Bab 71

180 20 0
                                    

"Makan Lolly." Yuz menyahut dengan mulutnya yang penuh.

Bau rempah dari bumbu yang melumuri daging rusa di dalam mulut Yuz tercium pekat di hidung Eline. Tetapi selama gadis itu hidup, dia tak pernah tertarik dengan rasa   selain darah.

"Aku lapar Elie." Reytasya menatap sekantung darah di tangannya.

"Jangan menunggu aku."

"Aku tidak bisa makan jika kau tidak makan."

"Makan Elie." Brian ikut menyahut.

Eline menoleh, memperhatikan Brian yang sibuk dengan tulang besar di mulut nya. "Jangan sok akrab."

Yuz dan Alex kompak menahan tawa tetapi mereka memilih untuk diam.

Dengan malas Eline meraih dua kantung darah dari bungkusan di depan sang kakak. Dia menyodorkan satu untuk Alex.

"Terima kasih."

Eline mengangguk sekilas. "Ayo kita makan bersama."

Mereka memakan makanannya dengan lahap. Keadaan hutan di sekeliling begitu sunyi, tempat terdalam yang jarang dikunjungi. Eline memilih tempat persinggahan yang aman untuk wujud Ametis nya.

***

Suara lolongan serigala terdengar di kejauhan menandakan malam semakin larut. Eline yang sedang merebahkan tubuh di padang rumput tertegun menatap rembulan yang nampak setengah.

Gaun tidur khas bangsawan kerajaan sudah berganti dengan setelan pakaian yang ringan. Pakaian sederhana yang biasa dikenakan para penduduk berstatus rendah.

Alex, Brian, dan Reytasya belum menampakan wujudnya sejak tadi sore. Mereka bilang akan berbelanja di pasar untuk membeli beberapa potong pakaian dan stok makanan.

Gemerisik semak-semak yang disingkap membuat Eline mendengak. Di sana Yuz dengan jubah dan topeng yang menutupi setengah wajah nya terlihat membawa banyak kayu bakar.

"Yang lain belum tiba?"

Eline bangkit duduk. Letak mereka yang lumayan jauh dari air terjun membuat keheningan malam semakin terasa. "Bisakah kita mencari mereka?"

Yuz menggeleng. Dia begitu cekatan menumpuk kayu kering untuk di bakar. Ujung telunjuknya mengeluarkan percikan api yang langsung membesar saat mengenai kayu. "Kemarilah!"

Eline mengangguk, merangkak mendekati Yuz.

"Apa kau ingin sesuatu?"

Air mata Eline luruh menatap api yang menjilat-jilat di hadapannya. Dia tersentak saat Yuz mendekap nya. "Mengapa aku selalu saja gagal mengenyahkan kenangan itu?"

Yuz mengelus rambut Eline yangg  halus. Dia mendekatkan dagunya di puncak kepala Eline, membenamkan gadis itu kedalam pelukannya yang hangat. "Maafkan aku."

Eline menikmati tiap detik yang berlalu. Debaran jantung Yuz yang menggila, bunyi kayu yang terbakar, lolongan rogue di kejauhan, dan, ya, dia mendengar teriakan sang kakak. "Apa kau mendengarnya?"

Yuz menggeleng, menahan Eline yang melepaskan diri. "Tenangkan hatimu."

Tetapi Eline terlalu peka untuk menyadari hal ganjil di sekelilingnya. Dia melepaskan dekapan Yuz paksa. "Jangan bermain-main denganku."

Tetapi dia telat menyadari sesuatu. Tanpa dia bisa melawan, tanpa dia duga, sebilah belati perak telah merobek gaun belakangnya, terus bergerak menembus hingga dada.

Erangan pilu Eline tterdengar dengan nafasnya yang terengah. "Apa kau sedang menghianatiku untuk kedua kalinya?"

Yuz melepaskan pelukannya. Manik putih pria elf itu mengilat membalas manik violet Eline.

"Seharusnya aku tidak sebodoh ini untuk menilai pengorbananmukemarin." Eline memuntahkan darah dari mulutnya. Dia memegangi ujung belati yang menembus hingga dada depan.

Yuz bangkit berdiri, menatap Eline yang terlihat menyedihkan. "Maaf."

Eline tertawa. Dia mengangkat wajah, menatap marah Yuz. "Simpan kata maafmu di neraka sialan!" Dia memuntahkan darah kembali. Tetapi bukannya merasa sakit karena belati perak yang seakan membakar tubuh nya dengan perlahan, dia semakin tergelak, mungkin mengejek Dewa Kematian, atau mungkin dia tergelak untuk sesuatu yang lebih menyeramkan.

Manik violet itu bersinar terang mengalahkan cahaya merah yang berkobar tinggi dengan asap yang membumbung. "Dasar sialan!"

Desir angin yang terasa membekukan tulang menyelimuti tubuh Yuz membuat pria itu mengigil. Tetapi Yuz memiliki mental yang sangat baik. Posisinya di kesatria imortal juga tak bisa diremehkan, apa lagi dia adalah salah satu kandidat calon petuah.

Bayangan-bayangan hitam dengan jumlah banyak mengepung Eline dari berbagai sisi. Mereka tak ada yang gentar dengan hawa yang dikeluarkan Ametis.

'Kakak.'

'Kakak.'

Tak ada sautan. Eline berusaha melacak keberadaan Reytasya tetapi tak bisa.

'Kakak.'

Di tengah-tengah keadaannya yang terluka parah, dia hanya ingin memastikan Reytasya baik-baik saja, berada di tempat teraman.

'Kakak.'

Dia memiliki pendengaran yang sangat baik. Teriakan dan lolongan itu sudah memberitahunya sesuatu.

Dengan tenaga yang tersisa dia bangkit berdiri. "Apa mengalahkanku harus sekali dengan cara pengecut seperti ini?"

Yuz melangkah pergi, menyatu dengan gelapnya malam. Bayangan pria itu samar terlihat tetapi Eline berjanji dalam hati untuk sesuatu di masa depan.

Manik violet itu meneteskan air mata entah untuk keberapa kali. Dia mengepalkan tangan berusaha mati-matian melepaskan belati dari dalam tubuhnya.

Serangan demi serangan mulai melesat menghujani Eline yang terluka. Gadis itu terus berkelit menghindar, tetapi beberapa serangan berhasil mengenai tubuh, menciptakan luka baru.

Konsentrasi Eline terbelah. Dia amat mengkhawatirkan Reytasya.

Tenaga Eline mulai habis. Fisiknya juga semakin melemah, tetapi serangan itu tak berhenti, tak mengizinkan Eline untuk menarik nafas. Jangankan membalas, bisa bertahan saja dia sudah bersyukur pada Selena.

Kilatan dengan warna berbeda melayang, melesat cepat di udara menuju tempat pertempuran yang tak imbang.

****

Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang