74. Kesepakatan

1.3K 303 76
                                        


Biarkan aku ikhlas melepas kisah cintaku yang tak akan pernah terbalas.

-AradinaZW-

.
.
.
.
.

Gadis itu menatap jarum infus yang tertancap di tangan kecilnya. Lalu ia beranjak turun dari ranjang. Dia berjalan perlahan mendekati jendela. Dia membukanya lalu menatap pemandangan luar yang sungguh indah.

Ia menghirup udara dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Merasakan kesejukan udara. Sudah lama ia tak menghirup udara segar.

Dina membuka kelopaknya. Pupil matanya tertuju pada salah satu sosok manusia berpostur tinggi, disertai rambut berwarna hitam pekat, yang baru saja turun dari mobil. Style baju yang santai tapi keren menyapu perhatiannya. Cowok itu selalu saja mampu membuat ia terpesona setiap saat.

Meskipun mata cowok itu tertutup oleh kacamata hitam, namun Dina bisa merasakan dengan jelas bahwa cowok itu juga sedang memandanginya. Terlihat dari kepalanya yang sedikit mendongak ke atas. Atau lebih tepatnya ke arahnya.

Hanya sesaat. Karna cowok itu segera memutuskan kontak mata. Beberapa langkah kemudian, dia pun menghilang.

Dina menampilkan senyum tipis. "Rasa ini masih sama."

***

Cewek itu memutar balik tubuhnya seratus delapan puluh derajat. Hal yang pertama kali ia lihat adalah seorang lelaki tampan, dimana pada beberapa waktu lalu, cowok itu masih berada di bawah sana. Tapi saat ini, ia sudah berada di belakangnya.

Bedanya, sekarang ia sudah melepas kacamatanya dan memandang wajahnya secara langsung.

Dina meneguk ludahnya sudah payah. Betapa tampannya dia, hingga membuat wajahnya yang pucat mendadak memerah seperti kepiting rebus.

"Ganteng banget pacar orang," gumamnya amat sangat pelan hingga hanya dirinya yang mendengar.

Cowok itu masuk ke dalam ruangan berwarna putih setelah menatap datar Dina seperkian detik.

Lalu ia berjalan dan menyibukkan diri dengan memasukkan beberapa barang yang perlu dibereskan.

"Jadi babu buat orang sakit sesekali," serunya.

Dina mendengar, tapi ia tak bisa mengumpatinya karna seseorang mengetuk pintu.

"Permisi, dengan nyonya Aradina?" tanya seorang perawat yang memunculkan wajahnya.

"Iya, saya sendiri. Silahkan masuk," jawabnya seraya melirik Tirex.

Perawat tersebut masuk setelah diberi izin. Ia mendekati Dina, lalu menggandeng tangan Dina dan mengarahkannya untuk duduk di atas ranjang.

"Kok saya merasa kayak Nenek jompo ya, Mbak?" dia bukan anak kecil yang hanya berjalan beberapa langkah saja harus digandeng.

"Masa jalan aja digandeng?" perawat itu terkekeh.

Sedangkan Tirex tak memperdulikan.

"Hari ini Nyonya Aradina bisa keluar rumah sakit."

Ia jadi salah tingkah. Lihat saja, pipinya kembali bersemu merah saat perawat tersebut menyebutnya 'nyonya'. Tak pernah sekalipun ia mendapatkan panggilan yang seperti itu. Tapi ia tersadar saat ini ia berada di rumah sakit mahal. Dimana setiap pasien akan dipanggil nyonya dan tuan.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang