Pikiran adalah musuh terbesar setiap orang —
🍪🍪
Penyesalan dan rasa bersalah yang semakin menggerogoti dirinya, membuat Dinar benar-benar jatuh dalam lubang kegelapan. Hidupnya terus dihantui rasa gelisah dan overthinking.
Rasanya ... semua yang dia lakukan selalu salah dan tidak berarti apa-apa. Dinar mendongak, menatap langit malam dengan mata menyorotkan keputusasaan. Hatinya memang merasa nyaman dalam memendam, tapi otak merasa tidak tahan menahan segala beban. Dinar tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Helaan napas terdengar. Kemudian, Dinar menunduk, menatap lurus ke bawah. Dia sudah tidak tahan menahan semuanya. Ragil, cowok itu terlalu baik baginya. Raka, dia cowok annoying di hidupnya. Mereka berdua adalah sahabat paling berharga bagi Dinar. Namun, apa yang dilakukannya? Menyakiti orang tersayangnya ... lagi.
Dinar maju satu langkah. Sekarang, dia benar-benar berada di tepi atap. Rasanya sangat tidak adil dia masih hidup sementara sang adik sudah pernah hampir mati karenanya. Lalu apa lagi yang diharapkan?
Mau berapa kali pun mencoba melawan, makhluk-makhluk jahat itu masih terus menerus muncul di pikirannya.
Dinar akan mengakhiri semuanya malam ini. Setelah kepergiannya, mungkin sifat Kinan akan berubah lagi. Setelah hilangnya Dinar dari hidup mereka, mungkin semua akan merasa terbebas dan hidup lebih bahagia.
Tanpa permisi, wajah orang-orang terdekatnya melintas dibenaknya dengan menampilkan senyuman khas masing-masing.
Baiklah ... Ini saatnya.
Dinar mencondongkan badannya, siap terjun ke bawah dalam ketinggian lima lantai dan tubuhnya akan remuk. Cowok itu menutup mata, hanya dalam hitungan detik, tubuh Dinar terjun.
"AARGHH..."
Teriakan itu terdengar menyakitkan. Pelakunya menatap ke bawah dengan napas memburu. Jantungnya berdegup cepat dan kencang. Matanya melebar, pupil bergetar, juga keringat yang membanjiri wajahnya. Hal yang dilihatnya beberapa detik lalu itu seakan menghantamnya dengan kuat, sungguh. Raut ketakutan tidak bisa Raka tutupi. Hampir saja dia akan menyaksikan orang sekarat lagi.
"Dinar..." ucap Raka lirih.
Dinar bergelantungan. Satu detik setelah dia mencondongkan tubuhnya dan terjun, tangannya berhasil diraih oleh Raka.
Tangan Raka bergetar. Dia terlihat sangat shock.
"Dinar, denger. Ulurin tangan lo yang satu," suruh Raka. Dinar mendongak, bertatap mata dengan Raka sejenak lalu mengulurkan satu tangan yang bebas dan langsung diterima Ganiel.
"Hitungan ketiga, kita tarik." Ganiel mengangguk paham. Niel yang berada di belakang keduanya ikut membantu dengan menahan tubuh Raka dan Ganiel.
"Satu ... Dua ... Tiga!"
Bruk.
Raka tertindih tubuh Dinar. Ganiel dan Niel juga terbaring di lantai beton itu. Mereka semua diam guna mencerna kejadian ini. Terlalu terkejut untuk hanya sekedar menanyakan keadaan masing-masing. Sehingga hanya terdengar suara terengah dari ketiga remaja itu.
Raka termangu memandang langit bertaburan bintang di atas. Baru kali ini dia dibuat ketakutan sampai sempat berpikir untuk ikut mati. Dulu saja saat dia dipukul, dicaci maki oleh orangtuanya sendiri, dia tidak merasa setakut ini. Dinar benar-benar berharga untuknya.
Dinar mencengkeram jaket yang dipakai Raka kuat, melampiaskan rasa takutnya pada jaket tidak bersalah itu. Dari sekian banyak percobaan bunuh diri yang dia lakukan, belum pernah sekali pun dia merasa setakut ini. Jujur saja, sedetik setelah terjun Dinar merasa takut mati. Bahkan tubuhnya bergetar hebat saat ini. Air matanya tumpah dengan derasnya tanpa jeda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brotherhood
Teen FictionProses Revisi Hanya memceritakan tentang kehidupan sehari-hari Kinan yang memiliki tingkat kemalasan dan kelesuan akut. Tidur, bermain, makan. 3 combo yang menyenangkan.