Seperti biasanya. Sejak tadi pukul 3 pagi. Althea sudah beres-beres rumah. Semua pekerjaan rumah ia sapu bersih dalam waktu yang singkat. Pantas saja badannya kurus. Asalkan ujung-ujungnya jangan di gigit tikus.
"Abis ini tinggal ke rumah sakit lagi," gumamnya. Ia mengusap keringat di wajahnya. Lalu melirik tanaman yang mulai segar.
Althea pergi ke kamar mandi lalu kembali membawa ember berisi air untuk menyiram tanaman kesayangannya. Yang selalu membuatnya tersenyum dan merasa segar. "Tumbuh dengan baik ya, Al sayang kalian." Ia bicara pada tanaman itu dan tanpa jijik ia memeluk bahkan mencium daunnya.
Althea ingat. Ia belum mengerjakan pekerjaan rumah. Langsung saja ia mengerjakannya. "Duh untung inget. Mana nanti di kumpulin."
Gadis itu pun berhasil menyelesaikan 20 soal dalam hitungan menit. "Selesai!" Finalnya seraya menutup buku.
Althea saat ini tidak bisa diam. Ia terus bekerja dan bahkan sekarang waktu tidurnya terbuang habis untuk bolak balik. Ia hanya keburu tidur 1 jam. Untungnya ia masih kuat.
"Buku mapel hari ini udah, bajunya udah aku cuci dan kering. Tinggal apa lagi ya?" Althea terdiam untuk berfikir keras. "Oh iya shalat tahajud. Aku lupa astagfirullahaladzim."
Althea langsung mengambil wudu. Lalu menghemparkan sajadah, kemudian memakai mukena dan membaca niat shakat. "Allahuakbar." Ia mengangkat kedua tangannya lalu di lipat di perutnya.
Bacaan demi bacaan sudah gadis itu ucapkan dalam hati. Hingga sampai di akhir. Dimana ia mengucapkan salam.
•••
Setelah selesai bersiap untuk pergi ke sekolah. Althea langsung bergegas ke rumah sakit terlebih dahulu dengan berjalan kaki dari tadi pukul 4. Ia sampai tepat waktu.
"Mamah... selamat pagi," sapa Althea. Ia mencium kening wanita itu. Dan mengusap kepalanya. "Mamah cepet bangun. Aku kangen di marahin mamah."
Kepala Althea sedikit miring. Ia terus mencium tangan mamanya. "Cepet sembuh, Mah. Aku ketemu sama Mathea ya. Anna uhibbuki fillah ummi. Aku pamit ya. Nanti balik lagi." Satu kecupan mendarat lagi di pipi Imadea.
Sebenarnya Althea sulit meninggalkannya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi. Ini harus terjari. Agar ia bisa tertolong.
Althea berlari di koridor rumah sakit. Tak lupa menyapa para warga disana dengan senyumannya yang manis. Sudut bibirnya terangkat kala melihat matahari akan terbit. "Ini waktunya aku kembali bangkit!"
Dengan langkah kecilnya Althea terus berlari. Tas yang ia gendong terus bergerak ke atas bawah. Dan terhenti di atas rumput hijau.
Mata Althea menelisik setiap juru taman kota yang masih sepi. "Mana ya?" gumamnya. Ia memutar tubuhnya melihat ke semua arah. "Kok gak ada. Oh mungkin belum sampai."
Cukup lama ia berdiri. Lalu ia berlari mengitari sudut lapangan demi menemukan sosok Mathea. Namun, belum ada. Hingga memilih duduk saja di kursi taman. Dengan hati yang gelisah penuh harapan.
Kaki Althea ia ayunkan ke depan dan belakang. Kepalanya terus menoleh kesana kemari. Tangannya tak diam memilin ujung baju karena khawatir Mathea membohonginya. Kalau iya, ia tidak bisa membiarkan itu terjadi.
Tetesan keringat mulai menetes di pelipis Althea. Jantungnya semakin berdekup kencang. "Ya ampun Thea kamu diamana? Aku harap kamu gak boongin aku kayak gini. Kalau iya kamu tega banget sama ak---"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHEA [End]
Teen FictionAlthea dan Mathea itu kembar identik. Sulit sekali membedakan wajah 2 perempuan ini. Terkecuali sikap dan karakter mereka yang bertolak belakang. Althea sederhana sedangkan Mathea mewah. Hingga suatu hari, perceraian memisahkan keduanya. Althea ikut...