Alon dan Rei memutuskan untuk mengikuti Eline menghampiri orang tua mereka. Tangisan sang ibu sedikit menyayat hati kedua putra Geosentris. Zela sudah terlalu banyak berkorban. Wanita itu tak pantas menangis dan bersedih kembali.
Alex menyikut lengan Brian.
"Ada apa sih?" Brian berkata ketus masih enggan menoleh. Adegan yang berputar di depannya membuat perasaan manusia pria itu terguncang.
"Apa kita tidak menyusul kedua kakak Eline saja?" Alex bertanya merasa canggung. Pasalnya mereka terlihat seperti orang bodoh yang tak memiliki kepentingan apapun.
"Kita hanya akan mengganggu keluarga itu."
Alex mengerucutkan bibir. Ya, dia akan bertugas sebagai perajurit penjaga pintu untuk beberapa jam kedepan.
Selangkah lagi Eline sampai. Hanya perlu menaiki beberapa anak tangga untuk dapat memeluk kedua orang tuanya tetapi gadis itu hanya terdiam.
Reytasya dengan manik magentanya yang berbinar berlari memeluk sang adik. "Kau kemana saja?" Dia menumpahkan tangisannya dalam pundak Eline, mengeluarkan perasaan khawatir yang dibendungnya sejak tadi.
Para petinggi kerajaan yang sendari tadi memperhatikan gerak-gerik Ametis menahan nafas. Mereka khawatir pada putri pertama Geosentris. Apakah seorang monster dapat diberi kasih sayang?
"Mohon izin Raja." Salah seorang bangsawan yang duduk di kursi pertama mengangkat tangan kanan dan bangkit dari duduknya.
Semua atensi beralih pada pria paruhbaya yang memakai atribut lengkap kerajaan. Dari pakaian yang dikenakan Alex dan Brian tahu pria itu memegang jabatan penting di Geosentris.
Reytasya masih memeluk adiknya erat seolah tak akan ada lagi hari esok. "Mengapa kau suka sekali berbuat sesuatu tanpa berdiskusi terlebih dahulu padaku?" Dia berbisik lirih tetapi Eline hanya bergeming. "Apa aku tak penting dalam hidupmu?"
Alaric mengangguk mempersilahkan perdana mentri Geosentris untuk mengeluarkan suaranya.
"Mohon ampun Raja. Apa sebaiknya Putri Reytasya jangan terlalu dekat dengan monster."
Perkataan perdana mentri mendapatkan anggukan setuju dari beberapa petinggi kerajaan. Alaric bungkam sedangkan Zela hanya menatap kosong kedua putrinya.
Alex melotot. Dia tak terima gadisnya dihina oleh bangsawan rendahan sekelas perdana mentri. "Tolong jaga mulut kotormu!" Dia berseru marah siap melancarkan serangan tetapi ditahan Brian.
Alon dan Rei menghentikan langkah di sisi adiknya.
"Ingat Elie! Kau bukan monster! Dan aku tak akan sudi jika harus menjauhimu." Reytasya melepaskan pelukan menatap adiknya sayang. "Tidak perlu khawatir. Kau akan tetap terlihat cantik meski Ametis hadir." Dia menghibur sang adik.
Perdana mentri menatap tuannya menuntut. "Tak ada yang mengetahui kapan monster itu mengamuk ..."
"Cukup Xoo!" Alon mengangkat tangan menghentikan perdana mentri yang berkata semakin ngaur.
"Jangan lupa! Gadis yang kau sebut monster adalah Putri Geosentris. Bangsawan yang memiliki darah murni." Rei menambahkan.
"Mungkin kasta saya masih di bawah monster itu. Tetapi saya adalah seorang perdana mentri sekaligus penasehat. Sudah tugas saya menjaga kedamaian dan ketentraman Geosentris."
Reytasya mengepalkan tangan. Sampai kapankah adiknya tak akan dihina dan dipandang sebelah mata?
"Lihatlah pak tua rendahan itu. Apa pantas dia menghina tuannya? Apa pantas dia berkata semacam itu [pada Putri Geosentris?" Alex meluapkan emosinya. Dia menatap membara Brian yang masih terlihat tenang. "Dimana perasaanmu bodoh!"
Eline tertawa keras membuat perdana mentri sedikit gemetar. Tetapi sang raja yang masih terdiam menyisakan secuil keberanian di dalam dirinya.
"Apa dengan berkata seperti itu kau akan memiliki kedudukan yang sama denganku?" Eline membalikan tubuh menatap tepat di manik perdana mentri yang menyorot tajam.
Semua orang yang ada di ruangan itu tegang. Hawa panas menyelimuti membuat keadaan semakin tak enak.
Reytasya melirik kedua kakak lelakinya, menarik tangan pria itu untuk mendekati Alaric dan Zela.
"Eta ... " Baru saja Alon ingin memprotes tindakan tak sopan adiknya Rei lebih dulu memotong.
'Sudahlah Kak. Eta lebih mengenal Ametis.'
Zela menatap tajam putri tertuanya yang tersenyum berdiri anggun dengan kedua kakak lelaki nya. "Adikmu ... "
Reytasya meletakan telunjuknya di depan bibir. "Aku mempercayai apapun yang akan dilakukan Elie."
Zela mengerutkan alis bingung. Dia menoleh menatap Alaric yang mengangguk.
"Apa menghina keluarga bangsawan berdarah murni suatu kebanggaan untuk kalian?" Eline berkata kembali., Dia memindai wajah-wajah asing di hadapannya.
Seorang pria berperawakan jangkung yang menempati kursi ketiga bangkit berdiri. Dari tatapan dan gerak tubuh pria itu Eline tahu orang itu begitu tak menyukainya.
"Mohon maaf Raja. Yang dikatakan perdana mentri Xoo ada benarnya. Saya keberatan jika monster dibiarkan berkeliaran di Geosentris."
Eline bersedekap dada merasa jengah. Dia menaikan satu alisnya menantang. "Apa ada lagi yang keberatan?"
"Saya keberatan atas kehadiran tuan putri Eline."
Suara dari belakang Eline membuat gadis itu membalikan tubuh. Dia tersenyum miring menatap pria tua yang duduk di kursi kesatu barisan kanan. "Setahuku barisan kanan adalah kubu netral." Dia menggantungkan perkataannya menatap menilai jubah putih yang dikenakan pria itu. "Apa kau memiliki kepentingan lain?"
"Maaf tuan putri. Saya tidak mengerti dengan apa yang tuan putri katakan."
Eline mengangguk sekali. "Lupakan perkataanku kalau begitu!" Dia menoleh sekilas menatap Alaric yang hanya terdiam dengan tatapan aneh.
****
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...