"Kinan!" Nabila memanggil cewek yang sedang bertopang dagu menatap ke bawah, melihat siswa-siswa yang bolos pelajaran sedang bermain basket. Nabila nyengir lebar saat Kinan menoleh, dia menatap Nabila dengan tatapan mengantuk dan malas seperti biasa.
"Hm?"
"Gue kepang, ya!" Ini sudah jadi kebiasaannya, setiap rambut sepunggung Kinan tergerai, maka dia akan menguncir atau mengepangnya. Kinan pun tidak masalah dengan itu, selama bisa membuat dirinya mengantuk... dia tidak masalah. "Gue bawa karetnya."
"Oke."
Dengan semangat 45, Nabila mulai merombak rambut Kinan. Kinan menopang dagunya menggunakan kedua tangannya sekarang.
"Woahm..." Mata Kinan mulai terpejam. Rasanya sangat nikmat, membuat dia mengantuk.
Beberapa menit berlalu, Nabila selesai dengan kegiatannya.
"Selesai!" Cewek berkucir kuda itu tersenyum puas melihat hasil karyanya. Masih dengan senyumnya dia melihat wajah Kinan yang tertidur pulas. Cantik, tapi sayangnya pemalas dengan kelesuannya yang mendewa.
Kelas mereka sedang jam kosong, jadi semua penghuninya ricuh sendiri.
"Kinan, bangun oy." Tangan Nabila menepuk-nepuk pipi mulus Kinan. Cewek itu berguman tidak jelas, membuka mata dan mengerjapkan beberapa kali. Lalu, dia menatapnya.
"Kerjain tugasnya, harus dikumpulin sekarang," tambahnya.
"Mager," ujarnya tidak peduli dan kembali memejamkan matanya. Kali ini dia menempelkan pipi kirinya ke meja, tangannya diluruskan ke depan.
"Cepet! Bisa tidur lagi nanti, kan."
"Lo yang ngerjain."
"Enak aja. Kerjain sendiri!"
Kinan mengangkat badannya, bertopang dagu menggunakan tangan kirinya. Matanya yang terbuka sedikit itu menatap Nabila yang sudah duduk di bangkunya sendiri.
"Lo tau? Lima puluh persen hidup gue itu..." Kinan menguap, "Buat tidur."
Nabila speechless. Dia tahu kalau Kinan itu memang pemalas, tapi tidak tahu kalau sampai sebegitunya. Lalu, sisanya buat apa?
"Terus?"
"Empat lima persen buat nge-game."
"Lima persennya?" Nabila bahkan tidak sadar dia menggigiti kuku ibu jarinya. Terpukau dengan kehidupan Kinan. Dia kagum dengan tingkat kelesuan dan kemalasan Kinan, tapi dia juga prihatin akan masa depannya.
"Yang lain."
Cewek yang terlihat begitu dewasa itu terdiam dan menatap Kinan kasihan. Dia berpikir, Kinan sudah tak tertolong, sebentar lagi bisa saja mati. Hidupnya lebih suram dari kesuraman itu sendiri.
Menelan ludah dengan susah payah, "Gue... gak tau musti ngomong apa, Ki. Hidup lo udah di ambang. Kalo lo kek gitu terus, bisa-bisa lo mati kelaparan. Masa depan lo suram... suram. Bener-bener suram."
"Lebay," Kinan memprotes. Dia membuka buku dan mulai mengerjakan tugasnya.
Tak butuh waktu lama, dia menyelesaikan tugas itu. Menutup kembali bukunya dan menyerahkan pada cewek di depannya.
"Ini," Diterima oleh Nabila dengan wajah terkejut.
"Lo udah selesai?" tanyanya tidak percaya, mulutnya terbuka sedikit dengan mata melotot. Kinan mengangguk sebagai jawaban.
"Gue koreksi dulu," Dia ragu dengan jawabannya. Mungkin cewek ini menjawab asal, kan? Secara dia, kan tipe orang yang malas diribetkan.
Nabila dibuat terkejut sekali lagi. Semua jawaban Kinan tidak tercoret rumus sedikitpun, hanya ada angka hasil saja.
Nabila menatap Kinan, "Kok ga ada caranya?" Dia menunjuk buku milik lawan bicaranya.
"Hm."
"Kok gitu! Lo jawab ini asal?!"
"Hm."
"Kalo langsung hasil gini, guru mana terima!"
"Lo gak dengerin instruksinya tadi?!"
Menggedikkan bahunya acuh, melipat tangannya di meja. "Yang penting udah ngerjain," Menelusupkan kepalanya dilitapan tangan, berencana melanjutkan tidurnya. Kinan tidak peduli dengan tugasnya itu, dia pikir kalau sudah dikerjakan dan disetor ke guru itu bukan masalah. Toh, dia sudah paham materinya. Jadi... buat apa menulis caranya di buku lagi? Merepotkan.
"Sumpah lo cuman mau kek gini? Nanti dikira nyontek, loh." Nabila menghela napas. Kinan mengangkat kepalanya, dia merebut kembali bukunya. Menulis caranya secepat mungkin. Persetan dengan tulisan angkanya yang tidak karuan. Dia hanya ingin cepat-cepat tidur.
Kenapa ada saja yang mengganggu?
Selang 5 menit kemudian, Kinan selesai menulis. Hanya 10 butir soal, jadi tidak perlu waktu lama untuknya. Dia ini sebenarnya cewek yang cerdas. Hanya saja, dia terlalu malas menunjukkan itu. Tidak berguna menurutnya.
Menutup buku, berdiri dan berjalan keluar begitu saja. Meninggalkan cewek yang sedari tadi masih terdiam dengan matanya yang membola. Dia terlihat shock berat dengan apa yang dilihatnya baru saja.
Ternyata... cewek yang dijuluki oleh teman sekelasnya sebagai 'Princess coala' itu, kalau serius bisa se-mengejutkan ini. Dia menulis rumus tanpa melihat catatan sedikitpun. Nabila membalikkan badan, mengambil buku catatan matematika miliknya di atas meja. Berbalik lagi menghadap ke belakang, membuka buku milik Kinan dan megoreksi satu-satu rumus itu.
"ASTAGA!!!" teriaknya membuat satu kelas menatap dirinya kaget, bahkan sampai ada yang bediri.
"Kaget bego! Ga usah teriak-teriak juga kali!" jengkel salah satu temannya. Sedangkan Nabila cengengesan dan menunjukkan tanda 'V' di jari tangan kanannya.
"Kenapa sih, Nab?" tanya Luna, dia mendekat ke arah Nabila. Penasaran apa yang membuat cewek atlet bela diri itu berteriak.
"Ini," Nabila menunjuk buku yang sudah terisi angka-angka, "Kinan ngerjainnya gak buka buku samsek dan jawabannya hampir sama semua sama punya gue!"
"Yang bener aja! Gue ngerjain dari tadi aja nggak kelar-kelar!" keluh cowok bernama Zaki.
"Alah, ngerjain apa lo! Dari tadi aja molor." Seru Angga sambil menggeplak kepala belakang Zaki.
"Heh. Kepala gue itu masih empuk, ya! Kalo lo geplak gitu bisa-bisa remuk tengkorak kepala gue!"
"Lo pikir lo bayi, hah?!"
"Ck. Diem gak lo!"
"Apa?!"
Vano datang, menjewer kedua telinga temannya. Tersenyum manis, tapi tidak dengan hawa di sekitarnya yang memancarkan sinar bahaya. Angga dan Zaki cengengesan tidak jelas.
"Padahal soalnya cuman sepuluh, tapi susah banget!" giliran Luna yang sudah duduk di kursi Kinan dan sedang menatap Nabila.
"Cek aja sendiri, kalo nggak percaya!"
"Coba sini lihat!" pinta Dinda, cewek berkacamata paling pintar dan rajin di kelas ini.
🍪🍪
Seorang cewek berkepang dua, berjalan di lorong yang sepi. Tangannya menggantung dan badannya sedikit membungkuk. Dia berjalan malas menuju taman belakang sekolah. Sesekali dia menguap.
"Huftt... jauh banget!"
Kinan berhenti saat menginjakkan kakinya di kantin. Dia membeli jus terlebih dahulu, lalu kembali melanjutkan tujuannya.
Lumayan memakan waktu, akhirnya dia sampai. Mendudukkan bokongnya ke rumput hijau di bawah pohon yang sangat rindang. Bersender pada batang pohon, menyedot jusnya yang belum habis.
"Tempat paling enak."
Cewek itu memejamkan matanya setelah meletakkan jusnya di samping. Merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya lembut. Membiarkan rambutnya bergoyang-goyang mengikuti irama angin.
Tak lama kemudian, dia terlelap.
Ada seseorang mengenakan celana sekolah berwarna abu-abu dan sepatu sneakers dengan warna hitam putih sedang berlari kecil ke arahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brotherhood
Teen FictionProses Revisi Hanya memceritakan tentang kehidupan sehari-hari Kinan yang memiliki tingkat kemalasan dan kelesuan akut. Tidur, bermain, makan. 3 combo yang menyenangkan.