bab 78

102 7 0
                                    

'Tolong aku! Tolong aku! Aku sendirian dan ketakutan!'

***Suara berat pria terdengar. Eline menoleh, mengernyit saat seorang pria terpaku menatap kearah-nya dengan tatapan mencemooh. "Aku tidak butuh pujianmu!" Dia berseru marah, "Dimana suamiku?"

"Suami?" Tawa pria bergema mengejek. Sudut mata-nya berair dan menyipit. "Apa karena dia aku terbebas?"

Eline terdiam. Dia sedang mencerna kalimat yang baru saja terdengar. 'Karena dia aku terbebas?'

Pria yang memiliki manik sepekat malam menoleh ke-kanan dan ke-kiri. Raut wajahnya serupa tawa-nya, penuh ejekan seolah ini semua adalah permainan seru. "Perkawinan ... kedua makhluk terkutuk yang bersatu dan memunculkan makhluk mematikan? Ah ...."

"Apa maksudmu?" Eline sudah tak kuat lagi untuk tidak bertanya. Dia berhak mengetahui apapun yang menyangkut tentang-nya dan orang-orang di sekeliling-nya.

"Dasar makhluk-makhluk nista. Aku kira si rambut kotoran itu tidak akan semenjijikan ini, menikah, bercinta, dan ... ah yang benar saja." Pria bermanik malam terus saja berceloteh. Kepalanya tergerak dengan bebas seolah dia sedang memberikan pidato di hadapan orangt banyak. "Apa dia kira aku selemah Flar?"

"Hay!" Eline berseru. Gadis bermanik violet itu melotot dan berkacak pinggang. "Apa kepalamu tidak bisa diam?"

Bukannya menjawab pria itu malah semakin mengeraskan suara, melemparkan kalimat-kalimat yang tak dimengerti Eline. Perkara bulan, makhluk nista, rambut kotoran, Flar, ramuan, sampai kepembahasan pakaian sang ratu yang kurang pantas.

"Sepertinya berbicara padamu hanya akan membuang-buang waktu."

Kilatan kecil keluar dari kelima kuku tangan kanan Eline. Begitu cepat, tajam, dan mengincar titik fital lawan.

1

2

3

5 lesatan cepat yang menyerang dari berbagai sisi dapat dihindari dengan mudah. Eline yang tak terima kembali menyerang, kini dia memilih menyerang dengan kedua tangannya langsung.

"Mengapa kau tidak sabaran sekali, gadis?"

Eline bungkam. Dia bergerak indah dengan tangan yang lincah meninju. Semakin lawan-nya menghindar, semakin banyak pukulan yang melayang.

"Ah kau gadis bodoh." Pria itu menggeram tertahan. Dia memfokuskan pandangan pada gadis yang mengambang satu meter di hadapannya. "Aku tak tahu mengapa semesta memilih kalian. Apa istimewanya dia?"

"Berhenti berhalusinasi!"

"Siapa yang berhalusinasi?" Suara itu terdengar tersinggung. "Aku mengatakan sebuah kejujuran."

"Diam bodoh!" Seruan Eline terdengar bergema di dalam ruangan besar yang kacau. Puing-puing dari reruntuhan patung terangkat terbawa angin yang bersumber dari kekuatan Ametis.

Tetapi lawan kali ini bukanlah sembarang lawan yang mudah dikalahkan. Pria yang memakai kaos putih dan celana hitam di hadapan Eline terlihat memiliki umur ribuan tahun lebih tua dari wajah tengil-nya. Bahkan sepertinya ribuan tahun umur pria itu dia habiskan untuk bertarung, menjelajah, bermeditasi, dan mencari makhluk-makhluk berkekuatan dasyat.

Angin pekat sepekat malam terlihat menari-nari di belakang tubuh Eline yang bercahaya penuh. Untuk beberapa saat dia menghentikan serangan, membiarkan lawannya terintimidasi dengan kekuatan mematikan milik Ametis.

Tetapi sepertinya dugaan Eline tidak salah. Pria yang awalnya bertingkah seperti pak tua, misterius, menarik, dan terlihat berpengalaman berubah dengan sekejap.

Tatapan yang syarat akan ejekan masih tersirat, tetapi kalimat ngaur dan tingkah bodoh-nya percis seseorang yang membutuhkan penanganan khusus.

Tidak salah, bukan? Jika Eline menyimpulkan pria itu mengidap gangguan mental?

Ah! Sepertinya Eline harus menarik semua kesimpulan dan pendapatnya.

Mana mungkin seseorang pengidap gangguan mental memiliki perhitungan akurat untuk menghindar dari puluhan lesatan serangan lawan yang membabi-buta?

Mana mungkin pak tua memiliki wajah yang begitu tampan, segar, dan menggoda?

Ah! Sudah berapa lama Eline hidup di dunia imortal? Permasalahan fisik selalu bisa diatasi dengan mudah oleh orang-orang berkekuatan dasyat.

Kalau begitu kebenarannya, pria yang berpenampilan sederhana dengan wajah bercahaya bukanlah pak tua biasa.

"Apa kau bisa menunjukan yang lebih dari itu?"

Eline menggeram. Dia melotot membalas tatapan antusias pria bermanik serupa aura yang dikeluarkan Ametis. "Aku tidak tahu apa yang telah diperbuat Zela atau Alaric. Untuk semua yang terjadi di dalam hidup, aku hanya menyesali satu hal. Tertakdir sebagai seorang putri dari keluarga kerajaan terbesar di dunia imortal."

Setelah mengatakan itu Eline mengerahkan semua kekuatan Ametis. Ruangan besar itu sempurna terisi bayangan hitam yang membung-bung hingga ke-menara Asarlot.

Ledakan besar yang menciptakan asap pekat tidak terelakan. Kastil satu-satunya milik dunia bawah hancur tidak tersisa. Benda berharga tidak sempat terselamatkan, semua hancur bersatu dengan puing-puing bangunan yang berterbangan.

Hamparan tanah gersang terlihat masih mengepulkan asap. Bau menyengat akibat ledakan membuat pepohonan yang berjarak ribuan meter dari tempat perkelahian layu dan mengering.

Beberapa jam sudah terlewat dengan hening. Tetapi asap masih saja mengepul seolah di dalam sana, di tengah-tengah asap terdapat panggangan raksasa yang terus berkerja memanggang apapun di sekitarnya.

****

Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang