51. Pengakuan Firman

2.1K 411 38
                                    

Jarum jam terus berputar. Detik demi detik telag berlalu. Mata itu tak lepas dari arah pandang pintu masuk kafe. Terkadang, dia mengalihkan mata pada jam tangan Rolex miliknya.

Kakinya bergerak gelisah. Dia sudah menunggu kehadirannya cukup lama. Dia tak bisa menghubunginya. Meski jaringan dan sinyalnya kuat, namun ponsel seseorang itu telah mati.

Selama hampir dua jam, kedua minuman masih tersaji di atas meja. Tidak tersentuh sama sekali. Ia belum meminum es kopi-nya. Bahkan es-nya sudah mencair.

"Udah dua jam!"

"Kenapa belum dateng?"

Antonio kembali melihat jam. "Di mana Dina?"

Sekali lagi, ia menelepon ponsel Dina. Kali ini deringan telepon yang terdengar di telinganya.

Antonio sumringah. Setelah beberapa kali menghubungi, ponsel Dina akhirnya terhubung.

Cowok itu menunggu jawaban Dina. "Angkat, Din!"

Telepon terputus. Antonio berdecak kesal, "Ck."

Antonio tak menyerah. Ia mencoba menghubunginya lagi.

"Di mana sih lo?"

"Hallo?"

Antonio menghela napas lega. Bibirnya melengkung membentuk senyuman. "Dina? Kenapa hp lo mati?"

"Lowbat,"

"Lo di mana?"

"Gue di-"

"Lo gak lupa kan kalau kita ada janji pertemuan?"

Di seberang sana Dina mengangguk sekali. "Gue inget kok,"

"Ada yang mau gue sampaikan ke lo."

"Apa? Lo ngomong di sini aja."

"Gak! Gue mau lo datang, gue ada kejutan." Antonio mencium bunga mawar yang baru ia beli dari toko bunga.

"Ada apa sih?"

"Makanya lo ke sini, biar tau."

"Gue gak bisa!"

Kening Antonio mengkerut. "Kenapa? Lo sakit?" tanya Antonio dengan nada khawatir.

"Gue ke sana sekarang!" Antonio berdiri. Ia bersiap pergi ke penginapan Dina.

"Jangan!"

Antonio berhenti. "Why, Din?"

"Karna gue udah pulang,"

Mata Antonio melebar. "P-pulang? Pulang ke mana maksud lo?"

"Rumah. Maaf Antonio, gue harus pulang mendadak, adik gue tiba-tiba demam, kepalanya sakit. Maaf gue gak pamit ke lo."

"Jangan bercanda lo Din!" teriak Antonio. Dia menjadi pusat perhatian.

"Gue serius! Gue gak bisa hubungi lo karna hp gue lowbat. Kalau lo ada kepentingan sama gue, kita obrolin di sekolah aja. Hp gue sebentar lagi mati, sorry ya.."

Dina mematikan telepon sepihak. Ia memasukkan kembali ponselnya. Dina menyandarkan bahu di kursi. Cewek itu menghembuskan napas panjang.

Kemudian memejamkan matanya dan terlelap dalam senyuman. Makasih untuk liburan yang menyenangkan ini.

"Din!"

"Dina?"

"Ck!"

Antonio menggeram kesal. Bisa-bisanya gadis itu pulang tanpa dirinya.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang