Bab 29

887 58 14
                                    

"Yang terlihat kadang bukan wujud aslinya. Mungkin aku terlalu kecil untuk memahami persoalan besar, tetapi menjaga sesuatu yang disebut anugrah adalah kewajiban" Brian Carles.

****

"Apa kau benar-benar menyukai Eline?" Alex bertanya serius. Manik coklat itu menyorot datar merasakan kelopaknya berkedut tak menyenangkan.

"Apakah kau sedang mengkhawatirkan posisiku?" Brian terkekeh. Dia tak habis pikir dengan isi dari otak fampir angkuh di hadapannya. Eline adalah mate pria itu dan untuk apa Alex mengkhawatirkan posisinya?

"Aku merasakan ada sesuatu yang besar mulai bergerak." Alex berkata dengan tatapan menerawang. "Aku mengikuti gadis itu kemanapun dia pergi, untuk menjaganya. Aku tak menyukai ada pria lain yang mendekati Eline untuk memanfaatkan sang Ametis."

Brian mengedarkan pandangan sedikit takut. Fampir angkuh itu berkata begitu ringan seolah tak akan ada yang mendengar. Keadaan perpustakaan kampus memang sedang sepi tetapi bukan berarti tak akan ada yang mendengar perkataan mereka. Brian mengendus bau di sekelilingnya. Dia memicing, menatap kabut yang menyelimuti tubuhnya dan Alex. "Kau cukup berhati-hati." Brian bergumam. Dia menoleh. Manik birunya langsung bertubrukan dengan manik coklat Alex. Manik coklat itu tampak sendu, begitu tak enak di pandang. Brian dapat menangkap rasa kekhawatiran yang besar di dalam manik itu. Apa pria di hadapannya sedang mencoba menipu untuk keuntungan priba"Aku terlalu takut kehilangan Elie. Gadis itu segalanya untukku." Alex berkata lesu. Dia menunduk menghindari tatapan pria di hadapannya. Mengapa rasanya sangat menyesakan? Dewi, bisakah kau siksa tubuhku saja? Ini sungguh menyakitkan. Dia tahu sesuatu sedang bergerak menyakiti hatinya tetapi tak sama sekali dapat terlihat wujudnya.

Brian menyugar rambutnya dengan jari-jari. Dia menatap lekat kepala yang tertunduk, memastikan tak ada labirin yang bermain di belakang. "Siapa yang mampu menolak pesona Ametis? Bahkan makhluk seperti kita bisa dengan mudahnya bertekuk lutut pada sang penguasa. Kalau gadis itu mau, dia bisa membuat semua orang tunduk di bawah  kakinya." Brian menghela nafas merasa berat mengatakannya. Pria itu mendengak menatap lampu yang tergantung. "Tetapi dewi bulan tak sembarang memberikan anugrah. Bagiku Eline orang yang tepat memegang kekuatan besar itu."

Alex mengepalkan tangan. Mati-matian dia menahan rasa marah, dia tak boleh berubah sekarang. Alex harus berhasil melancarkan rencananya.

"Bohong jika aku tidak menyukai gadis itu. Dia cantik, menawan, dan mempesona. Begitu sangat sempurna." Brian tersenyum geli. "Tetapi aku tahu Eline bukan seperti kakaknya."

Alex menggeram. Giginya bergemelatup menyeramkan membuat Brian sedikit merinding, tetapi dia mencoba mengacuhkannya. "Kau mate gadis itu. Untuk apa kau mengkhawatirkan pasangan hebatmu? Dia bisa menjaga seluruh bangsanya kalau gadis itu mau. Seharusnya kau yang dijaganya."

Setelah Brian berhasil mengatakan itu Alex mencengkram tangannya. Kuku-kuku yang bertumbuh menyeramkan itu menembus kulit tangan Brian menghantarkan rasa perih.

Dalam sekali kedipan mata mereka sudah berada jauh dari kampus. Brian merasakan dadanya bergemuruh hebat. Ini pengalaman pertama kali untuknya berteleportasi. Dia terbiasa berlari, melompat, dan terbang menggunakan kaki-kaki serigalanya. Bukan yang hanya mengedipkan mata sudah berpindah posisi.

Brian melirik Alex yang tak jauh dari tempatnya. Dia kira pria itu akan membunuhnya di perpustakaan, ternyata pria itu membawanya kehutan. Entah dimana letak hutan ini tetapi pohon-pohon yang menjulang tampak asri seperti belum pernah terjamah manusia. Apa ini hutan di dunia imortal? Brian mengangkat pundak merasa tak dapat menjawab pertanyaannya sendiri. Dia menunduk memperhatikan hamparan tanah putih.

Suara Alex mengagetkannya. Ia menoleh, menghadap fampir yang tampak sedang mengamuk. Berteriak-teriak seolah tak ada telinga lain. Brian mendengus. Kepala dan tubuh pria itu bergerak tak terkendali. Ia meringis, memperhatikan gerakan berutal Alex.

Pohon-pohon rimbun menaungi tempatnya, menciptakan suasana yang menyejukan. Hembusan angin menggelitik pori-pori membuat tubuh Brian kembali santai. Pria itu memejamkan mata menyenderkan punggung pada tubuh pohon. Melihat Alex yang sedang mengamuk hanya akan membuat matanya sakit.

"Bocah bodoh!"

Baru saja Brian memasuki alam mimpi seruan kencang seseorang mendobrak paksa kesadarannya. Dia langsung menegakan tubuh, melotot, menatap wajah Alex yang berlumuran darah.

Brian menelan salifa. Manik birunya memperhatikan darah segar yang menetes di taring pria itu. Dia memindai tubuh pria yang terduduk di depannya.

Kemeja putih yang dikenakan Alex berganti warna. Celana yang dipakai juga tampak robek diberbagai sisi. Apa lagi wajah seram itu, ah, rasanya dia seperti sedang melihat korban mengenaskan. Brian mengangkat satu alisnya. Jantung pria itu berdetak kencang menatap manik coklat yang mengilat-ngilat sedang menatap kearahnya, tetapi dia tak mencium bau anyir dari tubuh yang berlumuran darah. Apakah hidungnya bermasalah? Bagaimana bisa dirinya berada dekat dengan darah tetapi bau lafender yang menyeruak? Brian memejamkan matanya. Bau itu begitu harum dan menenangkan.

"Dasar serigala bodoh!" Alex berseru.

Brian membuka sebelah matanya. Rasanya dia ingin tidur dengan di kelilingi bau harum lafender. "Apa kau berniat mengisap darahku? Atau membunuhku dengan merobek kulitku? Lalu kau akan meminumnya seperti bayi yang menemukan sungai susu?" Brian bertanya acuh.

"Apa kau berharap seperti itu?"

****

Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!

Bastard Imortal (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang