'Maaf jika aku belum bisa mencintaimu. Kejadian di masa lalu begitu membuatku sakit dan merubah banyak hal.' Eline Herzone.
*****
"Apakah untuk berkeliling di Asarlot aku harus berpakaian seperti ini?" Eline bertanya. Dia menatap bergantian ketiga mayit yang sibuk menata rambutnya.
Hening!
"Apa kalian semenyebalkan itu?" Eline kembali bertanya. Riasan tipis di wajahnya tak mampu menutupi kekesalan Eline. Apa semua mayit di Asarlot dilarang berbicara? Sudah beberapa jam lalu sejak Azriel meninggalkannya, para mayit ini tak mengeluarkan sepatah kata kecuali selamat pagi.
Dia bosan menunggu dan bisakah orang-orang ini menceritakan sebuah dongeng seru? "Sampai kapankah kalian akan diam saja?"
Hening!
Eline menatap wajah salah satu mayit dari pantulan cermin. "Siapa namamu?"
Hening!
Gerutuan Eline terdengar samar namun mereka masih mampu mendengarnya.
"Kami adalah hambamu."
"Hah! Hambaku?"
"Kami pamit."
Bukannya menjawab ketiga mayit itu mundur selangkah dan menghilang. Eline mengerutkan alis bingung. Dia menatap kabut hitam yang tersisa
Tak mau ambil pusing Eline memusatkan pandangannya pada cermin yang menampilkan sesosok gadis. "Apa aku semenyeramkan itu?" Dia bermonolok, memperhatikan garis-garis putih yang memenuhi wajah."Apa kau telah siap?"
Eline mengalihkan pandangan. "Entahlah."
Azriel berjalan mendekat. Pria itu melingkarkan lengannya di leher Eline. Tersenyum, dia menunduk. "Apa yang kau tunggu?"
"Aku membutuhkan tudung?"
"Untuk apa?" Azriel mengangkat satu alisnya. Dia memperhatikan bibirnya yang menyentuh rambut Eline.
"Aku tidak terlalu yakin dengan ...."
"Kau sangat cantik." Azriel berkata yakin. Dia mengecup rambut Eline dan menegakan tubuh. "Rakyat Asarlot tela menunggumu."
*****
Azriel membawa Eline menghilang dan muncul di tengah-tengah ruangan besar yang penuh dengan orang.Tatapan penasaran dan penuh tanya menghujani Eline. Untuk pertama kali dalam hidup dia merasa seperti ditelanjangi. Eline adalah seorang putri kerajaan yang pernah bergabung dengan kesatria elit. Seharusnya dia sudah terbiasa berhadapan dengan banyak orang. Tetapi entah kenapa Eline merasakan perasaan yang aneh dan tak biasa.
Jika di dunia imortal orang-orang menatapnya dengan tatapan membunuh, di tempat ini dia sedikit merasakan kelegaan. Apa mungkin Asarlot memang tertakdir menjadi rumahnya? Eline memalingkan wajah. Tiba-tiba ingatan tentang kakak dan keluarganya muncul, menciptakan rasa yang begitu dibenci.
Suara terompet terdengar panjang mengisi langit-langit, menghentikan segala percakapan.
Eline kembali menatap lurus kedepan. Dia sedikit mengangkat kepala, menunjukan posisinya yang berdampingan dengan sang raja.
Ruangan besar itu hening seketika saat tiupan pada terompet berhenti. Azriel yang menggunakan jubah hitam dengan dasi kupu-kupu berjalan selangkah lebih maju. Tangannya masih menggenggam Eline membuat gadis itu ikut serta.
"Selamat pagi rakyatku!" Azriel berseru menyapa.
Semua orang menjawab dengan kompak.
Eline yang tak tahu apa-apa hanya membisu. Pertanyaan yang bersarang sudah banyak menyita pikiran.
"Tepat seratus tahun lalu aku pernah membawa seorang gadis yang terluka parah. Jiwa-nya hampir mati dan aku berusaha untuk membuat gadis itu tetap hidup ... "
Semua orang menyimak dengan baik kecuali Eline. Mereka tak melewatkan sedikitpun perkataan sang raja.
Tawa Azriel mengalun. Matanya menyipit, menyapu segala penjuru.
Eline masih bungkam. Dia sedikit melirik Azriel dan meremas tangan pria itu.
"Ah, iya ... iya. Maaf." Azriel menghentikan tawa. Dia terbatuk sekali sebelum kembali bersuara. "Aku terlalu bahagia."
"Mengapa kau mengajakku ketempat ini?" Eline yang merasa tak nyaman mencoba memusatkan perhatian. Manik violet itu bersinar lebih terang menyapu orang-orang yang terlihat seperti semut di bawah kakinya.
"Karena ini acaramu." Azriel menjawab singkat dan kembali bersuara lantang. "Hari ini adalah hari bahagia bagi Asarlot. Seseorang yang datang dari keluarga Geosentris adalah calon ratu kalian, sekaligus pendamping yang dipilihkan dewa untukku.
Sorak-sorai terdengar bersahut-sahutan. Meskipun masih banyak pertanyaan yang membuat bingung rakyat Asarlot, mereka tetap bersuka-cita untuk kejutan yang datang.
Eline yang mulai mengerti menoleh. "Apa maksudnya?"
Tetapi Azriel tak langsung menjawab. Pria itu melepaskan genggamannya dan bertepuk tangan memanggil sesuatu yang tak dimengerti Eline.
Menjadi ratu, seorang pemimpin, ataupun makhluk berkekuatan dasyat bukan keinginannya. Mungkin ada jutaan orang di luar sana yang berusaha dengan cara apapun untuk mendapatkan kekuatan besar. Tetapi jika saja Eline bisa memilih, mungkin dia akan memilih menjadi rakyat biasa, dan hidup normal bersama pria yang dicintai. Eline mengalihkan pandangan, menyapu orang-orang yang sebentar lagi akan menjadi tanggung jawabnya.
Posisi mereka yang berada di atas memudahkan Eline untuk memperhatikan raut dari tiap-tiap orang yang berada di baris terdepan. Manik violet itu terhenti [pada seorang gadis berambut merah. Gadis itu terlalu unik dan cantik sampai mudah diingat.
Manik mereka bertemu tetapi tak lama karena Azriel menarik tangan Eline.
Di hadapan Eline sudah berdiri satu pria berbadan besar. Wujud-nya terlihat tak biasa dengan tanduk satu yang tumbuh dijidat. maniknya kelam serupa malam.
Eline tak tahu siapa pria itu. Tetapi melihat dari aura yang dikeluarkan, orang ini memiliki sesuatu yang besar.
"Bisa langsung dimulai saja?" Azriel bersuara, terdengar tak sabaran.
Pria itu mengangguk dan menyodorkan kedua tangan yang mengenadah. Sedetik kemudian muncul cawan keramik berwarna merah terselimut kabut pekat.
Orang-orang yang menyaksikan itu terlihat antusias. Sudah berjuta-juta purnama terlewatkan, mereka tak pernah menyaksikan cawan itu secara langsung. Benda keramat milik mantan iblis memang dijaga baik karena konon menyimpan jiwa Azazel yang dikurung.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard Imortal (tamat)
FantasyWARNING! Cerita ini memiliki banyak virus, kata-kata fulgar, khayalan klasik, dan penggambaran ... Eline Herzone, gadis canntik tanpa cela itu adalah seorang putri dari keluarga bangsawan terhormat bangsa vampir. Parasnya yang disebut-sebut duplikat...