menghindar.

Tukang kebun yang melihat perkelahian tanpak sengit, mengusap wajah kasar. Mengapa banyaknya orang yang melihat perkelahian itu hanya memilih menonton? Memangnya ini di area tinju?

Brian tak mau kalah. Sekarang emosinya benar-benar tersulut! Semua pukulan sudah dia layangkan tetapi mengapa Alex tampak mudah sekali menangkis dan menghindar?

Putra Emmy masih tersenyum sangat lebar hingga membuat matanya menyipit. Alex sudah lama bergabung di organisasi imortal melawan banyak makhluk-makhluk hebat berkekuatan dasyat, mengemban tugas yang luar biasa. Itu semua dimulai sejak belia, di saat anak-anak manusia seumurannya hanya memikirkan main berlarian sana-sini mengejar teman-teman untuk menggantikan peran, bersembunyi lalu berhitung. Melawan Brian si bayi Carl sangat mudah, sama saja seperti menghadapi seekor hewan di dunia manusia.

"Dasar vampir merepotkan!" Brian menggerutu dan menambah kecepatan serangan.

****

Eline menatap kosong papan tulis di depan. Suara menjijikan yang diciptakan Reytasya sedikit mengganggu tetapi dia sedang malas berbuat sesuatu.

"Sayang." Reytasya mendesah di sela-sela ciuman mereka.

Pria dengan kaca mata menggeram. Tangannya meremas pinggang sang kekasih. "Aku sudah tidak tahan. Bisakah kita bermain sekarang?"

Gadis dengan pakaian kekecilan melepaskan ciuman itu sepihak. Ibu jarinya mengelap air liur yang membasahi bibir pria di hadapannya, bergerak sensual, sedikit menggoda. "Nanti malam aku ke-rumahmu,"

Pria dengan kaca mata mengerucutkan bibir, merasa keberatan. "Aku meninginkanmu sekarang!"

Reytasya mengecup bibir kekasihnya kilat dan mengulas senyum. Dia menangkap kabut di manik hitam prianya. "Kau harus pergi ke-kelasmu! Aku masih ada urusan dengan Eline."

"Tetapi ... "

"Tidak ada tapi-tapian, Sayang!"

Pria itu terdiam beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk patuh. "It's okay."

Reytasya bangkit berdiri dan berjalan lebih dulu ke-arah pintu.

"Bye Honey." Pria dengan kaca mata menatap Reytasya hangat sambil mengacak-ngacak rambut kekasihnya dan berlalu menjauh.

Dengusan Reytasya mengalun begitu saja. Setelah memastikan pria bodoh itu sudah tak nampak, dia langsung menghampiri Eline. "Apa yang kau pikirkan?"

Eline melirik sekilas Reytasya yang berdiri di samping. "Tidak ada."

"Dari tatapanmu kau seperti orang yang sedang memikul beban berat saja." Reytasya meletakan bokong di kursi kosong samping Eline.

"Sepertinya aku sedang memikirkan hidup." Eline menjawab sekenanya. Dia rasa pikirannya sedang kemana-mana sekarang, seperti ada yang mengganggu tetapi tak tahu apa.

Reytasya tergelak yang membuat semua orang di dalam kelas menatap ke-arahnya kecuali Eline. Gadis itu masih enggan berpaling dari papan tulis putih. "Sejak kapan kau memikirkan hidup? Bukannya yang ada di otakmu hanya bersenang-senang?" Reytasya mencibir.

Eline mengangkat pundak acuh. Dia juga tak tahu sejak kapan otaknya memikirkan hal semacam itu?

"Apa karena Alex?"

Eline mengangkat pundak kembali. Alex? Rasanya begitu aneh dia memikirkan Alex. Ya! Eline sedang tidak memikirkan pria itu.

Bisik-bisik dari mahasiswi yang duduk di belakang menarik atensi Reytasya untuk menyimak.

"Iya pria tertampan yang waktu itu!"

"Seriusan kau?"

"Benar tadi aku melihatnya sendiri."

"Mengapa mereka berkelahi?"

"Aku juga tidak tahu. Tetapi aku melihat langsung tubuh-tubuh indah itu, bahkan ada beberapa orang yang mengabadikannya."

Reytasya mengerenyitkan alis. Dia menoleh ke-belakang.

Ke-empat mahasiswi yang merasa diperhatikan kompak terdiam.

"Siapa yang kau maksud tadi?" Reytasya bertanya pada mahasiswi berambut merah yang takut-takut melihat ke-arahnya.

"Aku tidak tahu namanya."

Reytasya berdecak. Manik hitamnya menyorot dingin, tak sama sekali beramah-tamah. "Ciri-cirinya?"

Eline memutar bola mata jengah. Dia mendengar jelas apa yang ditanyakan sang kakak, bingung dengan apa yang ada di dalam otak Reytasya. Untuk apa menanyakan hal yang tak penting?

Mahasiswi berambut merah mengangguk semangat. Mendeskripsikan pria-pria tampan adalah keahlian gadis itu. Dia bisa langsung menghapal wajah pria tampan dengan sekali lihat. "Yang satu kulitnya sangat putih, memiliki manik coklat secoklat madu, dan sangat tampan."

Reytasya mengerejap beberapa kali. Coklat madu? Sepertinya dia tahu siapa yang dimaksud. Tetapi untuk apa dan dengan siapa pria itu berkelahi?

"Aku sering melihatnya berkunjung kemari." Gadis berambut merah takut-takut melirik ke-arah Eline. Tetapi gadis yang diperhatikan hanya terdiam menatap lurus tak sama sekali berminat menimbrung, apa lagi ikut bertanya.

Reytasya mengepalkan tangan. "Bisakah kau berkata yang cepat?"

Ke-tiga mahasiswi yang sedang menyimak tanpak bergetar menangkap suara tak bersahabat gadis di hadapan mereka. Sedangkan si rambut merah tertunduk takut. Kakak beradik itu terkenal dengan kebengisannya, suara jutek, wajah dingin, dan sikap acuh.

Bayangan kedua gadis yang menyiksa salah satu mahasiswi di dalam toilet, menari-nari di ingatan gadis berambut merah. Memang salah si mahasiswi yang melabrak Eline karena kekasihnya menyukai gadis itu! Tetapi perbuatan sadis kakak beradik tak dapat dibenarkan, sampai membuat mahasiswi itu memutuskan keluar dari kampus karena teroma.

"Ayo sebutkan ciri-ciri orang yang bertengkar dengan pria itu!" Reytasya mendesak.

Gadis berambut merah mengangguk kecil dengan tubuh yang sedikit bergetar. "Pria itu berkulit coklat eksotis, berambut merah, dan sama-sama memiliki tubuh besar ... " Dia menjeda perkataannya. "Aku hanya pernah melihatnya beberapa kali di lorong. Jadi aku kurang mengetahui ciri fisik pria itu."

Reytasya tak berkata apa-apa lagi. Dia menoleh menghadap Eline dengan kening yang mengerut. "Apa kau tahu siapa yang berkelahi dengan Alex?"

****

Sudah direfisi! Koment jika ada typo atau kesalahan yang menyempil.

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang