Ending

1.5K 227 82
                                    

Aradina, gadis pemilik netra tajam itu mematung. Napasnya tertahan. Detak jantungnya seakan-akan berhenti. Apa yang diucapkan Tirex seolah seperti angin berlalu. Ada namun tiada.

Dia tak bisa mencerna dengan baik perkataan Tirex. "Ha?" cengonya.

Tirex memejamkan mata. Air matanya turun. Dina mengusap air mata cowok itu.

"Kenapa lo nangis?" tanya Dina.

Cowok itu menggelengkan kepala. Menatap langit-langit berwarna putih. "Lo kangen nggak sama bokap lo?"

Dina mengangguk. Siapa yang tidak akan rindu pada cinta pertamanya? Apalagi kini cinta pertamanya telah pergi ke surga untuk selamanya. Hanya bisa melihat batu nisan kuburannya saja.

"Gue kangen,"

"Apa yang ingin lo sampaikan sama bokap?"

"Gue pengen ketemu,"

"Cukup dalam mimpi saja," sahut Tirex mengenai jawaban Dina. Jawaban macam apa itu?

Sebuah senyuman terpatri di bibir ranum Dina. Begitu manis mengalahkan madu lebah.

"Aneh lo!" ketusnya.

Tirex menoleh. Salah satu alisnya terangkat. "Aneh kenapa?"

"Ya lo aneh hari ini, tiba-tiba baik sama gue, padahal kemarin lo usir gue. Sekarang lo malah panggil gue, ngomongin hal gak jelas, dan juga nanyain gue apakah gue kangen sama bokap atau gak."

Tirex terkekeh. Dia berusaha mencapai puncak rambut gadis itu lalu mengelusnya.

"Maaf ya, kalau selama ini sikap gue ke lo sangat buruk."

"Tumben lo minta maaf," sindirnya.

"Biar dosa gue gak terlalu banyak."

Dina tertawa keras sembari memukul lengan Tirex beberapa kali. "Mau tobat lo?"

Tirex mengangguk sekali. Tawa Dina perlahan mereda. Dia menatap wajah Tirex yang terlihat sangat-sangat pucat.

"Dina," cowok itu memanggilnya tanpa menoleh. Matanya fokus pada atap rumah sakit.

"Apa?"

Perlahan, mata cowok itu memandang wajah Dina.

"Gue tidur dulu, ya?"

Gadis itu mengangguk. Dia lantas beranjak berdiri dari duduknya. "Selamat beristirahat." Kata Dina.

Cowok itu menariknya kuat. Dina menumpj tubuhnya di dada bidang Tirex. Tanpa izin, cowok itu mencium kening Dina dengan sangat lembut.

Pipinya memerah. Dia segera menjauhkan diri.

"Lo boleh pergi,"

Cewek itu meneguk ludahnya susah payah. Setelah mengangguk. "G-gue pergi," gugupnya.

Tirex menarik sudut bibirnya. Mengangguk menanggapi salam perpisahan gadis itu. Entah kapan lagi, dia bisa mendengar suara gadis itu lagi.

Dina pun berjalan keluar. Membiarkan cowok itu tidur dengan tenang. Dina lega, akhirnya Tirex baik-baik saja setelah kesakitan.

Semoga saja penyakitnya segera sembuh total dan hubungan keduanya membaik. Meski sebenarnya sudah baik.

Jika esok Tirex masih bisa diberi kesempatan, dia akan mendengarkan curahan gadis itu selama dua puluh empat jam penuh tanpa henti.

"Tunggu, boleh gue minta tolong?"

Dina berhenti, dia berbalik menatap Tirex. Kedua alisnya menyatu menunggu jawabannya.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang