Hari mulai petang, semburat jingga menghias langit yang tampak sedikit gelap. Burung-burung berkicau indah, terbang dari satu dahan kedahan yang lain seolah menari bersama angin sore yang hangat.
Manik coklat seseorang berpancar indah memantul di air yang jernih. Melukis wajah tampan pria dengan rahang tegas dan kulit putih yang pucat. Rambut pendek pria bergerak mengikuti hembusan angin di sekeliling membuatnya tampak seperti ilusi.
"Apa tinggal di dunia imortal begitu menyenangkan?"
Suara berat pria mengalun menembus alam bawah sadar Alex. Pria dengan manik coklat itu melemparkan kerikil tepat di pantulan wajahnya. Dia menatap datar wajah itu yang sempat hancur sebelum kembali. "Biasa saja ... " Alex menggantungkan perkataannya. Dia menghela nafas dan membuangnya secara perlahan. "Hanya saja sedikit melelahkan."
Brian yang sedang mengamati padang rumput di belakangnya menoleh, menatap punggung pria yang terlihat sedikit membungkuk. "Mengapa kau bisa mengatakan itu?" Dia bertanya kembali merasa penasaran.
"Karena aku merasakannya sendiri."
Jawaban singkat Alex mengundang decakan Brian. "Aku tidak membutuhkan jawaban semacam itu." Dia memperotes, tetapi memilih melupakannya.
Hening!
Brian tak bertanya lagi. Perkataan vampir angkuh itu selalu saja terdengar menyebalkan di telinganya. Dia melangkah mendekati Alex, berjongkok di sisi pria yang sedang memandangi wajahnya sendiri.
Tak ada percakapan diantara keduanya. Kicauan burung dan dahan yang saling beradu menjadi latar. Tetapi perkataan Alex yang ambigu memecahkan lamunan Brian.
"Berterima kasihlah pada orang tuamu."
"Hah!" Brian langsung menoleh, mengernyit bingung menatap wajah samping Alex. "Maksudmu?"
"Berterimakasih pada ayah ibumu." Alex mengulang, menyederhanakan perkataannya.
"Aku tidak mengerti."
Alex berdecak menahan kesal. Dia menoleh, melotot menatap Brian yang menampilkan raut idiot. "Apa Selena menganugrahkan wajah sejelek wajahmu."
Dengusan Brian mengalun. Pria itu bungkam, beralih menatap manik biru yang menyatu dengan air. Dia memang tak begitu mengenal Alex. Bahkan rasanya dia ragu menyebut Alex adalah temannya. Tetapi satu hal yang dapat digambarkan dari sosok pria bermanik coklat itu, aneh. Ya, pria yang memiliki darah Marta dalam tubuh nya adalah pria teraneh yang dia pernah temukan.
"Apa kau tidak mengerti bahasaku? Apa otakmu itu terlalu dangkal untuk memahami setiap kata yang kuucapkan?" Alex bersuara kembali. Sekarang dia benar-benar kesal.
Tetapi Brian masih bungkam. Pria itu terlalu malas memikirkan sesuatu yang jelas-jelas dia tak tahu jawabannya.
Alex meraih kerikil di bawah kakinya. Dia menimpuk telinga kiri Brian membuat pria itu menggeram.
"Jangan membuatku memikirkan sesuatu yang aku tidak mengerti."
Alex mengangkat pundak. Sikap acuh pria di sampingnya membuat dia kembali menatap kepermukaan air yang jernih. "Ayah ibumu adalah orang-orang hebat ... "
"Aku sudah tahu." Brian memotong.
"Tetapi apa kau tahu bahwa ayah ibuku dan ayah ibu Eline juga orang-orang hebat?" Alex melanjutkan perkataannya mengabaikan sikap menyebalkan Brian. "Semua bangsawan memang tertakdir hebat. Tetapi Carl dan Rinna berbeda."
****
"Pergi!" Eline bangkit duduk, menatap bergantian kedua penguasa Geosentris. "Apa yang kalian lakukan di sini?" Dia melirik sekilas dua orang yang berdiri di ambang pintu. Tatapannya tajam menatap Lovetta, gadis yang memegangi lengan kakak pertama. "Aku tak membutuhkan tatapan ibamu."
Lovetta semakin mengeratkan pegangannya. Dia menunjukan raut sedih menatap Eline yang kembali fokus dengan Alaric dan Zela.
"Pergilah!" Eline menurunkan intonasi suaranya. Sakit yang mendera kepala gadis itu begitu menyiksa dan sangat mengganggu. "Semakin aku melihat kalian semakin aku ingin membunuh."
Reytasya menduduki bokongnya tepat di sisi sang adik. Pakaian khas putri kerajaan membuat dia sulit bergerak dan dia merasa tak nyaman. Tangan Reytasya mengelus punggung Eline. Tonjolan-tonjolan yang terasa dari balik gaun tidur adik bungsunya berdenyut tetapi tak sedikitpun membuatnya takut. "Sebaiknya kalian pergi saja!"
Tetapi Zela menggeleng. "Biar Mom bantu ... "
"Kau hanya orang asing untukku. Jangan bersikap kau tahu banyak tentangku." Eline memotong. Tatapannya masih mengilat tak sama sekali mau berdamai.
Tangan besar Alaric menyentuh pundak sang istri. "Benar yang dikatakan Eta. Biarkan Elie menenangkan diri dulu." Akhirnya setelah lama berpikir dia memilih mendengarkan perkataan Alon.
Untuk waktu yang lama Zela terdiam memperhatikan Eline yang mengepalkan tangan. Ingin sekali dia merengkuh tubuh putrinya, memberitahu betapa dia mengasihi gadis itu, menceritakan betapa tersiksanya dia selama ini. Tetapi yang dikatakan suaminya bena. Eline membutuhkan waktu untuk mengerti semuanya dan mungkin untuk dapat menerima perilaku di masa lalu. Zela mengangguk, menghilang bersama Alaric yang disusul Alon dan Lovetta.
****
"Aku keberatan jika monster itu tinggal bersama kita." Lovetta masih bersikeras.
"Jaga mulutmu Love!" Alon membentak. "Harus berapa kali aku katakan padamu bahwa adik kita bukan monster!"
Lovetta menggeleng. "Aku tidak perduli dengan siapa dia dan apa statusnya. Monster tetaplah mon ... "
PRANGGG!
Alaric melemparkan cangkir yang digenggamnya membuat Lovetta menunduk takut. Cangkir keramik yang berisi darah segar pecah seketika saat menghantam dinding emas di sudut. Bunyinya nyaring seiring dengan serpihan yang luluh-lantah.
"Bisa kalian nikmati makan malam ini dengan hikmat?"
Rei dan Alon yang duduk bersebrangan saling menatap satu sama lain. Mereka membicarakan beberapa hal sebelum akhirnya menunduk, fokus dengan makanan masing-masing.
"Mait!" Alaric berseryu.
Wanita dengan pakaian pelayan kerajaan muncul dari balik pintu. "Ya, saya Raja."
"Bawakan beberapa gelas darah untuk ratu dan kedua Putri Geosentris." Sang raja memberi penekanan diakhir kalimat.
Mait itu mengangguk patuh dan menghilang, menyisakan ruangan besar dengan keempat orang di dalamnya.
****
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...