73: Usai

763 36 11
                                    

Seminggu Althea tak sadarkan diri di sebuah klinik. Pendarahan hebat yang ia alami membuatnya kehilangan banyak darah. Dan rahimnya mengalami masalah serius. Hingga ia terus mengeluh sakit perut.

Kehidupan Althea semakin hampa. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Semuanya telah meninggalkannya. Sosok ibu, ayah, saudara, pasangan, teman, bahkan anaknya telah pergi meninggalkannya.

Kekosongan itu membuat Althea merasa sangat terasingkan.

"Ya allah hilangkanlah rasa sakit di dalam hati ini," batinnya seraya memejamkan mata. Di hati paling salam rasanya masih perih dan sesak.

Teringat kembali ketika masa indah bersama Kenzo. Tertawa bersama, mengeluh bersama. Bercerita, memasak bersama. Dan mengkhayal bersama serta berjanji bersama. Untuk sama-sama bangkit merakit sesuai yang telah lama rusak.

Althea menyunggingkan senyuman. Bingung. Itulah satu kata yang terus berputar di benaknya. Uang tak punya. Rumah tak punya. Kendaraan tak punya. Barang berharga yang ia miliki lebih sangat berharga di banding harganya. Tapi ia ingin pulang ke tempat kelahirannya. Disini dia hanya merantau.

Jauh dari sanak dan keluarga. Hidup sebatang kara bukan hal mudah.

Setelah ini Althea mau melakukan apa? Harus bagaimana? Lulusan SMP siapa yang mau menerimanya bekerja? Jadi pengemis? Tapi ia masih sehat dalam bentuk apapun.

Luka yang ia terima tak akan bisa mematahkan semangatnya mengejar cita-cita. Tapi bagaimana jika ia berbicara sebagai seorang ibu muda yang baru saja kehilangan anaknya dan suaminya untuk selamanya?

Rasanya sakit. Sesakit ini jadi hanya bisa dia rasakan sendiri, pendam lalu lupakan.

Kini telah tiba dimana saatnya Althea sadar atas semuanya. Dimana ia telah sabar meski menyakitkan. Diam menyiksa. Bicara juga percuma.

Althea mengusap sisa air matanya. Ia bangkit dari tempat tidur dan berlari keluar klinik. Berlari sangat jauh, hingga siapapun tidak dapat mengejarnya.

Langkah kaki kecil itu berlari tanpa alas kaki. Tapi sang empu sama sekali tidak menghiraukan rasa sakit dan panas atas apa yang ia injak. Tujuannya ia hanya ingin menjerit.

Tangan biasanya selalu memegang sesuatu dengan kelembutan kini terkepal kuat penuh tenaga dan amarah. Rahang mengeras, gigi bergemelatuk.

Langkahnya terhenti di tengah jalan. Matanya menatap nanar atas objek yang ia lihat.

Sepasang insan tengah bercumbu mesra penuh kasih sayang. Dan saat dia kembali melihat ke objek lain. Sebuah keluarga harmonis dengan anak perempuan kembar mereka tengah tertawa bersama.

"Sudah cukup semua rasa sakit ini. Aku beneran gak kuat. Aku beneran nyerah ya Allah," batinnya. Ia menatap langit. Lalu menunduk.

Althea berlari menerobos trotoar. Segala emosi sudah tak sabar untuk di luapkan. Saat di sekitarnya menunjukkan cinta dan kasih sayang. Lantas mengapa dirinya hanya mendapatkan luka, kesedihan, penderitaan dan air mata?

Selama ini ia di paksa kuat oleh keadaan yang bahkan situasinya menuntutnya untuk mengakhiri semuanya.

Udara sejuk dan angin langsung menyambut Althea. Dia telah sampai di sebuah pantai yang sangat indah. Suara deburan ombak menyapa telinganya. Dan angin lembut itu mengusap kulitnya hingga terasa merinding.

Althea kembali tersenyum. Ia berlari di pinggir pantai. Melangkah jauh dari para pengunjung lalu merentangkan kedua tangannya dan berteriak sangat keras. Sangat-sangat keras.

"Kenapa kamu pergi secepat ini Kenzo!"

"Mana janji kamu sama aku buat rawat Alkenzo sama-sama!"

"Apa ini jawaban kamu! Kamu pergi untuk selamanya!"

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang