Terus mencari Arta sampai larut malam. Akhirnya Glen terpaksa membawa Mathea ke rumahnya walau sudah pukul 1 malam. Ragu-ragu ia membuka pintu. "Mama?"
"Kamu kemana aja, Nak!" Dahlia memeluk Glen. Lalu menangis. "Mama khawatir. Kamu gapapa, kan?"
Glen tersenyum lalu mengenggam kedua tangan mamanya. "Gapapa, kok. Maafin aku pulangnya telat."
Hati Mathea tersentuh. Tutur kata Glen sangat lembut dan sopan. Hingga air matanya luruh begitu saja. "Tapi aku malah bicara kasar sama mama," batinnya seraya menyeka air matanya.
"Dan di-dia siapa?" Dahlia melihat Mathea sekilas lalu menatap putranya. "Jangan bilang kamu bawa kabur anak orang!" Ia berjalan mundur ketakutan. "Kembalikan dia Glen. Mama gak mau kamu nyekap anak gadis orang."
Mathea mengulurkan kedua tangannya. "Oh enggak Tante."
"Mama tenang ya. Dia temen Glen. Kebetulan dia lagi cari keluarganya. Izinin dia buat tinggal di sini sementara." Glen memohon. "Boleh ya?"
Dahlia berjalan mendekati Glen. Lalu menjewer telinga anak bujangnya itu. "Heheh tunggu disini ya, Nak. Mama mau ngobrol sama Glen sebentar. Kamu duduk dulu aja ya." Ia menyeret putranya ke dapur.
"Aw sakit Ma." Glen mengelus-ngelus telinganya yang terasa panas.
"Jelasin sama Mama siapa dia? Kenapa kamu bawa dia ke sini! Dan kemana orang tuanya?" Dahlia melototi Glen.
Glen menghela nafas. "Mama jangan kaget ya?"
"Memangnya dia bom?"
Glen menggaruk kepalanya. Ia harus cerita dari mana agar mamanya tahu siapa Mathea. "Namanya Mathea."
"Terus?" pungkas Dahlia.
"Mathea Artawizana." Gken tertunduk takut.
Dahlia mendongak dengan perasaan berkecambuk. "Jangan becanda Glen. Ini gak pantes di buat candaan!"
"Glen gak becanda. Dia Mathea anak tiri Mama." Glen menangkupkan kedua tangannya. "Keluarganya berantakkan dan hancur. Bahkan papahnya bangkrut. Mamanya pergi. Sodara kembarnya juga pergi. Sekarang dia sendirian, dan lagi cari papanya."
Dada Dahlia terasa sakit. "Memang benar karma itu ada."
"Maafin Glen bikin mama sakit hati." Glen memeluk mamanya. "Terserah mama mau apain dia selama disini."
Dahlia mendorong tubuh Glen pelan. Lalu menggeleng. "Balas dendam terbaik adalah memperlakukan mereka dengan baik. Meski mereka tidak pernah memperlakukan kita dengan baik."
"Galang meninggal karena mereka," cicit Glen.
Dahlia menggeleng. "Enggak sayang. Semuanya udah takdir. Mama gak pernah ngajarin kamu berbuat jahat apalagi nyakitin orang lain."
"Tapi Ma! Mereka jahat sama kita. Mereka ngusir kita secara paksa. Gak ada yang bela Mama! Mereka gak percaya kalau Althea yang dorong Galang sampe meninggal." Suara Glen mulai meninggi.
"Gapapa. Selagi mama punya kamu. Hidup mama baik-baik aja sayang."
Glen langsung memeluk Dahlia dan menangis di pelukannya. "Maafin Glen belum bisa bahagiain mama. Maafin Glen Ma. Maaf." Isaknya. "Aku sayang Mama. Apapun bakalan Glen lakukan asalkan Mama bahagia."
"Mama juga sayang sama kamu. Sangat-sangat sayang. Mama bakalan kasih apapun yang kamu mau selagi mama bisa. Sekalipum nyawa mama sendiri."
Diam-diam Mathea mengintip. Hatinyabterasa di tusuk-tusuk melihat mereka akur dan berpelukan. Rasanya ia juga ingin di peluk dan di cium seperti yang di lakukan Dahlia kepada Glen. Wajar memang Dahlia sangat sayang pada anaknya, begitupula Glen pada ibunya. Mereka sama-sama baik hati. "Liat mereka jadi inget mama tiri," batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHEA [End]
أدب المراهقينAlthea dan Mathea itu kembar identik. Sulit sekali membedakan wajah 2 perempuan ini. Terkecuali sikap dan karakter mereka yang bertolak belakang. Althea sederhana sedangkan Mathea mewah. Hingga suatu hari, perceraian memisahkan keduanya. Althea ikut...