Day 57 : Only Mine

46 1 0
                                        

Selasa malam ini, Dinar berencana untuk mengunjungi bar yang dua hari lalu menjadi tempat pelampiasan masalahnya. Dia tidak kuat minum, tetapi rasa dari alkohol itu membuatnya kecanduan.

Tangan dan kakinya masih diperban, punggungnya juga. Bahkan dia jalan saja terpincang-pincang.

Secara diam-diam, dia keluar dari rumah disaat penghuni lain sudah tidur. Dalam sekejap cowok itu sudah sampai di bar. Memilih kursi paling pojok untuk menikmati suasana malam ini.

"Silahkan dinikmati!" ucap seorang waiters dengan sopan, setelah itu dia pergi.

Dinar mulai menuangkan botol berisi cairan memabukkan itu ke dalam gelas, untuk awalan dia menegak setengahnya. Matanya menatap sekitar, lampu warna-warni di sana mengiringi dentuman musik dj yang mengalun keras. Para wanita berbaju minim terus menggoda para pria. Bahkan ada yang dengan tidak tahu malu bercumbu di depan banyak orang.

Ah, Dinar jadi ingat adiknya. Bukan. Bukan karena adiknya seperti wanita di tempat ini, justru sebaliknya, karena adiknya tidak suka berpenampilan ataupun berperilaku seperti mereka.

Glek.

Dinar meminum dalam sekali tegakan sisa di gelasnya tadi.

Rencananya yang akan berbicara dengan Kinan gagal. Ketika di rumah pun bak terhalang tembok tinggi, Kinan benar-benar berhasil selalu menghindar.

Dinar kembali menuangkan cairan berbau menyengat itu ke dalam gelas, lalu meminumnya dalam empat kali tegakan.

"Adek kenapa menjauh?" gumam Dinar pelan, sangat pelan.

Dinar ingin menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Bukan keinginannya untuk lebih memilih Anin daripada Kinan. Bukan maksudnya membentak dan membuat adiknya sakit.

Dia diancam!

Apakah jika dia menjelaskan yang sebenarnya, adiknya akan percaya dan memaafkannya?

Dinar terus minum dan tanpa sadar sudah menghabiskan satu botol. Dia menidurkan kepalanya yang memberat, kelopak matanya menyatu dengan pipi yang sedikit memerah.

"Adek..."

Dinar tahu, mabuk bukanlah solusi dalam segala masalah. Dinar tahu, stress dan frustasi yang dia rasakan hanya hilang sesaat. Dinar tahu, minum minuman beralkohol itu bukan hal baik.

Dinar tahu betul.

Lantas, dia harus bagaimana lagi? Segala percobaan bunuh diri yang dia lakukan tidak berhasil. Tentu saja! Pun dia masih memiliki rasa takut mati.

Apakah ini saat untuknya menghadapi masalah? Apakah setelah dia berhasil bertemu dan menjelaskan kesalahpahaman ini semua akan kembali baik-baik saja? Apa dia akan dimaafkan?

Lalu ... bagaimana kalau tidak dimaafkan dan malah semakin dibenci? Apa dia sanggup menjalani hidup tanpa adiknya?

Dinar tidak mengerti. Kenapa didalam otaknya selalu berpikiran negatif dan berlebihan? Bukankah dia hanya perlu menjelaskan dan semua akan selesai? Apapun hasil akhir yang akan dia terima seharusnya bisa membuatnya lega.

Dimaafkan, maka akan sangat senang. Dan jika tidak dimaafkan, maka dia harus berbenah diri menjadi diri yang lebih baik dan kembali meminta maaf ketika sudah siap.

Sesimple itu... Kenapa sangat sulit untuk dijalankan?

Tanpa sadar, Dinar sudah menghabiskan dua botol. Sekarang dia sudah sangat mabuk.

Cowok itu bertekad. Malam ini dia harus berhasil berbicara dengan adiknya meskipun dalam keadaan mabuk berat seperti ini. Dengan secepat kilat, Dinar mengendarai motornya kembali ke rumah.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang