Bab 35.

774 53 0
                                    

"Ya, aku terlalu bodoh untuk menyadari. Bahwa larangan yang menyangkut masa lalu, masih jelas diingat." Reytasya Herzone.

***

Reytasya melotot menatap tubuh telanjang Brian yang tersorot sinar rembulan. Tak lama dia tertawa cukup keras sampai terdengar nyaring bergema di hutan yang sunyi.

Brian mengernyit bingung. Alisnya bertaut menciptakan kerutan halus. "Apa yang kau tertawakan?"

Reytasya mengalihkan pandangan menatap rembulan dengan tawa yang tak henti. Sikutnya menunjuk sesuatu yang membuat Brian langsung meloncat turun.

"Aku akan mencari sesuatu, tunggu di sana!" Brian berseru dan berlari menembus lebatnya hutan.

Reytasya semakin meledakan tawa tetapi gadis itu tak berniat menyusul ataupun membantu. Brian sudah terlalu besar untuk dibuntuti dan rasanya pria itu juga sudah terlalu tua untuk dikhawatirkan. Daun yang bergoyang di sekeliling seperti membisikan sesuatu membuat Reytasya menghentikan tawanya. Dia menoleh memperhatikan sekitar. Hanya batang-batang yang bercabang dengan daun di ujung.

"Aku datang!" Brian berseru senang. Tanpa kesulitan pria itu memanjat pohon yang tingginya berbelas-belas meter. "Apakah ada pria yang mengganggumu?" Dia bertanya dan mencari posisi nyaman untuk memandangi wajah gadis di hadapannya.

"Ada."

"Siapa? Biar aku beri ... "

"Kau."

Brian tertawa sumbang. Dia menggaruk tengkuk tampak kikuk. "Ah! Aku, ya."

Reytasya mengangkat pundak. "Apa kau tak melihat bulan?" Dia bertanya asal.

Brian mengangguk. "Aku melihatnya."

"Lalu, kenapa masih melihatku terus-menerus?" Reytasya berkata ketus. "Duduklah yang benar!"

Brian tak mendengarkan gadis di hadapannya. Pria itu malah menyenderkan punggung pada batang yang terlihat kokoh.

"Apa sekarang pendengaranmu terganggu?"

"Tidak."

Reytasya menoleh melemparkan tatapan tajam yang menerbitkan senyum Brian. Gadis itu ingin memaki serigala di sampingnya tetapi urung karena benda pusaka pria itu dalam keadaan siap tempur. "Bisakah kau mencari daun selain yang itu?" Dia bertanya sedikit gugup.

Brian mengangkat kedua kaki untuk menutupi benda keramatnya. "Aku sudah mencari pohon yang memiliki daun lebar tetapi tidak berhasil menemukannya."

Reytasya mendengus. Rambutnya yang panjang berkibar tertiup angin. "Entah mengapa aku merasakan alam seperti mencoba memberi tahu sesuatu." Dia mengutarakan keresahan.

"Itu hanya perasaanmu. Aku tak merasakan apapun yang ganjil di sekeliling kita." Brian berkata menenangkan.

Reytasya mengelus lengan dan pundaknya yang terbuka. Apa hanya perasaannya? Tetapi perasaan Reytasya tak pernah salah. Apa yang telah terjadi?

Brian yang mengerti mendekatkan duduknya. Pria itu memeluk pundak Reytasya menghantarkan rasa nyaman. "Apa kau tak pernah merasa kedinginan?"

"Aku seorang vampir. Anak dari garis keturunan yang tak bisa diremehkan begitu saja. Tubuhku bisa menyesuaikan suhu di sekeliling. Lalu, alasan apa yang mampu membuatku kedinginan?" Reytasya bertanya dengan nada sombong.

Brian terkekeh geli dan menyentuh ujung hidung gadis di pelukannya. "Oh itu jadi alasanmu selalu memakai pakaian kurang bahan?"

"Tidak kau! Tidak Eline. Sering sekali mengatakan pakaianku kurang bahan." Reytasya berkata ketus. "Memangnya pakaian apa yang tak kurang bahan?"

"Berarti aku dan Eline cocok." Brian bergurau.

"Langkahi mayatku dulu."

"Ya sudah kalau begitu aku denganmu saja, bagaimana?" Brian memberi tawaran yang dihadiahi sikutan Reytasya. "Kita, kan. mate." Dia berkata ragu tetapi Rolf memaksa mengatakannya.

'Rolf! Sabar sebentar.'

Rolf tak bisa membalas tetapi Brian tahu betul apa yang dirasakan serigalanya.

Reytasya tertawa, lebih tepatnya menertawakan nasib yang seperti memainkannya. "Lalu, mengapa dulu kau menolakku?"

Brian bungkam. Dia menggenggam tangan Reytasya merasakan setrum-setrum kecil yang menyenangkan. "Apa kau dapat merasakannya?"

Reytasya mengrenyit bingung. Dia tak dapat merasakan apapun selain telapak tangan Brian yang hangat. Ya, dia adalah seorang vampir yang tak dapat merasakan hal-hal yang seringg diperbincangkan bangsa serigala tentang hubungan mate. Reytasya terlahir dari keluarga bangsawan tinggi yang memiliki darah agung. Menikah dengan pria yang memanggilnya mate seharusnya bukan kewajiban, tetapi Selena punya rencana lain. Dia, keturunan murni harus jatuh cinta pada Brian pria yang terlahir dari keturunan hebat bangsa serigala.

Harusnya Reytasya bersyukur karena dia tak akan menentang Selena. Tetapi penolakan yang didapatkan membuat Reytasya membenci pertemuan itu dan sekarang? Pria yang sudah membuangnya, menganggapnya menyusahkan, sedang mengemis meminta maaf. Apa pantas jika dia memaafkannya? Apa bisa Reytasya menerimanya kembali? "Aku sudah tak mencintaimu. Jadi, berhentilah berharap padaku!"

Brian menggeleng tegas. "Kau bohong!" Dia berseru marah dengan tangan kanannya yang meremas pundak Reytasya. "Katakan itu hanya omong kosong!"

"Aku tak sedang berbohong." Reytasya membalas. Manik gadis itu berkaca-kaca menatap rembulan. Apa salah jika dia berkata seperti itu Selena?

Brian melepaskan pelukan. "Jangan coba-coba membohongi matemu." Dia memperingati.

"Memangnya menurutmu aku gadis seperti apa?"Reytasya bertanya setengah berbisik. Kakinya yang menggantung bergoyang mengikuti angin.

Brian mengikuti arah pandang Reytasya. "Mengapa kau bertanya begitu?"

"Jawab saja!"

Brian menghela nafas. Pria itu merasakan Rolf bersedih, menggeram marah menyanyikan lagu kepedihan.

"Kau tak bisa menjawabnya, kan?" Reytasya terkekeh. "Lalu, apa alasan yang kuat untuk penolakanmu di masa lalu?" 

***

Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang