71. The Sniper

1.2K 279 51
                                    

Cewek itu memasukkan tangannya ke dalam jaket hitam denim yang mengkilap. Dia meraih helm yang terpasang di spion lalu memakainya tanpa seizin pemiliknya.

Setelah menurunkan kaca helm, ia segera menancapkan gas dan melajukan motor ke luar area rumah sakit dengan kecepatan penuh.

Cewek itu tak menghiraukan rasa sakit yang seakan-akan menusuk ulu hatinya. Namun, ia tak mempedulikan rasa sakit tersebut.

Ia mengendarai motor dengan kecepatan di atas rata-rata dengan tangan yang senantiasa meremas perutnya.

Ketika gadis itu sudah pergi jauh, seorang gadis yang lain baru saja tiba di parkiran. Namun sayang, lari yang menurutnya sudah sangat cepat masih tetap belum bisa menyusul dan menyelamatkan motor yang sudah berhasil dicuri.

"Dia bawa motor gue?" gumamnya tak percaya seraya menunjuk dirinya.

Dia menendang benda apapun yang ada di depannya.

"Sialan!"

"Nggak tau diri jadi anak pembantu."

***

Matanya menatap nanar ke arah teman-temannya yang tergeletak di bawah tanah dengan darah yang mengucur deras kemana-mana.

Dia menutup mulutnya tak percaya Hatinya mencelos begitu saja. Seluruh badannya bergetar. Dia merasa tak berdaya. Dia merasa tak berguna sebagai seorang ketua.

Tanggung jawab yang seharusnya ia lakukan, tidak ia kerjakan. Ia lalai. Dia telah membuat para anggotanya mengalami penderitaan.

Cewek itu menjatuhkan tubuhnya. Ia memegang dadanya yang terasa sakit. Dia mengelus rambut Marko yang terpejam. Tangannya terulur untuk memeluknya.

"Maafin gue," sesalnya.

Marko membuka matanya perlahan. Ia terkejut melihat Dina yang muncul di depannya. Cowok itu menarik sudut bibirnya. Ia mengelus rambut Dina dengan lembut.

"Padahal lo sedang di rawat, tapi bisa-bisanya lo datang tanpa beban, Ketua?"

Dina menatap Marko tak percaya. Ia semakin terisak ketika mendengar suara paraunya.

"Cewek bo.. doh, jangan me.. nangis. Lo jelek kalau nang..is," ucapnya terbata-bata.

"Diem, jangan banyak bacot!!"

Marko terkekeh-kekeh. Dia memperagakan gerakan hormat. "Siap, Ketua."

"Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi?"

Marko menghembuskan napas panjang. Ia memejamkan matanya sejenak lalu kembali menatap Dina.

"Tirex balas dendam."

Dina menatapnya datar. Tatapannya benar-benar kosong. Ia menatap sekelilingnya, semuanya tersenyum tipis ke arah Dina.

Hati Dina terenyuh. Mereka seakan tak ingin melihat Dina menyerah begitu saja. Marko mengerti maksud Dina. Cewek itu tidak akan mampu menahan ataupun menyerang Tirex dengan kondisi yang seperti ini. Tapi ia tetap memaksakan diri.

Hampir setengah anggotanya telah dilumpuhkan. Dina tak tau harus berbuat apa. Dia bukan dokter, bahkan dia tak bisa menyembuhkan diri sendiri lalu bagaimana cara menyembuhkan mereka?

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang