Day 30 : Juna?

42 3 0
                                        

"Ayo masuk! Ngapain di situ?" seru si sopir.

"Lah lo ngapain ikut masuk?" tanya Raka saat sudah berada di belakang si sopir. Kebingungannya pun bertambah.

"Kepo banget jadi orang."

Raka meneliti sekitar, dia tadi sempat melihat sebuah papan kecil yang tertempel di dinding bertuliskan 'B2'. Jadi, kesimpulan yang dia tangkap adalah yang disampaikan Kinan tadi sebuah nomor rumah dan sang sopir paham maksudnya.

Sibuk mengamati keadaan sekitar, tanpa sadar dia sudah berada di depan sebuah ruangan.

"Ini kamar lo," ucap si sopir. Dia mengulurkan sebuah kunci kamar.

"Eh? Kamar gue?"

"Hm."

"Terus mereka berdua tadi ke mana?"

Si sopir menunjuk sebuah ruangan di pojokan dan berkata, "Di sana."

Raka mengangguk paham. "Boleh masuk nih?"

"Terserah." Si sopir melenggang pergi begitu saja.

Raka melihat si sopir itu dengan tatapan bertanya. Tiba-tiba saja sopir itu berteriak kesal sambil mengusak kepalanya sendiri dengan kedua tangan. Topinya pun menjadi miring.

"Arghhh! Gue pengen istirahat!!"

Raka mengedikkan bahu. Membuka pintu dengan kunci. Lagi-lagi dia berdecak kagum melihat rumah bernuansa klasik ini. Rumah siapa ini?

Setelah diingat-ingat lagi, semua terasa aneh. Dugaan Raka yang mengatakan bahwa sang sopir tahu tujuan yang dimaksud Kinan itu salah. Karena sebenarnya sang sopir memang tahu dan kenal dengan Kinan. Tidak ada sopir awam yang akan paham dengan penyebutan 'B2', mereka pasti akan menanyakannya lebih spesifik. Saat di mobil tadi pun interaksi si sopir memperkuat dugaannya kalau dia dan sang adik saling kenal.

Lalu siapa sebenarnya sopir itu?

Peristiwa-peristiwa yang menimpa dirinya hari ini membuatnya lelah. Memutuskan untuk tidur, mengistirahatkan jiwa dan raganya. Dengan harapan semua yang dirinya alami beberapa waktu lalu hanyalah mimpi semata.

🍪🍪

Kinan membaringkan tubuh Dio, berjalan mengambil kaos di lemari, lalu kembali lagi. Menaruh kaos itu di kasur, melepaskan baju yang Dio kenakan dan memakaikan kaos yang dia ambil tadi.

Naik ke atas kasur, merebahkan diri di samping Dio setelah menyelimuti cowok itu. Mata sayupnya melihat handphone sebentar lalu memejamkan mata.

🍪🍪

"Agil, Raka mana?" Dinar yang sedang turun tangga sambil mengucek mata, bertanya dengan suara serak.

"Loh? Kok bangun?" Ragil menepuk sofa sampingnya sembari berkata, "Sini."

Dinar bersandar di pundak Ragil. Bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama karena dirasa belum mendapatkan jawaban. "Raka mana?"

"Belom ke sini."

"Kok lama banget. Ini udah jam sebelas," lirih Dinar yang masih setia memejamkan mata.

"Tunggu aja. Tidur lagi gih, masih ngantuk gitu." Ragil mengelus kepala Dinar.

Dinar menggeleng, lalu mendongak menaruh dagunya ke pundak Ragil. "Anterin ke rumah Raka," pintanya dengan nadanya yang mengalun manja dan mata memohon.

"Udah malem, Nar."

Dinar cemberut, "Aaa, anterin, Agil." Rengeknya sambil menggoyang-goyangkan lengan Ragil.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang