Pria dengan manik putih muncul di tengah-tengah tanah lapang yang mati. Tatapan pria itu yang tajam menyiratkan kepedihan sekaligus kekecewaan. Teman-teman seperjuangannya tergeletak dimana-mana dengan kondisi mengenaskan dan tak wajar. Siapa yang mampu melakukan ini semua? Apa rumor itu benar?
Dengan langkah tegap dia menghampiri satu-satunya kesatria yang sadar. "Apa kau baik?" Pria itu berjongkok memperhatikan wajah pucat rekannya.
"Lee. Apa itu kau?" Max bertanya dengan mata yang mengerjap. Kejadian buruk beberapa waktu lalu sedikit mengganggu kewarasannya dan dia mencemaskan itu.
"Iya ini aku. Apa yang terjadi?"
"E ... eli ... ee... "
"Kau bisa mengatakannya dengan perlahan-lahan! Tak usah terburu-buru jika itu menyakitkan."
Max menarik nafas dan membuangnya dengan perlahan. "Sesuatu yang menyeramkan ... percis ... lonceng kematian ...." Dia memegang dadanya yang berdenyut.
"Atur nafasmu! Tenangkan pikiranmu!" Lee memberitahu.
Tetapi bukannya membuat Max tenang pria itu malah semakin takut. Bayang-bayang kegelapan seperti menghantui jiwa Max, menciptakan nyanyian yang amat mengerikan berputar di otaknya, mengalun menyeramkan di telinga. Tubuh pria serigala itu bergetar hebat memberitahu betapa besar ketakutan yang dirasa.
Lee menatap miris saudara jauhnya. Dia mengusap kening Max membuat pria itu tak sadarkan diri. Lee beralih menghampiri tubuh yang terbujur kaku tak jauh dari tempatnya.
Wajah pucat dengan mata yang menghitam menyambut Lee menampar keras pria itu. Lidah dari mayat itu menjulur seolah kematian menjemput dengan sangat sakit.. "Jon." Dia bersuara lirih, "Apa benar ini kau?"
Tangan pria itu gemetar meraih tangan kanan Jon. Tato berbentuk bintang yang sama dengannya masih tercetak jelas, tato yang didapatkan atas kelahiran mereka. "Mengapa kau pergi secepat ini? Apa yang akan kukatakan pada Luke?" Dia bermonolog merasa sedih atas kepergian saudara kembarnya. "Mengapa kau sangat keras kepala, Jon? Coba saja jika waktu itu kau mau mendengarkanku, sesuatu yang buruk pasti tak akan menimpamu."
Kemunculan seseorang yang tiba-tiba mengagetkan Lee. Dia menoleh dan mengernyit menatap pria tua yang juga menatapnya. "Bagaimana dengan saudara kembarku? Apa kau bisa mengembalikannya..? Apa para petuah itu mampu mempertanggungjawabkan semua ini?"
"Sabar dulu Lee! Para petuah sedang berusaha memikirkan jalan terbaik."
"Halah omong kosong." Setelah mengatakan itu Lee menghilang bersama jasat Jon.
Pria tua dengan jubah lebarnya mengedarkan pandangan, memindai keenam tubuh kesatria yang tak sadarkan diri dan membawa tubuh-tubuh itu menghilang menuju suatu tempat.
****
Alon dan Rei yang muncul di depan singgasana orang tuanya mengerjap bingung.
"Dimana adik kalian? Apa keadaan mereka baik-baik saja?"
Pertanyaan dari Zela yang beruntun mengembalikan kesadaran kedua saudara itu.
"Ah, Elie! Dimana gadis kecil itu?" Alon mengedarkan pandangan.
Rei juga ikut mengedarkan pandangan, memperhatikan wajah-wajah tegang petinggi kerajaan.
"Apa yang kalian cari?" Alaric akhirnya bersuara.
Alon dan Rei kompak membalikan tubuh, menundukan sedikit kepala sebagai tanda hormat. "Kami kehilangan Elie dan Eta Ayah."
Alaric dan Zela terkejut. Wajah pasangan nomor satu di bangsa vampir itu menampilkan raut yang berbeda. Ada kekhawatiran berlebih yang menyorot dari manik silver Zela.
Sebagai seorang ibu kenyataan itu menampar keras Zela. Apa lagi keadaan Eline yang berbeda menjadi ketakutan banyak orang dan itu membuat keselamatan putri bungsunya terancam. Sewaktu kecil nasib Zela juga tak jauh berbeda dengan Eline. Dijauhi dan dikucili padahal dia adalah putri dari seorang raja terkuat tak membuat orang-orang menghormatinya
Hanya karena rambut dan maniknya yang berwarna perak dia dianggap pembawa sial bagi bangsa vampir. Tetapi keluarganya begitu luar biasa menyayangi Zela sampai dia lupa rasanya sakit, ditambah kehadiran kesatria gagah dari kerajaan tetangga melengkapi hari-hari gadis itu.
Lagi-lagi kenangan masa lalu berputar diingatan sang ratu entah untuk keberapa kali. Mungkin rasa itu tak ada apa-apanya dengan yang dirasakan putrinya sekarang. Eline dan Reytasya harus hidup dan berjuang sendiri di usia mereka yang amat muda, menjalani semuanya hanya untuk hidup tenang. Tetapi tempat yang harusnya menjadi peristirahatan dan mengadu malah menjadi tempat terburuk dan membawa teror.
Ketiga orang yang belum sadar muncul di tengah-tengah ruangan besar, menjadi pusat perhatian.
Tanpa aba-aba Zela turun dari singgasananya dan berhambur memeluk gadis bermanik magenta. Tangisan ratu geosentris itu bergema di dalam ruangan mengembalikan kesadaran orang-orang yang terpaku dengan tatapan beraneka.
Reytasya yang kaget hanya mampu berdiri kaku. Dia terlalu rindu dengan wanita yang memeluknya, tetapi dia juga terlalu kecewa untuk membalas pelukan sang ibu.
Lovetta yang muncul bersama pelayan pribadinya membulatkan mata melihat adegan mengharukan di depan mata. Yang dikatakan teman-temannya benar, tetapi dimana monster itu? Dia mengedarkan pandangan tetapi tak menangkap keberadaan adiknya.
Manik hijau lovetta tertuju pada satu titik, pria berambut merah. Siapa dia? Gadis itu melangkah ringan mendekati pria bermanik biru yang masih belum menyadari kedatangannya. "Hay Kak Alex!" Dia menyapa ramah.
Alex dan Brian kompak menoleh.
"Ada apa?"
Lovetta mencebikan bibir. "Selalu saja begitu." Dia mengomentari kebiasaan menyebalkan Alex.
"Apa kau tak merindukan ayah?" Suara Alaric terdengar menghentikan perkataan Lovetta.
Zela melepaskan pelukan. Tangan wanita itu menuntun anak ketiganya mendekati Alaric yang merentangkan tangan.
Dengan haru Reytasya berlari menyambut kehangatan yang sudah lama dia rindukan. Meski separuh hati gadis itu berkata lain dia tetap menurunkan ego dan harga dirinya.
****
Sudah direfisi! Koment jika typo atau kesalahan masih menyempil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...