Day 16 : Kejanggalan

57 3 0
                                    

Asta dan Dinar memasang wajah datar. Sementara, yang lain memasang wajah serius menatap Asta.

"Jadi?" tanya Raka memecahkan keheningan yang terjadi selama beberapa saat.

"Anjir! Muka gue capek serius terus! Santai aja kenapa sih!" teriak Galih kesal.

"Berisik! Bisa gak, gak usah teriak?!" balas Raja juga berteriak.

"Lo juga teriak ya, setan!" Raka menyahut tidak santai.

Adi menggebrak meja, matanya mendelik, "Diem! Kalian bertiga sama-sama teriak gak usah pada bacot!"

Galih yang tidak siap, terperanjat kaget. Dia terjungkal ke belakang, berkedip dua kali. Kemudian, matanya berkaca-kaca, bibirnya sedikit melengkung ke bawah dan bergetar. Perutnya kembali terasa nyeri pun tangannya.

Ragil menghela napas, menatap Galih sejenak lalu menatap Adi. "Tuh, nangis, tanggung jawab."

Adi menggaruk pipinya yang tidak gatal disertai senyuman kecut. Dia lebih mendekati Galih, menepuk-nepuk pelan punggungnya. "Maaf, deh. Jangan nangis dong."

Galih menatap tajam Adi. Bukannya menakutkan justru membuat Adi gemas.

"Anak siapa sih lo," Adi menggeplak bahu Galih tanpa sadar, "Lucu banget."

"Huaa... sakit!!" Galih berteriak sambil banjir air mata.

Raka, Raja, dan Ragil menipiskan bibirnya, menatap datar Adi yang masih tampak shock akibat tangisan menggelegar mendadak dari Galih.

"Ogeb kok dipelihara. Otak lo di dengkul ya," ejek Raka.

"Perlu dicuci keknya tuh otak," Raja ikut-ikutan.

"Bantuin, dong! Malah ghibahin gue, dosa mampus!" sengak Adi. Menatap kesal kedua temannya itu.

Raka dan Raja mendekat. Raja di samping Galih sedangkan, Raka di belakang Galih.

"Dasar gak bertanggung jawab!" dumel Raka.

"Udah-udah, tuh, ingusnya keluar. Sini keluarin dulu." Raja mengarahkan tisu ke hidung Galih. Galih mengeluarkan cairan kental itu kemudian, Raja mengambil selembar tisu lain untuk mengelap sisa-sisanya di sekitar hidung dan membuangnya tanpa rasa jijik.

"Ja-jahat... hiks. Adi jahat."

"Iya, gue baik."

"Jahat!"

"Iya, baik."

"Jahat, huaa."

Raka menggeplak kepala Adi menggunakan buku yang dia gunakan untuk mengipasi Galih.

Adi menghela napas. Menepuk-nepuk punggung Galih pelan. "Iya iya, gue jahat. Udah kek nangisnya."

"Anterin ke adek aja sana," suruh Ragil.

"Hah? Lo mau bunuh gue apa gimana?! Ogah ah, ntar gue digorok lagi sama si Kinan," tolak Adi.

"Tanggung jawab, dong!" desak Raja.

"Gak akan, perca—"

Klek.

Suara pintu terbuka memotong ucapan Dinar dan mengalihkan perhatian mereka semua.

Cewek yang baru saja masuk berjalan malas dengan mata terpejam. Berjalan menuju sebuah almari kayu, menarik loker dan mengambil sesuatu. Lalu memasukkannya ke dalam kantong sweater.

Sepertinya, dia belum sadar dengan keberadaan ketujuh cowok itu.

Dia membalikkan badan, berjalan kembali mengarah ke pintu. Saat baru beberapa langkah dia dibuat berhenti oleh suara yang memanggil dan seseorang yang sedang menangis.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang