Day 25 : Just a toy

47 2 0
                                    

"Makasih, ya."

"Hm."

"Yaudah gue balik." Pemuda laki-laki itu memainkan tangannya sendiri sambil menunduk. Lalu bertanya ragu, "Eum... boleh peluk lagi?"

"Kenapa?"

Laki-laki itu menggeleng. "Hangat, gue suka."

"Oh." Kinan mengangguk. "Sini."

Cowok itu memeluk Kinan erat. Demi apapun dia merasa sangat nyaman. Belum pernah dia merasa seperti ini bahkan dari kedua orangtuanya. Dia sangat senang saat Kinan membalas pelukannya.

"Makasih sekali lagi," ucap cowok itu sungguh-sungguh setelah melepaskan pelukannya.

"Sama-sama."

"Gue... balik."

"Hm."

Pandangan itu tak lepas dari keempat remaja laki-laki yang juga berada dalam satu ruangan itu.

"Anjir! Perasaan yang konsul ke Kinan semua, kita nganggur," dengus salah satu dari empat cowok.

Setelah kepergian cowok yang berkonsultasi tadi, keempat cowok itu mendekat ke Kinan.

"Salah siapa gak laku." Putra yang sedang mengambil duduk tepat di depan Kinan, berkata santai.

"Kayak lo laku aja!"

Putra mengendikkan bahu acuh.

"Ki."

Kinan menoleh. Menatap sang ketua yang berdiri di samping Putra, sebelum akhirnya dia meringis sakit karena tiba-tiba Nafta menempiling kepalanya.

"Udah gue bilang jangan cari masalah!" Nafta menarik ucapannya yang tidak akan marah kalau saja yang membuat masalah bukan Kinan. Memang bukan Kinan tapi peristiwa saat di ruangan terkutuk itu Kinan yang memulai masalah. Cowok itu terus menempiling kepala Kinan. Sepertinya dia lupa kalau kepala Kinan baru terluka.

Kinan jengkel.

Mendorong Nafta agar menjauh dengan kasar. Matanya memicing tajam dan tidak lupa decihan kasar dia berikan.

Keempat cowok itu bergedik ngeri, tapi disaat yang bersamaan mereka juga terpana. Entah kenapa Kinan tampak keren.

"Sakit."

Desisan itu menyadarkan mereka dari lamunan. Dilihatnya darah kembali mengalir dari pelipis si pemalas. Rasa nyeri juga mendera kepalanya semakin kuat.

"Maaf," Nafta berkata menyesal. Dia beranjak mengambil kotak p3k. Lalu kembali ke samping Kinan, membuka kotak p3k dan disela kegiatannya dia berucap, "Sini gue obatin."

Kinan tidak menolak. Buktinya dia diam saja saat Nafta mulai mengobati kembali pelipisnya.

"Oh iya, Ki. Tadi lo ngapain dipanggil buat ke ruang kepsek?" tanya Putra penasaran.

"Males cerita."

Putra menghela napas panjang. Karena benar-benar penasaran, dia pun bertanya pada orang yang berbeda. "Dia diapain, Ta?"

Nafta yang sedang merapikan kembali barang-barang di kotak p3k, menoleh. Duduk menghadap teman-temannya dan bersiap untuk bercerita. "Dia dibully, tapi mereka ngelaporin ke kepsek kalo mereka yang kena bully. Dan alesan mereka laporin ini, kar'na waktu mereka nyiram Kinan pake air terus liat Kinan bawa pistol mereka panik."

"Bawa pistol? Pistol beneran?"

Kejadian beberapa jam lalu...

Dor!

Suara tembakan terdengar keras.

Semua yang ada di ruangan itu menegang, kecuali sang pelaku. Waktu seolah berhenti berputar, udara seakan berkurang. Sampai kekehan dan ucapan seseorang mengembalikan pikiran mereka.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang