Sejak tadi, Althea terus bolak balik ke kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya. Usai makan makanan pemberian Laksmi, ia juga merasa sakit perut. Memang tidak ada yang aneh. Namun, perubahan dratis tiba-tiba terasa.
Kini malam telah tiba. Althea duduk di luar rumah. Bengong dengan tatapan kosong. Kenzo tak kunjung pulang. Ia sangat merindukannya. Rindu wangi parfum, kehangatan pelukannya dan canda tawa serta suaranya.
Laksmi bersmirk penuh arti. Lalu masuk ke dapur.
"Nek! Nenek!"
Seorang perempuan bertubuh sangat ideal berlari seperti tengah mencari seseorang. Dengan lilitan kain batik di pinggangnya. Wajahnya pucat dan gelisah. "Nenek! Nenek!"
Pandangan perempuan itu teralihkan pada Althea yang duduk termenung. Kaki jenjangnya berlari menghampirinya. "Permisi."
Lamunan Althea buyar. "Eh iya kenapa?"
"Liat nenek-nenek gak?"
Dahi Althea mengkerut. "Namanya siapa?"
"Nek Arum. Dari kemarin nenek gak pulang," pekiknya lirih.
Althea bangkit dari kursi bambu itu. Ia berjalan menghampirinya. "Kamu cucunya Nek Arum?"
Dia mengangguk. "Iya namaku Putu Sri Ayu Wulandari. Aku kemarin sakit dan hanya tidur. Nenek izin keluar buat pergi ke kebun. Tapi semalam ia gak pulang. Aku takut nenek kenapa-napa."
Althea terdiam. Matanya berair. Ia ingat saat Nek Arum berpamitan dan berpesan untuk bisa berteman baik dengan cucunya. "Kalau gitu ayo masuk."
Wulan pun melepas alas kakinya lalu duduk. Hawa aneh langsung menyentuh kulitnya. Ia melirik sekitar isi rumah yang telah lama kosong tak berpenghuni. Bahkan tak sedikit yang bercerita kalau rumah ini cukup menyeramkan. "Apa kamu melihat nenek?"
Althea terlebih dahulu membuatkan Wulan minum dan memberinya cemilan. Agar Wulan bisa tenang. Kemudian ia mulai bercerita. Hal itu membuat Wulan terkejut.
"Huaaaa satu-satunya keluarga aku ninggalin aku," pekik Wulan menutup wajahnya seraya menangis tersedu-sedu.
Tak tega, Althea memeluk Wulan menenangkannya. "Kalau kamu butuh teman. Aku bisa menjadi teman kamu. Kalau kamu kesepian datang ke sini ya. Nginep juga boleh."
"Kamu tinggal disini sama siapa?" Wulan melihat wajah Althea.
Althea tersenyum. "Sama suami aku. Tapi kebetulan dia lagi pergi ke kota. Katanya sebentar tapi sampai saat ini dia belum pulang. Kamu sendirian juga kan? Jadi kita bisa saling menemani."
Wulan mengangguk. Gadis yang sepertinya seumuran dengan Althea bahkan lebih tua darinya tersenyum. "Kalau boleh tau, kamu lagu hamil ya?"
Pandangan Althea turun ke perutnya lalu mengelusnya. Ia terkekeh. "Iya."
"Tapi kayaknya kamu masih belia. Biasanya orang kota nikah di umur udah kepala dua atau tiga. Apa kamu?---" Wulan mengantung ucapannya.
Althea mengerti. Ia mengangguk. "Iya."
"Tapi kalian gak kabur karena di usir cinta kaliam gak di restui?"
Althea menggeleng. "Suami aku cuman mau ngamanin aku dari orang jahat. Maaf aku gabisa cerita."
"Maaf. Aku gak bermaksud membuat kamu terluka." Wulan menangkupkan kedua tangannya. "Aku sangat takut tidur sendiri di rumah. Apa boleh nanti malam aku lain ke sini?"
Althea mengangguk. Menangkup pipi Wulan. "Silahkan. Pintu rumah akan terbuka untuk kamu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHEA [End]
Teen FictionAlthea dan Mathea itu kembar identik. Sulit sekali membedakan wajah 2 perempuan ini. Terkecuali sikap dan karakter mereka yang bertolak belakang. Althea sederhana sedangkan Mathea mewah. Hingga suatu hari, perceraian memisahkan keduanya. Althea ikut...