Senyum Eline terbit saat pelukan hangat yang diinginkannya kembali terasa. "Bagaimana tubuhmu? Apakah sudah membaik?"
"Harusnya aku yang berkata begitu." Reytasya mencebikan bibir. "Apa kau baik-baik saja?"
Suara bedebam terdengar keras membuat mulut Eline yang membuka kembali terkatup.
Alon dan Rei mengerang bersamaan, mereka terlempar keras akibat kekuatan besar ketujuh pedang.
Reytasya, Eline, dan Alex kompak menoleh, tepat saat cahaya menyilaukan melesat cepat kearah mereka.
Tetapi lagi-lagi Ametis tak bisa diremehkan dengan mudah. Eline telah menciptakan perisai sekuat karang, meski akhirnya meletus, setidaknya keadaan mereka baik-baik saja, bergeming di tempat.
Reytasya melepaskan pelukan, bangkit, siap melesatkan serangan. Alex juga bangkit, bersatu dengan Reytasya.
Eline kembali menatap wajah Yus. Entah mengapa dia yakin pria ini belum mati! "Bertahanlah! Sampai aku kembali."
Setelah mengatakan itu Eline berdiri membuat lingkaran cahaya mengungkung tubuh Yus. Tak ada seorangpun yang dapat menembus ataupun menyentuhnya. Prisai yang sama dengan milik Reytasya, hanya bisa keluar tanpa bisa masuk.
Eline masih berharap Yus bangun dan menghampirinya. Dia merasa bersalah, dia telah berprasangka buruk pada Yus.
Suara bedebam kembali terdengar, bersahutan dengan jeritan Reytasya.
Eline menggeram. Dia tak perlu menoleh untuk memastikan keadaan kakaknya. Reytasya belum pulih, kakaknya masih terluka, dan kini gadis itu terluka kembali. Eline membalikan tubuh menatap mengilat ketujuh satria yang kompak menyerang Alex dari berbagai arah.
Saat peperangan tugas kelompok kesatria adalah saling membantu, menyerang, dan bertahan. Tetapi Alex bertarung dengan tak seimbang.
Jon dan ketiga satria lain memecahkan serangan dan menyerang sisi berbeda.
Alex yang mati-matian menahan serangan utama, tak bisa mengatasi keempat serangan yang datang dari berbagai arah. Pria itu hanya sempat membuat Prisai sebelum terpelanting dan terkapar.
"Menyerahlah monster!" Jon berseru.
Eline memiringkan kepala menatap jijik Jon.
"Mengalahlah dengan baik-baik!" Max bersuara, pria dari bangsa serigala itu selalu berhasil meredamkan amarah lawan. Suara yang lembut, tatapan yang teduh, biasanya begitu ampuh meluluhkan hati seseorang, terutama Eline kecil.
"Apa kabar?" Eline menyapa hangat seolah mereka teman lama yang baru bertemu.
Max bungkam, menatap Eline tanpa marah.
"Andai saja keadaannya tak seperti ini! Aku akan senang menagih janji yang waktu itu kau katakan."
"Kita sedang tak berkumpul untuk membahas masa lalu." Kesatria lain menceletuk.
Eline tertawa keras, tak berniat bersikap anggun. Untuk kali ini dia yang berinisiatif menyerang, rasanya jiwa Ametis Eline sudah tak kuat dikungkung terlalu lama.
Tanah yang dipijak ketujuh satria bergetar hebat, angin hitam membungkus tubuh mereka membiarkan tiap-tiap jiwa dihantui rasa takut, dan ketika saat yang tepat Ametis akan melahab jiwa-jiwa malang.
Rei merangkak mendekati Reytasya. "Hallo Eta!" Pria itu masih menyapa hangat meski Reytasya tak membalas tatapannya atau sekedar membalas sapaannya.
Alon tertatih mengikuti sang adik. Untuk kali ini Alon yakin Eline bisa mengatasinya. Dia hanya perlu memastikan adik-adiknya dalam keadaan baik, melindungi mereka sampai menunggu Ametis menuntaskan rasa marah.
Alon tahu Eline pasti menyimpan luka besar, dia tahu Eline pasti marah, kecewa, dan ingin membalas dendam. Untuk Geosentris, biarlah itu menjadi urusan nanti. Alon tak akan mencegah Eline membunuh para kesatria terutama orang-orang di masa lalu yang ikut menoreh luka.
***
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...