34: Surat

319 36 2
                                    

DISINI di tempat ini. Gadis dengan tatapan kosongnya berdiri tanpa mengeluarkan suara apapun. Hanya tangannya yang terus bergerak mencuci perabotan dapur.

Terdengar suara piring kaca yang bertabrakan. Juga suara air. Ya, kini gadis itu tengah sibuk di tempat cuci piring.

Dan inilah pekerjaannya sekarang. Menjadi tukang beberes rumah di sebuah rumah orang kaya. Bu Angeline. Seorang pengusaha kosmetik ternama. Yang namanya selalu muncul di media.

"Heh! Kerja yang bener. Jangan bengong mulu! Nanti kerasukan setan loh!" tegur Santi membentak. Seorang ART yang sama bekerja di sana.

Sejak pertam kali datang dna di terima kerja atas permintaan anak tunggamnya bu Angeline. Santi merasa tersaingi dan langsung membenci Althea. Padahal baru hari ini ia bekerja disini.

Gadis yang tengah bersedih itu kini berjalan membawa tumpukkan piring bersih untuk di keringkan.

Mata Santi memincing. Lalu ia mengambil botol sabun, dan menumpahkannya di jalan Althea. "Rasain kamu biar tau rasa."

Sampai lantainya jadi licin, hingga gadis itu langsung terpeleset jatuh.

Prang!

Kurang lebih 10 piring mahal itu jatuh dan pecah. Belingnya berserakan dimana-mana.

"Aw," pekiknya. Gadis itu memegangi perutnya yang sakit. Karena sekaligus jatuh, membuat bokongnya juga terasa ngilu.

Santi berkacak pinggang. "ASTAGA AL! KAMU BECUS KERJA GAK SIH! INI PIRING MAHAL PUNYA NYONYA! MAIN KAMU PECAHIN AJA!"

"A-aku minta--- awh--- sa-sakit. Maaf Kak a-aku minta maaf. Aku tergelincir," balasnya di antara ribgisan pelan.

Seorang laki-laki anak kuliahan, baru selesai mandi untuk bersiap pergi ke kampus berlari kencang dari lantai atas kala mendengar suara sesuatu pecah di bawah. "Ada apa, Bi?"

Santi tertunduk kala cowok itu datang. Tangannya memilin ujung baju. Jantungnya langsung berdekup kencang. "A-anu, Den. Di-dia mecahin piring kesayangan Nyonya."

"Oh." Cowok itu melihat gadis kecil itu duduk memegangi perutnya. "Eh dia kenapa?"

"A-aku kelepeset Tuan. Maafkan aku telah membuat keributan dan merusak barang ka-kamu," balas Althea terbata-bata.

Cowok itu berlari menghampiri Althea. Ia sama sekali tak berani menyentuhnya. "Tapi kamu gapapa?"

"Cih malah di belain, mentang-mentang cantik," umpat Santi sinis.

Althea menggeleng menahan sakitnya. "Gapapa, a-aku---- aaa."

"Kita ke dokter sekarang!" Cowok itu terpaksa menarik tangan Althea. Ia tak mau seseorang celaka di rumahnya. Ia memapahnya. Lalu meletakkan tas Althea di atas meja. "Bi, jaga rumah aku mau anter dia ke dokter. Takutnya karena tergelincir dia cidera."

Tak ingin bersentuhan dengan lelaki seintim ini. Althea menepisnya kasar. Karena hal itu membuatnya kembali takut. "Lepas!"

"Kenapa?"

Althea tertunduk takut dengan tubuh bergemetar. "Ma-maaf," ucapnya karena telah berbicara dengan nada tinggi pada majikannya. "Maaf Tuan, aku udah kurang sama kamu."

"Gapapa ayo ke dokter. Nanti kalau nyokap aku tau kamu celaka dan gak di obatin dia bakalan marah," ujarnya. "Ayo aku anter."

Althea menggeleng. "Tapi Tuan mau ke kampus nanti telat."

"Udah gapapa ayo," ajaknya.

Mereka pun menuku klinik terdekat menggunakan mobil sebagai alat transportasinya. Di perjalanan Althea hanya diam. Meski cowok itu mengajaknya ngobrol tentang keadaanya setelah tergelincir tadi. Ia hanya menggeleng dan mengangguk sebagai jawaban.

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang