59: Menyelesaikan

281 43 10
                                    

Operasi berjalan lancar dari pukul 9.00 - 11.25 wib. Kini Mathea sudah di pindahkan ke ruang rawat. Setelah mengecek kondisi ovarium dan rahimnya yang sempat terluka. Sampai harus di jahit sebanyak 30 jahitan.

Mathea hanya sendirian di rumah sakit. Karena Clara tengah keluar mencari makanan. Lalu ia kembali lagi setelah mengabari kondisi Mathea.

Melihat Mathea terbujur tak sadarkan diri membuat Clara berniat jahat kepadanya. Ia mendekati gadis itu. Mengusap bibirnya yang sempat di jahit. Kemudian mencubit bekas lukanya. "Bibir lemes banget kalau nyungur."

Clara meraba wajah Mathea. Ingin sekali merusak wajah cantiknya. Tapi ia urungkan. Kemudian mengechat Arta untuk izin pulang karena ibunya sakit. Sebelum pulang, ia melepas selang oksigen dan infus. Agar Mathea mati.

"Gue harap lo lebih menderita dari orang-orang yang lo sakitin."

***

"Ini bukan si rumahnya Mathea?" Glen menatap takjub rumah besar itu. Tapi bukan rumah yang sempat ia tempati bersama ibu, Imadea dan Arta serta si kembar dan mendiang adik laki-lakinya.

Tak lama Glen di sapa oleh satpam. Lalu memberitahukannya kalau Mathea sedang di rawat di rumah sakit. Glen juga di beri alamat rumah sakit itu. Hal itu membuat Glen bersemangat.

Tak menunggu lama, cowok bermotor aerox itu mengendari motornya menuju rumah sakit. Tak lupa membawa makanan untuknya. Setelah itu ia bertanya pada suster yang berjaga di administrasi di depan.

"Kamar kemuning nomor 147, Mas."

Glen berterima kasih lalu segera masuk lift menuju lantai 2. Cowok itu tak sabar menyelesaikan aksinya. Bahkan peluangnya sangat besar.

Sampai di depan kamar itu. Glen ragu untuk membuka pintu. Tapi ia urungkan, secepatnya mendorong pintu. Ia kaget saat ruangan itu gelap. "Permisi."

Tak ada jawaban. Glen menekan saklar. Ternyata lampunya mati. Ia berjalan ke brankar. Ia kaget saat betapa cantiknya sosok Mathea yang jahat itu. Ia bahkan tak berkedip saat menatap wajah cantiknya. Segera ia sadar dan mengusap wajahnya kasar. "Inget tujuan awal!"

Glen tanoa sengaja menoleh. Ia melotot kala selang infusnya terlepas begitu juga selang oksigen. "Lah kok bisa?"

"Apa gue buarin aja ya biar sekalian mati. Biar kelar. Ah jangan-jangan. Ntar gue jadi tersangka. Mening daletin dulu hatinya. Gausah gue ngaku mantan keluarga mereka," batin Glen.

Glen berteriak meminta suster datang. 2 Suster pun datang membetulkan lagi selang oksigen dan infus. Untungnya Glen segera memanggil suster. Kalau tidak, mungkin Mathea akan mati saat itu juga.

Glen bisa masuk kembali. Dengan tukang lampu yang tengah menganti lampu yang rusak. Hingga kembali nyala.

Glen heran, mengapa keluarga Arta yang besar itu tidak satupun yang menjenguk atau menemani Mathea. "Seingat gue dulu, oma-opa, mbu Ima, Papa Arta, itu semuanya care banget sama dia."

"Tapi kenapa sepi banget?" Glen melirik sekitar. Lalu menatap wajah Mathea. Ia sangat kagum. "Produk Arta emang gak pernah gagal. Leo aja cakep banget."

15 menit menatap lekat wajah cantik itu. Glen merasa pegal terus berdiri. Ia memotret keadaan Mathea kepada Silvia. Menohoknya Silvia meminta Glen merawat dan menemani Mathea sampai sembuh.

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang