72. Bad Day

1.3K 340 117
                                    

Kita bukan Romeo dan Juliet, ataupun Cinderella dan Pangeran. Tapi ini adalah kisah kita, kisah yang tak menginginkan kita untuk bersama. Semesta tidak mengizinkan kita untuk bahagia.

-Aradina Zaimashi Winter-
.
.
.
.

"Lo atau gue yang nembak?"

Tirex menoleh cepat ke arah Firman. Matanya melebar sempurna. Kedua alisnya mengernyit. Ia menatap lekat Firman. Namun, cowok itu tengah menatap Dina tajam.

"Maksud lo?"

"Gue juga punya pistol, kalau lo nggak mau nembak dia, perintahkan gue buat nembak cewek brengsek yang sok berani itu."

Cowok itu menampilkan seringaian sembari mengarahkan pistol tepat ke arah Dina. Dia seolah-olah menunggu hal ini sudah dari lama. Keinginannya adalah menembakkan ke-enam peluru di seluruh tubuhnya dalam sekali tembakan. Membalas apa yang dilakukan Dina terhadap temannya.

Tirex mengalihkan perhatiannya pada Dina. Cewek itu bahkan tak terkejut sama sekali. Ia hanya memandang mereka datar. Seolah tak peduli jika nyawanya sedang terancam.

Tirex kembali menoleh kepada Firman. "Jatuhkan senjata lo, dia urusan gue."

Firman terkekeh. Dia memutar bola matanya malas. "Dia juga urusan gue, Rex. Karna urusan gue sama dia belum selesai."

Dina berdecih di seberang sana.

"Fir!" tegas Tirex.

Firman tak peduli teriakan Tirex. Ia bahkan selangkah lebih maju darinya.

Sedangkan Dina setengah mati menahan rasa sakit yang ada di relung hatinya. Tapi ia tidak ingin terlihat sakit. Anehnya, ia merasa seperti dunia terbalik. Mereka yang dulu selalu ia hukum saat di sekolah, kini berganti menghukum dirinya.

Bukan hukuman sekolah biasa. Melainkan hukuman mati.

Cewek itu menarik napas dalam. "Nggak usah rebutan mau nembak gue, tembak aja barengan," tantang Dina.

"Kalau gue mau, saat ini juga lo bakal mati. Tapi sayang, gue masih menghormati ketua," Firman melirik Tirex.

Dina sedikit terkejut dengan jawaban Firman. Sepertinya cowok itu benar-benar memiliki dendam terdalam terhadapnya.

"Gue tau, lo dendam karna kekalahan lo, kan?" ejeknya seraya menarik sudut bibirnya.

Firman menarik sudut bibirnya.

"Kalau kalah ngaku kalah aja, nggak usah sok jadi pendendam. Lagian lo juga nggak bakal menang lawan gue." Gadis itu menyilangkan tangan di depan dada. Ia tersenyum smirk.

Firman mengendurkan senyumnya. Ia mengepalkan tangannya kuat. "What the fuck!!"

"Gue tarik ucapan gue, Rex!" Firman menyiapkan pistol dan segera menembaknya tanpa pikir panjang. Ucapan Dina membuat kepalanya mendidih. Emosinya memuncak.

Sedetik kemudian, suara tembakan terdengar keras. Aroma mesiu tercium sangat pekat di sekitar Firman. Mereka semua menutup mata. Satu peluru berhasil menembus dada kiri Dina.

Cewek itu memegangi dadanya. Ia terjerembab ke bawah lantai dengan darah yang bercucuran.

Tirex hanya merenung saat mengetahui Firman meluncurkan tembakan satu pelurunya, tapi ia tak melakukan apapun, bahkan tidak mencegahnya.

Semua terjadi begitu saja.

Antonio, Hanabi dan yang lainnya termenung seaat. Lalu mereka meneriaki nama Dina dengan keras. Namun Firman tak ingin mendengarkan teriakan mereka.

Secret MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang