52. Lawan Gue!

2K 454 95
                                    

Bagaikan gerhana matahari yang menggelapkan setengah bumi, bola oren itu melayang terbang ke atas udara. Pantulan keras yang disebabkan oleh tangan mungil itu berhasil membuat Gisel menganga lebar.

Kepalanya bergerak horizontal secara berkala. Matanya setengah menyipit, tangannya bergerak ke atas kening menutupi silaunya cahaya illahi.

"Tangan emas," gumamnya.

"Bisa-bisanya lo pantulin bola setinggi langit, Din."

Dina menyilang dada. Matanya menatap lurus wajah Gisel. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman sinis.

Merasa tak mendapat jawaban, Gisel menurunkan pandangannya. Kemudian ia menoleh, membalas tatapan sinis Dina. Gisel berkedip lambat. Salivanya terteguk sekali.

"K-kenapa lo liatin gue s-segitunya?"

Dina mengeluarkan suara dari senyuman sinisnya. "Karna lo pantes dapetin senyuman istimewa dari gue,"

"Oh, karna bola oren ya?"

"Lo hebat!"

"Kok muji gue? Kan lo yang pantulin bolanya."

"Salah gue muji lo, Gisel?"

"Emang gue ngapain sampe lo muji gue?"

"Masih berani nanya?"

Gisel menyilangkan dadanya. Ia menampilkan senyuman smirk. "Gue perlu kejelasan tentang pujian lo!"

Dina bertepuk tangan beberapa kali. Lantas ia geleng-geleng kepala. "Hebat, hebat,"

"Nyonya racun,"

Gisel memudarkan senyum. Melihat Dina bersikap tak seperti biasanya, bulu kuduk Gisel merinding.

Dina melangkah mendekat. Gisel mundur beberapa langkah. Semakin Gisel mundur, Dina semakin maju. Hingga cewek itu menabrak tiang basket, Dina tertawa sekeras mungkin.

"Takut?"

Gisel menghirup napas berkali-kali menahan kegugupan. Ia tak tau pernah melakukan kesalahan apa pada Dina. Tapi mengingat bagaimana se-menyeramkan apa wajah cewek itu sekarang, jantung Gisel ketar-ketir.

Sebuah benda kecil menyundul kepala Gisel dengan keras secara tiba-tiba melewati lubang keranjang dari atas tiang tersebut. Ukurannya tak seberapa, namun tekanannya luar biasa. Seketika pandangan Gisel berkunang-kunang. Cewek itu terduduk di bawah sembari memegang kepalanya.

"Arghh!!"

"Sakit?" tanya Dina.

"Lo sengaja?"

"Bukannya lo sendiri yang datang sebagai mangsa?"

Gisel mendongak, tatapannya kabur. Telunjuk tangannya mengarah pada Dina. Namun, sedetik kemudian, ia memejamkan mata dan tak sadarkan diri.

"Membunuh tanpa menyentuh,"

"Kalau masih hidup, ku ucapkan selamat untukmu, iblis!"

***

Gadis itu menyandarkan punggungnya di tembok. Matanya menatap gelisah pada sebuah pintu bertuliskan uks. Sejak tiga jam yang lalu, salah satu sahabatnya yang memiliki panggilan selebgram alay itu tak kunjung membuka matanya.

Di dalam sana, petugas uks sedang berusaha untuk membangunkannya bersama salah satu dokter milik sekolah.

Sedangkan kedua sahabat lainnya malah berjalan santai sembari bercanda ria menuju ke arah uks.

Gadis itu menoleh. Ia memberikan kerutan kening serta tatapan mata yang tajam pada keduanya.

"Apa yang lucu? Sahabat lo berdua sedang sekarat sekarang. Ini bukan waktunya untuk bercanda!" kesal Daniar.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang