Mata yang berkaca-kaca itu menatap kosong ke luar jendela pesawat. Timbul perasaan bersalah dan menyesal. "Gue gak bisa kayak gini. Gue harus pergi. Mungkin cara ini bisa bikin gue lebih tenang dan memperbaiki diri setelah ini," batinnya. Lalu ia menghela nafas dan memejamkan matanya.
Sebuah tangan menyentuh pahanya. "Kamu kenapa hei? Bengong terus? Papah ada salah sama kamu? Apa beneran keputusan kamu ikut papah kerja di luar negeri udah bulat?"
Cowok itu menoleh dan mengangguk. "Hm iya, Pah. Aku udah putusin. Aku gak betah sekolah disana. Semua circle pertemanannya sesat. Gabriel gak mau kebawa jadi kotor. Setelah tindakkan tante Alice sama aku."
"Maafin Papah, Nak. Gara-gara itu kamu udah gak bujangan lagi." Rian tertunduk bersalah. Lalu mengangkat wajahnya melihat putranya. "Tapi tenang aja, Alice udah masuk penjara dan mempertanggung jawabkan apa kesalahannya."
Mata cowok itu melotot. "Apa?" kagetnya. "Apa mungkin itu cewek yang gue mainin juga bakalan di penjara dan di keluarin dari sekolahnya?" batinnya. Ia terdiam memikirkan hal itu. "Ah gak mungkin. Ngapain sih gue malah mikirin dia. Jelas gue gak peduli sama dia," batinnya.
"Papah janji gak bakalan nikah lagi, demi masa depan kamu. Tapi jangan larang papah kencan ya, karena papah gak akan larang kamu kencan sama siapa aja," balas Rian sungguh.
Gabriel tersenyum lesu. "Prinsifnya gini, papah boleh nikah asalkan aku juga boleh. Oke?"
"Iya, Nak. Papah setuju," balas Rian mengangguk.
***
Sekarang semua barang Althea di sekolah maupun di kelas sudah di bereskan dalam satu tas. Gadis itu menangis menatap sekeliling kelasnya. Bayangan saat melihat teman-temannya tertawa bahagia terus menghantuinya.
Ia ingat saat pertama kali masuk sekolah ini langsung di bully habis-habisan karena seragamnya yang jelek. Sepatu yang rusak. Tas yang bolong. Mengingat itu membuatnya tersenyum bersamaan dengan jatuhnya air mata di atas pipinya.
"Gak usah nangis, Gabriel bakalan seneng kalo lo nangis." Kenzo datang dan mengusap air mata Althea. Althea beralih menatapnya. Ah tidak, entahlah ia juga tidak tahu kenapa bisa sepeduli ini pada gadis yang baru saja ia kenal. Bahkan sudah membuat masalah di hidupnya. Tapi ia bisa menunjukkan sikap aneh yang ia miliki. "Kalau dari awal lo gak mau di D.O dari sekolah ngapain lo ngelakuin kesalahan?"
Althea menunduk sambil terisak. "Aku juga gak tau. Ini takdir bukan pilihan. Kalau aku tau itu bakalan terjadi. Aku gak bakalan dateng buat ngewakilin Thea."
"Rumit ya hidup lo. Gue salut sama lo. Lo terlalu nerima keadaan sampe lupa mentingin diri lo sendiri." Ia menoleh pada Althea. "Gue gak bisa anter lo pulang, gue harap lo bisa dapet keadilan. Gue balik!" Kenzo langsung pergi.
Cowok itu berjalan di koridor kelas. Larissa diam-diam memperhatikannya sambil menangis. Ia sudsh mencintai dalam dia selama ini sejak pertama bertemu dengannya.
Kania datang mengbampiri Larissa. "Udahlah, Ris. Lebay lo. Dia udah gak mungkin sama lo. Dia bejat. Masi aja lo mau sama dia hah? Sadar bego! Lo terlalu berharga buat di milikin sampah kayak dia!"
"Diem lo! Lo emang enak tinggal ngomong. Tapi nyatanya sulit buat gue lakuin!" sentak Larissa marah. "Pokoknya gue gak rela!"
Kania memegang bahu Larissa. "Rela gak rela lo harus rela. Kalau dia udah jadi milik orang lain. Jadi relain dia bahagia sama pilihannya. Dari pada dia sama lo tapi dia gak bahagia. Jangan sampai lo yang bahagia tapi dia enggak. Lo mau jadi egois?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHEA [End]
Novela JuvenilAlthea dan Mathea itu kembar identik. Sulit sekali membedakan wajah 2 perempuan ini. Terkecuali sikap dan karakter mereka yang bertolak belakang. Althea sederhana sedangkan Mathea mewah. Hingga suatu hari, perceraian memisahkan keduanya. Althea ikut...