57. Almond

1.9K 371 32
                                    

Gisel terus berlari. Tak peduli sudah berapa banyak bahu yang ia senggol. Kakinya melangkah besar. Berharap memiliki kesempatan untuk menjelaskan semua kepada sahabatnya.

Dina, Hanabi, dan Daniar sedang berkumpul di rumah Hanabi. Dia tidak bisa pergi naik motor, sebab kedua ban motornya bocor saat diparkiran. Entah itu karna orang iseng atau karna Gisel yang tidak sengaja menginjak paku.

Sebenarnya bisa saja Gisel menunggu taksi lewat, tapi ia tidak memiliki banyak waktu.

Setelah menyusuri jalan sekitar beberapa ratus meter, akhirnya ia sampai di depan halaman rumah cewek itu. Sejenak ia berhenti. Gisel mengambil pasokan udara. Jantungnya berdetak lebih cepat setelah berlari sejauh ini.

Tangannya tremor sebab ia belum makan apapun selama setengah hari.

Napasnya ngos-ngosan, dadanya terasa sesak. Mata Gisel sedikit buram, panasnya matahari membuat retina matanya dipenuhi bayangan hitam. Bahkan bayangan sosok hitam terasa nyata dan mulai mendekati dirinya.

Gisel menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia juga mengedipkan matanya cepat berusaha menampik halusinasinya. Namun, bayangan hitam tersebut semakin mendekat. Kedua alisnya menyatu, ia menajamkan pandangannya.

"D-dina?" bayangan tersebut sangat mirip dengan postur tubuh indah milik Dina. Gisel merasa ada telapak tangan yang menyentuh bahunya. Sentuhan pada pundaknya terasa sangat amat nyata.

Apakah ini halusinasi?

"Ada apa lo kemari?" tanya Dina.

Gisel mengacak wajahnya gusar. Seketika bulu kuduknya berdiri. Ia merinding mendengar suara Dina.

"L-lo Dina?"

Dina manggut-manggut

"G-gue.. huh.. m-mau jelasin," ucap Gisel ngos-ngosan.

"Jelasin yang mana nih? Jelasin kalau lo udah kasih obat perangsang di minuman Firman? Atau mau jelasin tentang pencurian buku diary gue? Atau mau jelasin kalau lo pernah gebuk Arkan pake kayu untuk ambil surat dokter gue?"

Gisel terdiam.

"Atau jangan-jangan, lo mau kasih tau mereka tentang identitas seseorang yang udah desak lo berkhianat?"

"Lo mau jadi pengkhianat Zahra? Lo gak takut Gazela mati ditangan mereka?"

Gisel mengalihkan tatapan matanya ke bawah.

"Gue tau kalau sekarang lo itu orang yang sangat spesial. Karna dapat hak asasi perlindungan Tirexay, ya kan?"

Gisel hanya termenung mendengar pertanyaan Dina secara beruntun. Ralat. Bukan pertanyaan lagi, melainkan pernyataan. Benar kata Dina, Gisel akan menjelaskan itu semua pada mereka.

"Tapi lo lupa sama gue, sekalipun lo udah memiliki pelindung, gue gak akan biarin lo hidup tenang, Gisel!" Dina menampilkan senyum mengerikan.

Cewek itu menggigit bibir bawahnya. Yang paling ia takutkan bukan organisasinya ataupun Tirex, melainkan seseorang yang ada dihadapannya ini. Karna ia tau benar, sekali Dina menganggap musuh selamanya dia tak akan pernah bisa hidup dengan damai. Dina akan membuat musuh selalu terbayang-bayang tentang penderitaan hidup.

Dan kini, Gisel merasakan hal itu.

"G-gue mau minta maaf,"

"Gak papa, lo kan bakal dilindungi  sama Tirex."

Gisel meneguk salivanya susah payah. "Lo bebasin gue?"

"Bebas?" Dina menaikkan sebelah alisnya. Lantas ia terkekeh pelan.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang