Tak terasa sudah 2 bulan lebih ya? Setelah kejadian Althea di p3rk0s3 oleh Gabriel tanpa rasa kemanusiaannya.
Sudah 1 minggu juga Gabriel tak bertemu Althea. Padahal baru saja tadi malam bermimpi bertemu dengannya. Tapi ada keanehan yang ia curigai.
Cowok itu tertawa di balik jendela yang membuat angin masuk. "Hahahah gak kerasa udah 2 bulan aja. Pantesan baru kemarin gue bikin dia gak bisa jalan."
"Tapi gak ada ciri-ciri dia bunting gara-gara gue, kan?" Ia terdiam. "Halah kan cewek malam masa gak punya obat buat gak hamil dulu."
"Jelas kita masih sekolah mana ada, lagian gue gak keluarin di dalem. Tapi suruh dia telen," gumamnya bahagia. "Kan beres."
Gabriel menurunkan kakinya. Lalu membuang puntung rokok. Ia menyalakan sebatang rokok yang baru. Setelahnya ia menghisap rokok itu dan menghembuskan asapnya keluar. "Salut sih sama tuh cewek. Gue lakuin apapun ke dia tapi dia masih aja bisa jalan."
"Apa dia udah biasa?" Ia tampak berfikir. "Masa sesempit itu sih? Kalau iya mungkin longgar gak enak."
"Emang jalang ya tetep jalang. Untung gue sayang," lanjutnya. "Sayang badannya maksud gue."
Padahal Althea itu berjuang mati-matian melawan defresi dan menahan rasa sakit di selangkangannya yang jika tergores sedikitpun akan membuatnya seolah tersengat listrik. Hanya saja ia mampu menutupi masalahnya.
Tring.
"Apaan sih berisik banget pagi-pagi gini! Gak tau apa gue lagi santai nunggu Thea bales chat!" Gabriel membuka pesan itu.
"Hah? Thea masuk sekolah hari ini? Gue harus buru-buru kesana! Sebelum telat!" Cowok itu segera mengambil tas lalu berlari.
Hanya meneguk segelas susu lalu berlari. "Ariel pamit, Pah! BYE!"
Tak berselang lama, Gabriel sudah melesat jauh dengan keahliannya berkendara. Menyalip kepadatan pagi ini tanpa membuat mobilnya tergores sedikitpun
•••
Saat ini, gadis cantik yang memakai hodie kebesaran itu tengah berdiri di depan gerbang. Menatap sekolah yang mewah itu.
Lalu ia menunduk dengan tangan saling bertaut. "Thea kamu kemana? Kenapa lama banget perginya. A-aku gak kuat jalan sejauh berkilo-kilometer dari rumah."
Hembusan nafas panjang terdengar. "Nilai aku udah hancur lembur. Guru di sekolah aku udah kecewa sama aku," gumamnya.
Matanya kini terasa perih sampai berkaca-kaca. Dengan cepat ia menyeka air matanya lalu mengusap wajahnya gusar. "Mungkin sementara aku bakalan berusaha buat sekolah disini, aku malu sama Bu Kina yang nasih kepercayaan lebih sama aku."
Kakinya mulai melangkah memasuki area sekolah. Tapi ia langsung memegangi perutnya yang terasa kram. "Aw, kenapa sakit lagi sih?"
"Tadi aku udah makan roti bekas mama." Mata Althea merem melek sambil terus meringis.
Gadis itu melangkah dengan kaki pincang. Karena kemarin Imadea memukul kakinya dengan tongkat besi. Karena belum mendapatkan bekerjaan baru. Dia juga tak boleh pulai kalau tidak membawa uang. Jadi terpaksa saja Althea jatuh bangun mencari lowongan pekerjaan yang mau menerima bocah ingusan sepertinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALTHEA [End]
Teen FictionAlthea dan Mathea itu kembar identik. Sulit sekali membedakan wajah 2 perempuan ini. Terkecuali sikap dan karakter mereka yang bertolak belakang. Althea sederhana sedangkan Mathea mewah. Hingga suatu hari, perceraian memisahkan keduanya. Althea ikut...