61: Dedikasi

240 40 5
                                    

Pagi harinya. Kenzo sudah siap menempuh perjalanan jauh. Ia sudah selesai sarapan. Bahkan sudah wangi. Tapi Althea terus saja menempel padanya. Tidak mau jauh-jauh. Di suruh mandipun tidak mau. Ia tak berani berjalan sendirian. Meski ada Ibu. Ibu mengajak mengobrolpun Althea tidak mau berhadapan dengannya. Padahal Ibu terlihat baik-baik saja. Listrik rumah juga sudah kembali nyala.

"Lepas, Al. Sebentar aja gak lama kok. Nanti sore pulang. Kenzo janji deh!" pekik Kenzo.

Althea tidak juga melepaskan pelukannya. "Ikut. Aku takut. Kita pindah aja. Aku gamau disini."

"Gapapa. Ada Ibu," balas Ibu seraya mengulurkan kedua tangannya.

Althea menggeleng. Kenzo berjalan ia ikut berjalan. Dia berenti ia ikutan. Dia duduk ia ikutan duduk. Kemanapun ia pergi, ia ingin mengikutinya. Firasatnya tidak enak harus membiarkan Kenzo pergi sendiri. "Jangan pergi. Kalau pergi aku harus ikut. Aku gamau tau."

"Jangan kayak gini. Kamu gak boleh egois. Aku lagi merjuangin kehidupan smarty! Masa kamu larang," suara Kenzo melembut untuk merayu. Ia mengusap kepala Althea lalu memeluknya. Althea kuat-kuat menghirup aroma wanginya. Ia merasakan bahwa Althea kembali menangis. "Jangan nangis. Gabriel gak mungkin ke sini. Aku jamin deh."

Bukan tanpa sebab Kenzo bilang begitu. Karena semalam Kenzo mendapatkan sebuah pesan bahwa Gabriel pernah bertemu Althea yang tengah hamil berjalan bersama Kenzo di pinggir jalan. Gabriel juga meminta Kenzo mengembalikan Althea ke pelukannya. Ia janji akan memberikan apapun untuknya asalkan merelakan dia untuk Gabriel.

Enak saja Gabriel meminta Althea begitu saja setelah meninggalkan banyak luka pada dirinya.

"Udah ya nanti sore pulang aku janji sebentar aja. Oke." Kenzo mencium dahi Althea. "Aku nanti telat. Aku pergi ya. Bye-bye cantik."

Kenzo berjalan keluar. Ia memeluk Althea. Anehnya ia berpamitan seolah akan pergi sangat lama dan jauh. "Jangan kangen ya Smarty Kocil Ayah cuman bentar. Jaga bunda sayang. I love you, you are my life. You are good baby and you'll be a prince oe princess for your mom and dad." Ia memberikan banyak kecupan di permukaan perut itu. Bahkan merasakan bahwa pergerakannya sangat lincah dan aktif. "Giliran mau pergi aja baru repson bapak lo. Gilirian ayah gak ngomel gak lernah respon. Bocil siapa sih!" Ia mencubit gemas perut Althea.

Membuat Althea memekik. "Aw sakit."

"Udah ya aku berangkat." Kenzo memeluk Althea. "Tenang jangan nangis. Cuman bentar aku janji." Ia mengusap punggungnya. "Bu aku titip Althea ya. Jaga dia dengan baik selama aku gak ada. Kalau dia kenapa-napa di tangan Ibu, aku gak bisa bakalan bikin hidup Ibu tenang nantinya."

Ibu nengangguk. "Hati-hati di jalan."

"Kalau udah sampe kabarin!" teriak Althea. Lalu tersenyum pedih.

Kenzo melambaikan tangan lalu memasuki mobilnya. Dan melenggang pergi. Althea terus memperhatikan laju mobil suaminya itu yang semakin jauh dan tak terlihat di telan jarak.

Althea tak menerima di tinggal seperti ini. Ia memaksa berlari lalu Ibu mengejarnya. Althea menangis meraung-raung. Perasaanya tidak enak. Akan ada yang terjadi pada Kenzo.

***

Sebelum tidur maupun bangun tidur. Mathea benar-benar merasakan kesepian. Tidak ada orang yang menjengkuk atau menemaninya. Bahkan ia hanya bisa nenangis dan menangis. Sampai wajahnya sembab.

Mathea sempat berfikir. "Kemana mama menghilang?" Ia terdiam. "Mama... mama dimana Ma! Mama aku tau sekarang kalau harta bukan segalanya Ma! Hanya kasih sayang mama sama papa yang aku butuhin! Maafin Thea!" Ia menjerit. Tapi pergerakkanya terhenti. Ia ingat kata dokter belum boleh banyak gerak. Karena lukanya belum kering.

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang