39. Sepatu Biru

2.7K 452 179
                                        

Menandatangani dokumen-dokumen penting dalam jumlah yang banyak memberikan efek menguap berkali-kali untuknya. Kepalanya terasa pusing dan berat. Tangannya pun sedikit kram kesemutan.

Cowok itu berhenti sejenak, membiarkan tubuhnya istirahat sebentar. Semalaman penuh matanya terasa lelah sebab tak terpejam. Bahkan ia sudah menghabiskan lima gelas kopi hitam, tapi tetap saja ia masih mengantuk.

Namun, jika ia tertidur, bagaimana dokumen penting ini bisa selesai? Sedangkan nanti sore harus segera dikirimkan.

Cowok itu memejamkan matanya sebentar sembari memijat kepalanya.

"Segitu cintanya sama dokumen," seseorang masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi.

Dia berdecak pelan. "Ck, ganggu!"

Antonio tak peduli. Ia langsung duduk di kursi depan Tirex.

"Ada suatu hal yang perlu lo tau,"

Tirex membuka matanya menatap Antonio. Alisnya terangkat satu seolah bertanya.

"Hari ini Dina libur,"

"Gue lebih tau daripada lo,"

Antonio terkekeh. "Iya karna lo teman sekelasnya."

"Terus maksud kedatangan lo apa?"

Antonio meletakkan sepasang sepatu yang terdapat bercak darah kering ke atas meja Tirex.

"Gue nemu sepatu Dina di tong sampah,"

Tirex mengerutkan keningnya. "Sepatu Dina?" ulangnya. "Kenapa ada di tong sampah?"

"Kakinya terluka gara-gara tertusuk pecahan gelas. Karna sepatunya rusak, lebih baik di buang di tempat sampah kan?"

"Tapi Dina juga bodoh karna gak mengobati lukanya di UKS." Antonio geleng-geleng kepala.

"Kenapa Dina gak pergi ke UKS?" tanya Tirex khawatir.

"Ngapain juga ke UKS? Bukannya terobati, lukanya akan bertambah semakin dalam. Untung aja gue datang tepat waktu, kalau gak, gue gak yakin kaki Dina bakal sembuh akibat tetanus," seru Antonio melirik Tirex memberikan sindiran.

"Gimana keadaannya sekarang?"

"Lo khawatir?"

Tirex mengangguk. "Karna dia adik gue,"

"Gue pikir lo gak peduli, soalnya lo lebih mentingin orang yang baru lo kenal,"

"Zahra maksud lo?"

Antonio mengangguk.

"Karna dia lebih butuh bantuan gue,"

"Menurut lo Dina gak? Asal lo tau, luka Dina lebih parah daripada Zahra. Bukan hanya kakinya doang yang terluka, tapi tangan serta hatinya juga. Sedangkan Zahra?"

Antonio tersenyum kecut. "Secuil luka pun dia gak ada," Antonio menahan amarah.

Tirex menghembuskan napasnya. "Kaki Zahra juga terluka, lo gak tau tentang itu."

"Din--"

Sebelum Antonio mengajaknya berdebat, Tirex memotongnya. Cowok itu berdiri dan berkata, "Mumpung lo di sini, gue minta pendapat,"

"Pendapat?"

Tirex berjalan ke lemari khusus. Mengambil dua kardus. Ia menenteng dua kotak kardus. Masing-masing kardus berisi sepasang sepatu. Melihat itu Antonio sedikit memendam amarahnya. Mungkin Tirex seolah tidak peduli dengan Dina, tapi ternyata cowok itu sudah mempersiapkan sepatu baru untuk Dina.

Antonio bersyukur. Karna kejadian ini, sepertinya cinta Dina pada Tirex tidak akan bertepuk sebelah tangan.

Meski Tirex tidak pernah mengatakan ia jatuh cinta, tapi Antonio sangat paham bagaimana isi hati cowok itu. Tatapannya pada Dina dan tatapannya pada perempuan lain sangat berbeda, termasuk Zahra.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang