60: Jatuh

266 49 15
                                    

Clara dan Arta baru pulang dari mall. Mereka bersenang-senang dan banyak berbelanja. Tapi saat mereka akan memasuki rumah, sekelompok pria datang.

Lebih mengejutkannya lagi, datang untuk mengambil semua harta Arta karena hutang senilai 50 miliar kepada bank.

Arta yang tidak merasa meminjam uang pun hanya celingukan. "Gak. Saya gak minjem uang sebanyak itu."

Drttttt

Ponsel Arta bergetar. Itu telpon dari kantor. Arta menerima telpon itu. Ia kaget saat karyawannya menyatakan bahwa sekretarisnya korupsi dan membawa kabur uang miliaran tanpa jejak. Ada salah satu yang memergokinya sedang mengotak-ngatik laptop milik Arta si ruangannya.

"Terpaksa kami harus mengambil seluruh harta anda."

Seluruh isi rumah Arta di angkut ke dalam mobil. Rumah pun di minta segera di tinggalkan. Arta juga mendapatkan telpon, bahwa semua perusahaan yang akan bekerja sama dengannya itu di batalkan. Hingga perusahaan Arta mengalami kerugian besar, bahkan terancam bangkrut.

Clara yang melihat itu melongo. "Jadi sekarang Om jatuh miskin?"

"Gak tau, ini semua gak mungkin. Gak mungkin saya bangkrut dan jatuh miskin!" Arta menggeleng tak terima. Ia menatap kosong rumahnya yang kini sangat kosong tanpa barang berharga. Rasanya terasa dingin.

Arta menatap kosong keadaan rumah mewahnya seharga 9 miliar itu. "Ini gak mungkin! Gak saya gak mungkin miskin!"

Ogah sekali Clara membujuk pria itu. Ia malah jadi malas bersamanya. Tapi untuk menutupi kejahatannya. Clara mengelus pundak Arta. "Udah Om jangan sedih kan ada Ara."

"Biaya rumah sakit Mathea udah di bayar belum?"

Arta mendongak. Lalu menggeleng. "Baru biaya operasi, belum penginapan."

"Terus gimana dong?" Clara memutar bola matanya malas.

"Ngepet juga bisa," cicit Arta. "Kamu jadi babinya."

"Ih ogah gamau," tolak Clara.

"Maksudnya you're my baby girl." Arta memeluk Clara sangat erat.

***

Glen sudah di telpon oleh ibunya untuk segera pulang karena sudah sore. Tapi ia sedang menunggu Mathea sadar. Sejak tadi tak sadar-sadar membuat dirinya kesal. "Untung cantik kalau kagak udah gue cakar biar bangun!" umpatnya.

Takut-takut Glen pulang-pulang langsung kena omel ibunya yang mengidap penyakit bipolar. Meski terlihat ceria, bukan berarti Glen mata duitan juga.

"Keluarganya mana sih lama banget!" geritu Glen melirik sekitar. "Kalau gak mau, gue ambil bawa pulang. Lumayan buat jadi babu bantuin ibu."

Jari-jari tangan Mathea bergerak. Pas saat Glen menoleh. Senyum cowok itu menggembang. Lalu menghampirinya. Ia melihat dengan jelas mata Mathea mengerjap. Jantungnya jadi berdebar-debar. Ia takut Mathea akan berteriak histeris. Tapi untungnya ia punya alasan kuat mengapa ia datang ke sini.

"Eugh."

Mata Glen mengerjap. Ia kaget melihat Mathea perlahan-lahan membuka mata.

Penglihatan Mathea masih kabur. Ia hanya melihat dinding putih dan merasakan perut bawahnya pegal, dan merasakan hawa dingin. Kepalanya pun sedikit pusing.

"Eh udah sadar?"

"Kamu siapa?" Saat Mathea akan bangun, ia di tahan. Terlebih kondisinya sangat lemah, kepalanya juga masih terasa berat.

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang