Jauh-jauh Althea datang ternyata yang Mathea sampaikan sangat singkat dan padat. Padahal ia sudah nenyempatkan diri untuk mandi dulu. Tapi ia malah begitu. Kesal sih tidak. Tapi kesannya tidak sopan.
Lalu gadis itu berjalan dan berhenti di depan ruang operasi.
"Alhamdulillah, De. Operasinya berjalan dengan lancar. Ibu Imadea akan di pindahkan ke ruang rawat," ungkap Dokter.
Althea langsung tersenyum bahagia dan sujud syukur. "Terima kasih ya Allah...." Membuat Dokter itu ikut tersenyum. "Ruangan mama aku nomor berapa?"
"Dahlia nomor 45."
"Makasih." Althea langsung bergegas kesana. Dan duduk di kursi dekat brankar. Memeluk dan mencium mamanya begitu sayangnya ia padanya. Semua siksaan dan kekejamannya tak membuat cintanya luntur.
"Syukurlah mama bisa sembuh lagi," gumam Althea. Ia menatap wajah teduh mamanya. Lalu mencium dahinya. "Semoga cepet sembuh, Mah."
Beberapa lama kemudian. Althea tertidur dengan posisi duduk. Sampai besok pagi. Sampai Althea bangun kesiangan. Untungnya setiap hari sabtu, sekolahnya belajar di rumah. Jadi ia punya waktu untuk mengerjakan pekerjaan sampingan. "Eh mama udah bangun?"
Imadea tidak menjawab. Ia malah memalingkan mukanya dengan raut marah dan tak suka.
"Yaudah kalau mama gak mau ngomong sama aku. Aku suapin bubur atau buah?"
Tak di jawab juga oleh Imadea.
"Bentar ya, Mah. Tunggu aku mau ambil makanannya."
"Gak. Saya mau Mathea, mana dia?" bentak Imadea.
Althea melongo. "Nanti. Aku bakalan usahain. Tapi mama mau makan ya biar minum obat dan cepet sembuh."
"Diam kamu! Siapa yang nyuruh kamu untuk ngerawat saya? Tidak ada!" Imadea berteriak. Padahal baru selesai operasi. Ia langsung mengambil sebutir apel dan membantingnya ke wajah Althea. Tapi salah sasaran.
"Mama yang tenang, Mah. Mama baru selesai operasi. Nanti takutnya jahitannya robek lagi." Althea mendekat kepada mamanya. Tapi, Imadea malah mengambil pir dan memlemaprkannya ke mata Althea. Dan tepat sasaran.
Althea merasakan tukang bawah mata dan alisnya sakit. Matanya juga. "Aw stttt," pekiknya. Beberapa saat ia terdiam di tempat lalu melangkah sambil menunjukkan nilai fisika 90. "Liat Ma. Aku dapet nilai bagus kayak mama waktu sekolah."
"Jelek!" Imadea merampas kertas itu. Lalu merobeknya. Dan membuangnya sembarangan. "Gak guna! Gak bakalan bikun Mathea kembali!"
Mata Althea terasa panas. Gadis ini kembali memangis. Ia tak boleh menangis. Ini hanya kertas ulangan harian biasa. Bukan sertifikat maupun piagam berharga hasil kerja kerasanya dan atas nama dirinya tercetak jelas.
Dengan hati yang sakit Althea memunguti potongan kertas itu.
Datangkah perawat membawa makanan untuk pasien. "Ini makanannya Ibu Imadea, tolong di makan ya."
"Iya makasih Sus," balas Althea. "Mama makan dulu ya. Buka mulutnya." Ia menyiuk seseondok bubur untuk menyuapi mamanya.
Imadea malah mengunci mulutnya. Tak lupa dengan sikapnya yang judes pada Althea.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHEA [End]
Roman pour AdolescentsAlthea dan Mathea itu kembar identik. Sulit sekali membedakan wajah 2 perempuan ini. Terkecuali sikap dan karakter mereka yang bertolak belakang. Althea sederhana sedangkan Mathea mewah. Hingga suatu hari, perceraian memisahkan keduanya. Althea ikut...