'Aku tak pernah berpikir jika dewa begitu jahat! Bagaimana dia menitipkan anugrah sekaligus memberi duka?'
****
Hari berlalu sangat cepat. Meskipun langit menampakan kondisi palsu Eline dapat menerawang waktu dengan sangat baik. Sudah tiga gelas berisi darah hewan murni dia habiskan tetapi sang raja belum juga terlihat kehadirannya. Dengan pikiran menerawang gadis itu meletakan gelas yang sudah kosong di atas meja. Benda yang terbuat dari keramik itu langsung menghilang seperti biasa dan saat hari baru berganti gelas yang baru muncul berisi darah segar. "Apa yang sedang kau lakukan?" Dia bermonolog sambil membayangkan wajah Azriel yang menyebalkan.
"Apa kau sedang mempenjarakanku? Apa kesalahanku? Apa semua bualan itu hanya awal untuk kejatuhanku?" Pertanyaan-pertanyaan negatif selalu saja timbul tenggelam. Eline rasa dia hampir saja gila menunggu sesuatu yang tak pasti.
Beberapa menit berlalu langit kembali menampilkan keadaan berbeda. Malam hari di waktu pagi. Seharusnya saat ini mentarilah yang muncul malu-malu, bukannya bintang dan tiga bulan yang bersinar penuh.
Tiga bulan? Eline mengerjap. Apa dia tak salah hitung? Ya, tiga bulan. Satu bulan sabit, satu bulan purnama, dan satu bulan ... hah! Hampir saja Eline berteriak sakin kagetnya. Memangnya sejak kapan bulan berbentuk telur?
Sepertinya dia kelelahan dan berhalusinasi. Ya, Eline berhalusinasi. Mana ada bulan berbentuk telur? Ada baiknya jika dia beristirahat dan saat dia bangun semua sudah baik-baik saja.
Tetapi bukannya beristirahat Eline hanya berbaring dan kembali melamun. Harri-harinya dia habiskan untuk memikirkan sesuatu yang terlihat abu-abu. Dengan setengah kesadaran gadis itu mengarahkan telapak tangan keatas. Cahaya lembut berwarna coklat muncul, melesat menghancurkan kuba transparan milik Azriel.
Gelombang kecil akibat ledakan kekuatan yang tak disadari Eline menggetarkan apapun di dalam ruang peraduan raja Asarlot. Terhentak gadis itu bangkit duduk dan menatap bingung telapak tangan kanannya. "Kekuatan apa barusan?" Eline bergumam dan menoleh menatap pintu.
Senyumnya mengembang saat Eline tak dapat merasakan kekuatan Azriel yang mengungkung. Dia menyapu ruang persegi yang besar namun terlalu hampa untuk membuatnya rela menghabiskan waktu berbulan-bulan. Entah keberanian dari mana dia melayang mendekati pintu ganda yang tertutup rapat.
Eline bukannya tak bisa menghancurkan kuba yang dibuat Azriel. Kekuatan mereka seimbang dan rasanya juga tak sulit meratakan kastil Asarlot. Tetapi bukan itu masalahnya.
Dia terlalu takut mengetahui fakta yang sebaiknya dia tak ketahui. Jujur saja Eline belum siap jika harus mendengar banyak kabar buruk, terutama kabar yang menyangkut keluarganya.
"Aku hanya ingin berkeliling. Ya, hanya berkeliling sebentar." Eline bermonolog. Dia sedang mencoba meningkatkan rasa kepercayaan diri. Setelah seratus tahun dia tidur, dia terus dihantui ketakutan, dan itu amat sangat mengganggu mental kesatria yang dulu sempat dia miliki.
Setelah beberapa detik hanya terdiam Eline menghilang. Dia tak tahu bagaimana bentuk kastil Asarlot, dia belum pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Tetapi mencoba lebih baik dari pada tak sama sekali. Eline memilih muncul di luar kamar. Dia terkejut saat keempat pria berwujud aneh menodongkan mata pedang tepat di lehernya.
Posisi Eline terdesak. Keempat sisi dijaga dengan baik tak memberi ruang untuk Eline bergerak. "Siapa kalian?"
"Kami tuanmu?"
Jawaban yang dikeluarkan secara serentak membuat Eline mengerutkan alis. "Tuan? Apa aku tak salah dengar?"
Geraman yang percis suara sapi di dunia manusia hampir saja membuat Eline meledakan tawa. Wujud makhluk di hadapannya serupa banteng tetapi memiliki tangan dan kaki layaknya orang.
Dari perawakan-nya Eline menebak mereka semua berjenis kelamin pria. Meskipun wujud mereka percis hewan jadi-jadian Eline tak merasa gentar sedikitpun. "Dimana Suamiku?"
"Mati."
Sahutan dari arah belakang membuat Eline melesatkan serangan. Tanpa harus membalikan tubuh dia tahu serangannya telak mengenai dada membuat anjing jadi-jadian di belakangnya tergelepar.
"Hentikan! Kaisar masih menginginkan gadis sialan ini hidup."
Suara dari samping kiri terdengar. Eline melirik demi melihat wajah tanpa hidung yang membuat gadis itu bergidik.
Tak kuat berlama-lama dengan makhluk jadi-jadian Eline berinisiatif melesatkan serangan. Ketiga makhluk dapat dihabiskan tanpa perlawanan berarti. "Tuan macam apa yang mampu kukalahkan dengan mudah?" Dia bermonolog menatap abu dari keempat bangkai makhluk aneh.
"Azriel." Eline menyebutkan nama suaminya. Dia menghilang dan muncul di dalam ruangan yang sangat kacau.
Beberapa hari lalu ruangan yang dijadikan tempat pengsucian terlihat sangat rapi dan sakral. Tetapi sekarang? Banyak mayat bergelimpangan dengan bagian tubuh yang terpisah. Entah mengapa bangkai-bangkai ini tak berubah menjadi abu dan menghilang? Eline menjepit hidungnya merasa tak kuat menghirup udara di sekitar.
"Dimana Azriel?" Eline menyapu keadaan di sekeliling dan terpaku pada batu yang masih berdiri kokoh. Semua patung dan benda-benda yang kemarin menghias hancur seolah ada kekuatan dasyat yang telah memporak-porandakan.
Setetes air bening mengalir membasahi pipi. Eline menyekanya dengan kasar. Dia merasa kesepian dan takut. Dimana Azriel yang berjanji menjaganya? Dimana Azriel yang berjanji kembali? Kenapa hanya dia di kastil ini?
Eline kembali memperhatikan bangkai-bangkai yang dia yakini adalah rakyat Asarlot. "Apa yang terjadi? Bisakah kalian memberitahuku?"
1
2
3
Tiga detik berlalu tetapi kondisi tak berubah. Eline berharap ini hanya mimpinya. Apa dia harus tidur dengan waktu lama agarsemua dapat kembali?
Tetapi suara tawa seseorang menyadarkan Eline. Dia rasa sesuatu yang buruk telah terjadi di Asarlot dan sialnya dia tak tahu apa-apa. Setelah meneguhkan hati Eline mengangguk mantap. Manik violet yang terlihat sendu menyapu semua bangkai melenyapkan-nya dengan sekali kedip.
'hanya ada dua pilihan, dibunuh atau membunuh.'
Tawa itu berubah menjadi sebuah tepuk tangan. "Kau sungguh hebat."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...