69: Minus

265 35 9
                                    

Mathea di bawa ke sebuah tempat. Lampu diskotik berkelap-kelip membuatnya sedikit pusing. Apalagi Clara terus menariknya lebih dalam lagi. Padahal dari rumah Clara bilang akan pergi ke cafe bertemu teman-teman. Nyatanya tidak.

"Lo pasti haus. Buruan minum sampe abis." Clara mendorong tubuh Mathea masuk ke sebuah kamar. Saat gadis itu sudah meneguk banyak alkohol. "Beres. Tapi kalau gini doang gak seru. Apa gue lakuin apa yang dia lakuin sama kembarannya? Seru juga tuh." Ia diam-diam mengambil camera kecil lalu menaruhnya di bawah vas bunga. "Kerja bagus. Biar ada bahan buat ngancem!"

Mathea benar-benar sudsh teler. Minuman yang tak biasa ia konsumsi berhasil membuatnya langsung terjungkal tak berdaya. Ia terus mengigau. Bahkan hal paling mengejutkan adalah: ia mengatakan semua rahasianya dan terekam jelas oleh camera itu.

Hingga seoranh pria berjas datang seraya melepas dasinya. Ia tersenyum melihat Mathea duduk di pinggir ranjang. "Hello baby girl. You look so sexy, i like this."

Pria itu membelai pipi Mathea. Dan tak di sangka Mathea menggenggam lengan pria itu. Bahkan menciumnya, memintanya agar tidak pergi meninggalkannya.

"Dengan senang hati sayang."

"Iya aku tidak ingin kau pergi."

"Maka dengan itu bersenang-senanglah denganku malam ini."

***

Mathea terbangun dengan penuh keringat. Ia lagi-lagi bermimpi buruk. Sangat buruk. Ia mengusap wajahnya kasar. Lalu melirik sekitar. Ia terasa asing dengan tempat ini. Dan benar saja. Ia langsung berteriak histeris tatkala melihat pakaiannya berserakkan dimana-mana. Ia mencoba mengingat-ngingat lagi tentang apa yang terjadi semalam. Dan sialnya ia lupa semuanya.

"Gue harus pulang!" Mathea beringsut memunguti pakaiannya lalu memakainya kembali. Saat ia akan memakai sepatunya. Ia menemukan sebuah amplop coklat dan sebuah surat. Ia mengambilnya lalu membacanya. "Gue harap ini semua cuman mimpi buruk. Gue gak bisa kayak gini."

To: my baby girl

You know me? Ah ku rasa tidak. Namamu Mathea? Kau sangat cantik. Terimalah ucapan terima kasihku untukmu.

Air mata Mathea langsung luruh begitu saja. Ternyata apa yang ia mimpikan barusan itu ternyata nyata? Perlahan tubuhnya merosot. "Clara sialan! Lo tega jual gue tanpa seizin gue! Argh!" Ia memijat kepalanya yang terasa pusing.

Bodo amat tentang apa yang terjadi. Mathea memgambil uang itu. Cukup banyak untuk ia bawa pergi dari mereka. Dan yang lebih pasti untuk menyambung hidup mandiri.

Mathea berjalan tertatih-tatih mencari jalan keluar. Ia mengendap-ngendap hingga akhirnya bisa keluar. "Aman," gumamnya.

Tanpa Mathea sadari. Ada Clara yang tengah mengobrol dengan beberapa pria. Di temani banyak gelas alkohol dan rokok. Matanya memincing kala melihat Mathea berjalan kesusahan. Ia menyeringai. Ternyata rencananya berhasil.

"Dengan ini lo bakalan hancur sehancur-hancurnya Mathea," batin Clara. Ia berdiri. "Eh bro gue ke sana bentar ya jangan kemana-mana." Ia berlari kecil mengejar Mathea. Kemudian membekap mulutnya dan membawanya masuk ke sebuah kamar.

Mathea berusaha memberontak. "Lepasin gue! Tolong! Tolong! Siapapun tolong!"

Clara menghempaskan tubuh Mathea hingga dia terbentur ujung ranjang. "Bagus juga kerja lo. Mau lanjut apa berhenti nih?"

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang