48: Malam Jumat Kliwon

380 54 11
                                    

Dokter baru saja usai memeriksa kondisi Althea yang memburuk karena terlalu banyak tekanan batin hingga menganggu kesehatan mentalnya. Sampai berat badannya turun 1 kilogram dalam waktu 3 hari. "Jadi lebih baik Althea banyak istirahat dan jangan banyak pikiran. Kondisinya sangat lemah. Tunggu, saya buatkan resep obat untuknya."

Kemudian Dokter memberikan resep obat untuk Althea kepada Kenzo. "Ini resep obatnya mohon segera di tebus ya. Kalau begitu saya pamit. Semoga lekas sembuh dan cepat membaik. Ibu dan janinnya juga sehat-sehat ya."

"Iya makasih, Dok," balas Helena langsung menemani Dokter itu pulang. "Ayo saya antar sampai ke depan, Dok."

Kenzo menatap tajam Althea. Althea sendiri hanya menunduk takut. "Lain kali batasi komunikasi lo sama orang-orang di luar sana. Meski itu keluarga lo sendiri. L9 harus pinter-pinter memilah orang sama omongannya."

Althea mengangguk. Perasaannya campuraduk. Antara ingin sekali ia menangis saat ini juga. Namun, ia sangat malu padanya. "Aku minta maaf," cicitnya lembut.

"Heh iya deh gue maafin. Lain kali jangan lagi ya. Lo harus sayang diri lo, ginikan akibatnya! Hidup lo ancur," ucap Kenzo lalu berdiri dan melangkah pergi. "Gue mau beli obat dulu. Lo disini sama bunda ya."

Althea langsung bangun. Matanya membulat. "Apa?! Hm bo-boleh gak a-aku ikut aja?"

Kenzo melangkah mendekatinya. "No! Diem disini. Atau gue tendang lo dari rumah kalau gak nurut!" bentaknya.

"Kenzo! Baru aja dokter bilang jangan bentak-bentak Althea. Kenapa malah di bentak sih sayang? Kenapa sih? Ada apa hm?" sahut Helena yang berjalan mendekati Althea. Lalu duduk di sampingnya. "Ada apa sayang?" Ia mengusap lembut kepada menantunya itu.

Kenzo memutar bola matanya. "Bandel. Aku suruh diem malah pengen ikut."

"Ya ampun, kamu lagi sakit. Kamu disini aja ya sama bunda? Bunda gak ngigit kok. Beneran deh," bujuk Helena.

Melihat wajah Althea memelas membuat Kenzo berdecak kesal. "Nurut ya, Na... Zalina...."

Althea mengangguk. Jari tangannya terus memilin satu sama lain. Artinya ia gugup dan takut. Bahkan ia tak mengenal keluarga ini. Bagaimana kalau mereka orang jahat suruhan Gabriel? Ia benar-benar tak bisa buka suara karena itu terlalu berat baginya.

Helena mengusap-ngusap punggung Althea. "Kamu beneran mau ikut?"

"Janganlah, Bun. Di luar dingin. Nanti dia masuk angin gimana?" sahut Kenzo dengan kepala sedikit miring.

Bundanya menoleh padanya. "Gapapa, ajak aja. Tapi suruh ganti baju dulu."

"Baju yang mana Bunda? Dia gak punya satupun baju disini," balas Kenzo seraya melangkah menghampiri mereka.

"Pake daster bunda aja gapapa?" tanya Helena pada Althea. "Bentar ya bunda ambil dulu." Ia berdiri lalu pergi ke kamarnya.

Saat Helena sudah menjauh. Kenzo melototi Althea. "Kenapa maksa banget sih, Na?"

Tangis Althea kembali pecah. Ia ketakutan sampai menangis terisak.

"Yaudah gue izinin, tapi abis ini lo harus makan banyak? Obatnya minum semua?" ucap Kenzo pasrah. Sejujurnya ia takut ada yang meniru Althea menangis malam ini. "Mana ini malam jumat kliwon lagi," gumamnya.

"Nih sayang, silahkan di pakai. Masih baru kok wangi juga." Helena menyodorkan daster itu.

Althea menerimanya. "Ini beneran?"

"Iya pake sekarang ih, pasti kamu cantik," titah Helena.

"Bunda udah gila?" Kenzo menceletuk dengan raut kaget.

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang