62. Xares dan Mores

1.8K 366 38
                                        

Coki menempelkan ponsel di telinga menunggu Tirex mengangkat telpon darinya. Sekarang sudah lima belas menit sejak lomba renang selesai. Coki baru bisa menelepon Tirex setelah beberapa kali mencari jaringan.

Di belakangnya, Firman masih memejamkan matanya erat. Coki melirik Firman sebentar. Sesaat kemudian Tirex mengangkat telepon.

"Lo udah di markas?"

Coki refleks menggeleng. "Kita gak bisa ke markas,"

"Di mana lo sekarang?"

"Sembunyi. Kita habis di serang musuh di tengah jalan, dan Firman..." Coki menggantungkan ucapannya. Ia melirik Firman sejenak lalu kembali mengalihkan pandangan ke depan. Ia tak tega melihat keadaan na'as sahabatnya.

"Firman? Kenapa Firman?"

Coki membuang perasaan gugup. "F-firman..."

"Ngomong yang jelas!"

Coki menarik napasnya. "Firman di tembak."

"Apa?!"

Bukan hanya suara Tirex tetapi juga suara Dina, Antonio dan juga Raden yang Coki dengar.

"Siapa yang nembak Firman?" kini Dina yang bertanya. Cewek itu merebut ponsel Tirex.

Coki meneguk ludahnya. Suara Dina terdengar tegas dan menegangkan. Membuat jantungnya bergetar.

"Jawab!"

"Jangan diem!"

"F-firman berhasil ditembak musuh, Din,"

"Gue tau tapi siapa musuhnya, bangsat!"

Coki mendengus pelan. "Gue gak bisa kasih tau lo siapa yang udah nembak Firman,"

"Kenap-"

Tirex kembali merebut ponselnya.

"Anjing!" umpat Dina. Dia menjitak kepala Tirex.

"Gak gue loud speaker, lo bisa ngomong sama gue," kata Tirex

Coki terdiam sejenak. Ia mempersiapkan diri untuk menyebutkan sebuah nama yang tidak akan pernah mungkin bisa Tirex percaya.

"Dia adalah..."

"Hanabi,"

Tirex sedikit terkejut. Ia mengepalkan tangannya. Tirex sedikit melirik Dina sejenak kemudian memutuskan telepon Coki sepihak. Dia menyimpan ponselnya. Kemudian menarik Dina pergi.

"Mau ke mana, Rex?"

Tirex tak menjawab pertanyaan Dina. Cowok itu beralih menatap Antonio.

"Antoni, lo pimpin Tirexay. Hari ini kita mulai peperangan!"

***

Firman membuka matanya. Sedikit demi sedikit. Seseorang berdiri di depannya tengah berbicara dengan telepon.

"Awhh.. shhh," Firman meringis kesakitan sembari memegangi perutnya.

Coki berbalik ke belakang namun Firman tak bisa melihatnya dengan jelas sebab cahaya matahari hanya menerangi dirinya. Sedangkan Coki tidak terkena sinar.

"Lo udah sadar, Fir?"

Firman mendongak dan mengangguk. Wajahnya sangat pucat pasi serta bibirnya kering. "P-perut gue s-sakit," Firman memegangi perutnya.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang