Kinan berlari dan terus berlari dengan kepala tertunduk. Menggigit bibir bawahnya sampai mengeluarkan cairan merah. Air mata yang menumpuk membuat pandangan matanya buram.
Kinan tidak menyangka ini semua. Padahal baru beberapa jam lalu mereka saling mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang. Semudah itukah kakaknya melupakannya?
Kinan kacau.
Apa dirinya memang se-merepotkan itu?
Apa dirinya memang se-menyedihkan itu?
Apa dia yang penyakitan ini sungguh menjadi beban kakaknya? Orangtuanya juga?
Kinan juga tidak menginginkannya. Dia lelah menahan semuanya. Jika waktu bisa diulang lagi, dia ingin mati saja saat itu. Cewek itu bertahan sebab pikirnya ini mungkin yang terbaik. Namun, rupanya sepertinya salah.
Bruk!
Kinan terjatuh karena menubruk tubuh seseorang. Lagi. Dia langsung berdiri, mendongak berniat meminta maaf. Namun, ketika mengangkat kepala dan melihat orang yang ditabraknya lagi-lagi bukannya meminta maaf Kinan malah memeluk tubuh orang itu dan menyembunyikan wajahnya di pundak laki-laki itu.
"Ina? Ina kenapa?" tanya Gabi khawatir juga bingung. Sedetik kemudian, Gabi kaget karena tubuh Kinan tiba-tiba lemas dan membeban padanya.
Dengan sigap, Gabi menahan tubuh Kinan dan secara perlahan mendudukkan Kinan. Gabi menyandarkan kepala Kinan ke dadanya. Melihat Kinan yang memejamkan mata dengan napas yang sedikit berat membuatnya tambah cemas.
"Ina?"
Tidak ada jawaban.
"Ina jawab."
"Hm," gumam Kinan menanggapi.
Gabi mengangkat pandangannya saat mendengar banyak langkah terburu-buru menghampiri. Gabi sedikit terperanjat saat Ragil merebut Kinan begitu saja.
"Adek? Adek kenapa?" Ragil memegang pipi Kinan. Sorot khawatir terlihat jelas.
"Kesemutan," jawab Kinan datar.
Ragil langsung saja mengangkat Kinan, merebahkan tubuh dingin adiknya ke kursi beton terdekat dengan berbantal pahanya.
"Ambilin es batu. Cepet!" perintah Ragil. Dan salah satu dari mereka langsung menjalankan perintahnya itu.
Ragil sakit.
Dia paling tidak bisa melihat Kinan seperti ini. Kinan tidak boleh sakit!
"Adek, you okay?"
Kinan bergumam tidak jelas. Matanya masih setia terpejam.
"Sweetie, don't be sick."
Ragil terlihat sekali sangat rapuh. Matanya sudah berair, tetapi belum menetes.
Tidak lama kemudian, cowok yang tadi mengambil es batu dan kain datang. Memberikan barang itu pada Ragil.
Ragil mulai mengusapkan es itu melalui media kain pada tangan Kinan. "Dingin?"
"Hn."
Sebagian dari mereka membubarkan diri, ada yang pulang ada juga yang menonton balapan. Saat ini hanya tersisa Asta, Raja, Adi, Gabi, Ragil, dan Kinan.
"Ina kenapa, kak?"
"Nggak papa," jawab Adi mewakili.
"Beneran?" Adi mengangguk dua kali sebagai jawaban. "Tapi kenapa dari tadi nggak gerak?"
"Kesemutan," Raja yang sedari tadi diam, menjawab.
Gabi mengernyit heran. "Apanya? Tangannya?"
Adi menepuk pundak Gabi. "Mending lo pulang. Ini udah malem banget."

KAMU SEDANG MEMBACA
Brotherhood
JugendliteraturProses Revisi Hanya memceritakan tentang kehidupan sehari-hari Kinan yang memiliki tingkat kemalasan dan kelesuan akut. Tidur, bermain, makan. 3 combo yang menyenangkan.