Day 23 : Terungkap

35 2 0
                                    

"Mau makan apa?"

"Mmm... bakso sama es teh."

"Gue nasgor, jus sama susu."

"Gue–"

"Gak. Lo ikut gue pesen."

Raka merengut sebal. Dia, kan lagi mager, apa sahabatnya itu tidak mengerti?

Dia berjalan malas-malasan saat tangannya ditarik begitu saja oleh Ragil. Gerutuan juga turut menemani disepanjang jalan.

Sedangkan, Dinar dan Kinan duduk di bangku paling pojok. Dinar langsung memeluk Kinan dari samping membuat cewek itu berdecak, dia ingin tiduran padahal.

"Elusin sini." Pinta Dinar sambil memegang kepalanya sendiri.

"Tidurin di meja dulu."

Dinar menurut, dia menaruh kepalanya ke meja lalu menatap adiknya yang juga ikut menyenderkan kepalanya ke meja. Kemudian Dinar berkata, "Elusin."

Kinan mulai mengelus kepala Dinar. Dia memandang wajah kakaknya yang sudah memejamkan mata menikmati sentuhan di kepalanya yang terasa sangat nyaman, mungkin. Cewek itu tersenyum tipis saat mengingat perbedaan jauh sifat kakaknya yang biasa dengan saat penyakit mentalnya kambuh. Walaupun sama-sama manja ketika dengannya.

Mengingat semua jenis ekspresi Dinar yang ditunjukkan padanya, membuatnya enggan melepaskan. Dia tidak akan memberikan Dinar pada siapapun. Dinar itu kakaknya, miliknya, dan seperti itu selamanya bahkan ketika dia pergi untuk selamanya sekalipun.

Kinan senang saat dia akan tidur, di sampingnya ada Dinar dan saat bangun pun wajah Dinar ada di depan matanya. Dia sangat amat menyayangi Dinar dan yang lainnya tentu saja.

"Adek!" sapa Adi bersemangat. Dia mengambil duduk di depan Kinan dan di sampingnya ada Galih. Untuk anggota yang lain berpencar, tetapi masih dalam satu jangkauan mata.

"Adi berisik!" ketus Dinar.

Adi langsung cengengesan. "Maap maap, Nar."

"Raka sama Ragil mana nih? Kok kalian berdua aja."

"Pesen makan," jawab Kinan.

"Ooh." Adi mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gue dipesenin gak ya."

"Gak sudi banget mesenin lo," celetuk seseorang yang membawa nampan dengan tidak santai.

"Yee, santai aja kali, Ka."

"Bodo. Minggir lo," usir Raka.

Adi mencebik, tapi tetap menuruti.

"Nih, makan dulu." Ucap Ragil sambil memberi nasi goreng, jus alpukat, dan susu coklat milik Kinan. Sedangkan, Raka memberi milik Dinar.

Dinar langsung mengangkat kepalanya dan menatap makanan di depannya dengan antusias. Melahapnya dengan cepat.

"Pelan-pelan, nanti keselek," peringat Ragil.

Kinan menghentikan acara makannya. Dia menoleh, bertopang dagu mengamati setiap gerakan sang kakak yang makan seperti anak kecil. Belepotan.

Tangannya terulur membersihkan kotoran di sekitar bibir Dinar sembari berkata, "Bocah."

Anggota yang lain memegang dadanya, kecuali Raka, Ragil, Ganiel, dan manusia sejenis Ganiel. Mereka merasa sesak, ingin rasanya mulutnya diusap seperti itu juga.

Mereka iri.

Namun, juga bingung. Apa sikap pemimpinnya itu memang seperti itu dan mereka baru menyadarinya?

Kelakuan layaknya anak kecil. Berbeda sekali dengan Dinar yang mereka kenal.

"Itu siapa? Kembaran si bos?" tanya Adi mewakili teman-temannya, guna menuntaskan rasa penasaran.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang