Bab 69

175 19 1
                                    

"Brian, Alex, dan Yuz akhirnya berjalan bersama meski tak ada percakapan diantara mereka. Ketiganya kompak menambah kecepatan langkah kaki saat dua siluet gadis terlihat samar.

"Lolly!" Yuz berseru membuat kedua gadis itu menoleh.

Lambayan tangan Reytasya menyambut kedatangan ketiga pria yang berjalan di bawah naungan sang rembulan. Garis pundak pria-pria itu terlihat tegas dengan warna manik yang berbeda.

"Apa kabar kalian?" Brian bertanya ramah saat berdiri tepat di hadapan sang mate. Manik biru itu beralih menatap wajah Eline yang menawan di siram cahaya kuning.

"Baik." Reytasya menjawab datar dengan pandangan menatap jauh kebelakang, memperhatikan bayangan pohon besar dengan cabang daun yang bergoyang kecil.

Yuz menyentuh pipi Eline yang ditumbuhi garis-garis putih. Dia melemparkan senyum saat tatapan nya berbalas. "Apa kau memaafkanku?"

Eline mengedikan bahu. "Ramuan macam apa yang mampu memulihkan tubuhmu dengan waktu beberapa jam?" Dia bertanya sinis, beralih menatap Brian yang ternyata sedang menatap kearahnya. Untuk beberapa saat mereka saling berpandangan sebelum dehaman Reytasya menyadarkan keduanya.

"Bisakah tanganmu enyah dari pipi adikku?"

Alex yang tersadar dari lamunannya menoleh, melotot menatap Yuz galak. "Jangan sentuh tunanganku sembarangan!" Dia menegur.

"Ok." Dengan enggan Yuz menarik tangannya. Manik putih itu masih setia menatap wajah Sang Ametis. "Pertanyaanku belum kau jawab."

"Seharusnya kau tidak menanyakan sesuatu yang sudah kau tahu jawabannya." Eline mendengus. Dia menerobos cela yang terbentang diantara Alex dan Brian.

"Elie!" Reytasya memanggil. Adik sialannya itu selalu saja meninggalkannya, melakukan apapun sesuka hati, dan ... ah! Eline sungguh menyebalkan. Dia menggerutu menyusul langkah cepat gadis itu.

Alex membalikan tubuh menyamai langkah Reytasya. Mereka berjalan dalam diam meninggalkan Brian dan Yuz yang termangu.

"Apa tujuanmu selanjutnya?"

Yuz tersenyum miris. Pria itu memperhatikan dinding panjang yang membentang di sisi kirinya. "Mungkin menikahi Eline."

"Memangnya bisa?" Brian penasaran. Dia melangkah mengisi ruang yang ditinggalkan Alex.

"Tidak ada yang tidak mungkin."

"Aku suka oktimismu" Brian menepuk-nepuk pundak kiri Yuz. "Kau harus menjadi amat kuat agar mampu bersanding dengan nya." Dia berbisik.

Helaan nafas Yuz menjawab. Dia menoleh memperhatikan wajah serigala di sampingnya. "Aku tahu kau memiliki nasib yang tidak jauh berbeda denganku." Dia menebak.

***

Gadis bermanik serupa tumbuhan sedang mematut diri di cermin perak. Kedua pelayan setianya bergerak lincah menyiapkan segala keperluan sang tuan.

"Bagaimana pendapat kalian mengenai monster itu."

Pelayan yang sedang menggulung rambut tuannya menunduk tak berani menyuarakan suara. Tubuh nya yang mungil sedikit gemetar.

"Sungguh menyeramkan Putri."

Lovetta mengembangkan senyum mendengar jawaban salah satu pelayannya. Dia menatap wajah gadis yang pucat dari pantulan cermin. "Menurutmu bagaimana?"

"Mohon ampun, Putri. Saya tidak berani."

"Kau terlalu lemah." Lovetta menggerutu, menatap kesal salah satu pelayannya yang masih setia menunduk dengan tangan beralih memasangkan jepitrambut.

"Maaf Putri." Tubuh pelayan itu semakin gemetar.

Lovetta mengibaskan tangan. "Bawakan aku sarapan." Dia menatap kedua pelayannya bergantian.

" Baik Putri." Setelah mengatakan itu mereka menghilang meninggalkan sang tuan yang tersenyum misterius.

"Memang, dia amat menyeramkan." Lovetta bermonolog menatap wajahnya di cermin. "Lalu apa yang salah dengan perkataannya waktu lalu?"

***

Rei yang muncul di ruang makan menoleh kekanan dan kekiri. Apa dia salah ruangan? Manik emasnya memperhatikan meja dan kursi yang teronggok bisu di tengah-tengah.

'Al.'

'Ada apa?'

'Apa ruang makan berubah tempat?'

'Tidak.'

'Kau dimana?'

Alon tak langsung menjawab, tetapi kemunculannya yang tepat di hadapan Rei membuat sang adik mengelus dada.

"Bisakah kau tidak mengagetkanku." Rei menggerutu, mundur selangkah memberi jarak.

Alon membalikan tubuh mengangkat satu alis. '"Siapa suruh kau berdiri tepat di depan pintu?" Dia melirik sekilas pintu ganda yang tertutup di belakang Rei.

"Terserah tubuhku yang ingin berdiam dimana."

Dengusan putra mahkota mengalun. "Ah terserah apa katamu."

Rei menggeleng-gelengkan kepala dramatis. "Kau itu calon pemimpin besar." Dia mengingatkan dengan tatapan seolah telah ternodai.

"Lalu?"

"Memberikan tanggapan seperti ini ... " Rei mendengus, mencontoh apa yang baru dilakukan sang kakak. "Tidak baik."

"Aku tidak peduli."|" Setelah mengatakan itu Alon menghilang.

"Hay!" Rei berseru marah. "Dasar tidak tahu sopan santun." Dia menggerutu dan ikut menghilang.

***

***

Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang